PMB Uhamka
Opini

Kisruh Idul Fitri 1444 H, di Mana Peran Anggota Tim Hisab Rukyat Kemenag RI?

×

Kisruh Idul Fitri 1444 H, di Mana Peran Anggota Tim Hisab Rukyat Kemenag RI?

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi (Istockphoto)

Oleh: Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar, dosen FAI UMSU & Kepala OIF UMSU

BANDUNGMU.COM, Bandung — Hari ini di media sosial ramai pemberitaan terkait ancaman pembunuhan dari peneliti muda Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), sebuah lembaga riset prestisius di tanah air, yang menyeret peneliti senior BRIN yang juga anggota Tim Hisab Rukyat Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI).

Kisruh ini berawal dari perbedaan idul fitri 1444 H di mana peneliti senior itu mengunggah sebuah tanggapan terkait hal itu lalu direspons secara emosional oleh peneliti junior dengan ancaman pembunuhan.

Selain itu, peneliti senior itu juga menulis komentar yang memantik respons warga Muhammadiyah yakni menyatakan Muhammadiyah tidak taat pemerintah, tetapi meminta fasilitas (lapangan) untuk salat Idul Fitri. Atas hal ini pemberitaan mencuat dan pada akhirnya masuk ranah hukum.

Atas kisruh ini timbul pertanyaan, di mana peran para pakar dan anggota Tim Hisab Rukyat Kemenag RI? Apa peran dan kontribusi mereka secara literasi dan moderasi terkait kasus ini dan terutama terkait perbedaan Idul Fitri 1444 H? Apa upaya tim ini dalam meredakan fenomena yang terjadi saat ini?

Nyaris dan praktis tidak terlihat tanggapan (lisan maupun tulisan) dari para pakar ini terkait fenomena yang terjadi. Semua bungkam dan tampak hanya menonton pemberitaan yang menimpa salah satu koleganya.

Baca Juga:  Aisyiyah Pengawal Muhammadiyah dan Tiang Negara

Padahal, seluruh tim ini adalah pakar-pakar terbaik di tanah air yang mengerti substansi persoalan (hisab rukyat dan penentuan awal bulan) dan secara resmi tercatat sebagai anggota Tim Hisab Rukyat Kemenag RI dengan Keputusan Menteri Agama (KMA).

Pakar-pakar ini adalah yang terbaik di Indonesia yang kerap menjadi rujukan dan diundang dalam berbagai momen terkait ilmu falak.

Namun, terhadap kisruh Idul Fitri 1444 H kali ini tampak diam dan bungkam. Padahal, seluruh mereka mengemban tugas moderasi beragama terutama terkait perbedaan penetapan awal bulan sebagaimana titah Kemenag RI.

Sejatinya, para pakar ini paham bahwa Idul Fitri 1444 H tahun ini akan terjadi perbedaan. Namun, para pakar ini diam dan tidak memberikan informasi, moderasi, dan komentar menyejukkan terutama di media sosial.

Justru tugas itu diemban secara sendiri (one man show), namun “kebablasan” oleh seorang peneliti senior kolega mereka yang kini berurusan dengan Bareskrim Polri.

Ini merupakan catatan dan sekaligus kritik kepada Kemenag RI untuk mengevaluasi kerja, kinerja, dan peran Tim Hisab Rukyat Kemenag RI.

Seperti diketahui, Tim Hisab Rukyat Kemenag RI sesungguhnya telah memiliki agenda rutin setiap tahun di antaranya temu kerja, rapat, sidang isbat, dan penelitian.

Baca Juga:  PDM Kota Bandung Siapkan Mubalig Muda Untuk Gencarkan Dakwah di Medsos

Selanjutnya dalam setiap pertemuan para anggota Tim Hisab Rukyat Kemenag RI ini mendapat fasilitas lengkap dari negara (tiket pesawat, penginapan, akomodasi, jalan-jalan, dan lain-lain) yang artinya dari uang rakyat.

Oleh karena itu, patut dipertanyakan apa kontribusinya terutama dalam masalah perbedaan dan kisruh yang terjadi saat ini.

Apa artinya nama-nama besar itu jika tidak mampu menghadirkan moderasi dan kesejukan di tengah masyarakat, terutama di media sosial yang begitu ramai dan “tak karuan” saat ini.

Pasca peneliti senior kolega mereka itu terundung kasus, maka kini seharusnya tim (pakar) yang lain mengambil peran edukasi, moderasi, dan pencerahan.

Namun, patut diingat jangan sampai kebablasan seperti peneliti senior tersebut. Sebab kita semua bisa menyaksikan bagaimana “amburadulnya” diskusi dan diskursus masalah hisab rukyat dan penetapan awal bulan di media sosial tanpa negara dan para pakarnya hadir menengahi.

Caci-maki, hujat menghujat, saling bantah, dan saling klaim begitu merajalela di jagad media sosial. Ini tentu pemandangan yang tidak pantas, tidak ideal, dan tidak moderat.

Oleh karena itu, diperlukan kehadiran orang-orang yang mampu menengahi dan memahami masalah ini secara bijak tanpa berpihak. Semua Tim Hisab Rukyat Kemenag RI bertanggung jawab secara moral dan intelektual akan hal ini.

Baca Juga:  Ramadhan Harus Membakar Formalisme I Dr. H. Dindin Jamaluddin, M.Ag.

Oleh karena itu pula Kemenag RI, dalam hal ini Subdirektorat Hisab Rukyat Kemenag RI, harus mulai mengatur dan mendesiminasi tugas ini secara jelas dan tegas.

Tidak semata fokus pada rutinitas tahunan yang sebenarnya tidak terlalu berdampak secara literasi dan moderasi kepada masyarakat.

Anggota Tim Hisab Rukyat Kemenag RI harus mulai turun gunung, masuk, dan memenuhi dunia media sosial dengan memberi pencerahan yang moderatif.

Jika hal ini tidak dilakukan, sekali lagi, patut dipertanyakan apa tugas dan fungsi para pakar (tim) yang mendapat mandat dari Menteri Agama RI ini?

Jangan sampai publik melihat dan menyaksikan aktivitas para tim (pakar) ini hanya dalam bentuk dokumentasi (foto-foto) saat acara dan terutama foto-foto saat study tour.

Para anggota Tim Hisab Rukyat Kemenag RI ini harus memiliki kepekaan moral, sosial, dan intelektual karena mereka mengemban tugas literasi dan moderasi dari negara, yang jika tidak mampu atau keberatan maka secara sukarela seharusnya mengundurkan diri.

Penulis pribadi pernah duduk di Tim Hisab Rukyat Kemenag RI selama dua tahun (dua periode). Namun, karena satu dan lain hal penulis secara merdeka meminta untuk tidak dimasukkan lagi dalam tim. Wallahu a’lam.***

___

Sumber: suaramuhammadiyah.or.id

Editor: FA

PMB Uhamka