BANDUNGMU.COM, Yogyakarta — Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir menyebut bahwa menjelang tahun politik 2024 harusnya sudah selesai dalam soal pengelompokan sehingga tidak lagi ada pembelahan politik.
Demikian disampaikan Guru Besar Sosiologi ini dalam acara Launching dan Bedah Buku “Gaya Kepemimpinan Strategis dan Green Human Resource Management Dalam Membangun Teamwork” karya KASAD Jenderal Dudung Abdurachman di Universitas Ahmad Dahlan (UAD) pada Senin (22/05/2023).
Dalam pandangan Haedar, konflik berlatar belakang ideologi di Ibu Pertiwi harusnya sudah selesai sebab pendahulu bangsa ini telah menyelesaikannya melalui Pancasila yang disepakati sebagai Philosophische Grondslag.
Mengutip laman resmi Muhammadiyah, menurut Haedar, Pancasila merupakan titik temu semua golongan, agama, ras, suku bangsa, dan aliran politik.
Haedar memberikan kunci bahwa menerjemahkan visi Pancasila menjadi aktual dalam berbagai pelayanan bidang pendidikan, kesehatan, sosial, ekonomi, politik, dan lain sebagainya.
Peran-peran tersebut, kata Haedar, telah dilakukan oleh Muhammadiyah dalam aksi konkret atau nyata.
Muhammadiyah dan keindonesiaan
Dalam tubuh Muhammadiyah, imbuh Haedar, menyatu “darah” keislaman dan keindonesiaan.
Yakni Islam yang menyatu dengan keIndonesiaan, Islam yang membangun Indonesia, dan Islam yang memiliki Indonesia untuk kemajuan hidup bangsa dan rakyat.
Kesejarahan Muhammadiyah dengan Indonesia dapat dilihat dalam berbagai kejadian.
Misalnya Perang Gerilya yang dipimpin oleh Jenderal Besar Sudirman, Muhammadiyah juga mendirikan Askar Perang Sabil yang langsung di bawah Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
“Ki Bagus Hadikusumo yang saat itu menjadi ketua umum dan menjadi penentu kata kunci kompromi Piagam Jakarta dan Pidato 1 Juni lalu lahirlah rumusan Pancasila, di mana Ketuhanan Yang Maha, yang asalnya di sila ke-6 menjadi yang pertama ditambah Yang Maha Esa,” ungkap Haedar.
Berbagai fakta sejarah tersebut menjadikan jiwa kebangsaan, patriotisme, dan keindonesiaan hidup di Muhammadiyah.
Namun, karena karakter sedikit bicara banyak bekerja, menjadikan peran-peran vital yang dilakukan oleh Muhammadiyah tersebut tidak atau sulit terlacak.***