Oleh: Ace Somantri
BANDUNGMU.COM – Carut marut manajemen pendidikan Indonesia telah tercoreng oleh kebijakan-kebijakan tidak berdasar pada akar keilmuan yang kuat dan kokoh.
Perilaku oknum elite pendidikan telah meruntuhkan wibawa dunia pendidikan sebagai simbol kealiman.
Orientasi dan tujuan pendidikan Indonesia sangat baik yakni mewujudkan akhlak mulia. Sayang sekali tujuan tersebut hanya ada dalam tulisan pada naskah undang-undang sistem pendidikan nasional. Realitas dan faktanya jauh dari harapan.
Sangat ironis dan memilukan jika melihat kondisi pendidikan Indonesia kaena reputasinya terus terlewati oleh negara-negara tetangga.
Kualitas pendidikan Indonesia kian hari semakin menunjukkan keprihatinan semua pihak. Faktornya tentu ada banyak.
Dulu negara tetangga belajar ke Indonesia. Saat ini berbalik. Tidak sedikit masyarakat Indonesia menempuh, menggali, dan menikmati belajar dari mereka.
Alasannya karena kualitas pembelajaran dan mutu lulusan memiliki posisi tawar yang lebih baik. Belajar di luar negeri membuat lulusannya lebih percaya diri.
Negara serius memfasilitasi seluruh kebutuhan sarana dan prasarana pendidikan yang memadai untuk mendukung output dan outcome untuk bangsa dan negara.
Para pimpinan pemerintah, baik di eksekutif, legislatif, maupun yudikatif sangat paham dan peduli pada pendidikan karena hal itu kunci utama sebuah kemajuan bangsa.
Memprioritaskan pendidikan merupakan sebuah investasi taktis dan strategis, baik untuk jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang.
Dengan segala macam strategi yang kreatif dan inovatif, seharusnya pemerintah memiliki roadmap pendidikan yang visioner dan berkemajuan.
Rumusannya yang sudah ditetapkan dapat dijalankan tanpa ada intervensi kepentingan politis pragmatis yang merusak tatanan dan sistem bangunan pendidikan.
Dijalankan tanpa ada gangguan dengan akar keilmuan yang dapat dipertanggungjawabkan dan telah diuji publik secara terbuka.
Prioritas kebijakan pendidikan tidak sekedar lahirnya naskah undang-undang. Namun, ada komitmen menjalankan secara konsisten, cepat, dan akurat setiap target ketercapaian.
Tidak berhenti dalam laporan pertanggungjawaban dalam naskah. Namun, harus ada data-data otentik yang direpresentasikan dalam profil anak-anak negeri di mata dunia.
Menarik dicermati dan dicari kebenarannya, bukan sekedar cerita dan informasi dari berita orang yang tidak jelas sumbernya, kenapa negara lain lebih cepat maju pendidikannya?
Ketika dunia membutuhkan mereka, langsung bersedia menjadi bagian untuk memenuhi kebutuhan dunia. Kompetensinya sangat ditunggu masyarakat internasional.
Hal itu dapat dipenuhi karena negara mereka jauh-jauh hari sebelumnya sudah mempersiapkan apa pun yang akan terjadi hari ini dan hari esok yang akan datang.
Kecermatan analisis tidak hanya dibuat dalam naskah roadmap negara. Namun, ada jalan setapak yang dibuat untuk digunakan sesuai dengan kebutuhan perjalananan menuju cita-cita bangsa dan negara.
Bagaimana bangsa kita, negara kita, dan pemerintahan kita yang selalu diinidikasikan ada dalam persimpangan jalan?
Roadmap yang dibuat bangsa seolah-olah hanya memenuhi permintaan administrasi. Saat menjalankan roda negara dan pemerintahan banyak tidak sesuai dengan roadmap dan banyak berubah di tengah jalan tanpa pertimbangan yang adil sehingga terkesan ugal-ugalan.
Begitupun dalam menempuh ketercapaian indeks pertumbuhan manusia, hampir dipastikan Indonesia kalah jauh dari negara-negara Asia Tenggara, apalagi dengan negara di dunia.
Bukan pesismis dan rendah diri, melainkan ini bentuk kritik ke dalam agar menjadi triger untuk spirit maju dan memajukan bangsa ini.
Kunci keberhasilan negara maju sudah dipastikan pada mulanya dari pendidikan warga dan rakyatnya yang berkualitas.
Semakin tinggi pendidikan rakyatnya, semakin tinggi kesadaraan untuk memiliki harapan maju dan memajukan.
Jelas dan tegas dalam ajaran Islam dikatakan bahwa orang-orang berilmu (berpendidikan) akan diangkat drajatnya oleh Sang Pencipta Allah SWT.
Oleh karena itu, masyarakat harus bersuara dan berkata kepada siapa pun mereka yang diamanahi memegang kebijakan negara untuk memprioritaskan pendidikan.
Bila perlu rakyat membuat petisi atau hal lain yang menunjukkan keseriusan terkait memajukan dunia pendidikan sehingga dijadikan program utama dan unggulan.
Resiko yang diterima dalam memajukan pendidikan, sekalipun pahit, harus terus dijalankan sehingga menemukan titik manis yang membahagiakan bangsa, negara, dan rakyat.
Presiden yang akan datang mutlak tanpa kecuali harus menjadikan kursi kekuasaan untuk lebih banyak membangun sumber daya manusia.
Suatu saat bangsa Indonesia memerlukan sumber daya manusia untuk menghadapi berbagai permasalahan. Mereka harus dilatih agar memiliki kesiapan secara komprehensif.
Pemilu jadi momentum untuk presiden dan wakil rakyat agar bisa membuat agreement menjadikan pendidikan sebagai pilar utama kemajuan bangsa dan negara.
Amerika banyak mendatangkan brain power & smart people dari India. Hal itu benar adanya karena India saat awal-awal fokus dan prioritas pada kebijakan pendidikan.
Praktisnya saat itu India membuat sebuah institut teknologi yang mendesain mutu lulusan berkualitas kelas dunia. Oleh karena itu, wajar Amerika Serikat banyak mendatangkan tenaga kerja teknologi dari India.
Bahkan, konon kabarnya bukan hanya Amerika Serikat yang mendatangkan brain power dari India. Saat ini revolusi industri di dunia banyak merekrut pakar IT lulusan institut teknologi India sebagai pemain utamanya. Sangat mengesankan.
Catatan di atas menjadi indikasi bahwa salah satu negara di Asia itu akan menjadi pemain utama dunia di masa mendatang.
Begitupun negara-negara lain yang fokus pada pendidikan berkualitas akan menjadi pemain industri apa pun yang muncul di kemudian hari.
Indonesia akan menjadi bangsa kecil dan tidak berdaya apabila tidak peduli untuk meningkatkan kualitas pendidikan dengan mutu berkelas dunia.
Pendidikan Indonesia bukan sekadar target lulus dan memiliki ijazah. Namun, harus memiliki kompetensi yang tersertifikasi lembaga sehingga diakui oleh dunia internasional.
Pendidikan wajib dipandang oleh negara sebagai sebuah investasi strategis. Masyarakat juga harus menyadari bahwa penting untuk membangun pendidikan berkualitas dengan standar internasional guna membangun suatu bangsa.
Pendidikan berkualitas bukan dihitung dengan banyaknya data lulusan. Apabila pengelola pendidikan hanya orientasi kuantitas lulusan, tidak menjamin kompetensi berstandar masa kini, itu menunjukan kemampuan dan kapasitas manajerial kepemimpinannya setara di bawah standar lokal.
Presiden yang baru benar-benar harus memiliki komitmen mengeluarkan kebijakan standardisasi pendidikan bermutu kelas dunia.
Harus ada kebijakan peningkatan yang mengacu pada penguatan keahlian dan keterampilan standar internasional sesuai dengan level dan jenjangnya.
Keilmuan yang dikembangkan dalam sistem pendidikan Indonesia harus atas dasar kerangka filosofi yang kokoh dan jelas sumbernya.
Pemerataan pendidikan secara umum cukup terpenuhi. Kini saatnya ada pemusatan khusus sekolah atau kampus yang memungkinkan didukung untuk berkompetisi secara terbuka agar bisa meningkatkan mutu dan kualitasnya.
Status swasta dan negeri tidak ada diskriminasi. Mereka diberikan hak sama sesuai dengan ketentuan undang-undang.
Kebijakan pendidikan harus menjadi pusat rujukan kebijakan yang lainnya. Semua unsur bangsa harus mendukung dan memperkuat nilai-nilai sistem pendidikan nasional.
Suka tidak suka, pendidikan di Indonesia melambat dari kemajuan untuk sejajar dengan negara-negara tetangga di Asia Tenggara. Apalagi negara-negara maju.
Bayangkan saja masalah UKT saja difasilitasi pinjaman online. Hal yang lebih mengenaskan konon kabarnya pemilik pinjolnya merupakan negara tetangga yang sangat kapitalis.
Masalah itu seakan-akan menegasikan bahwa pendidikan Indonesia sangat jauh tertinggal. Urusan keuangan kuliah mahasiswa saja harus melibatkan sistem keuangan yang tidak mendidik.
Begitupun kondisi pendidikan yang dikelola oleh masyarakat secara swadaya ada pada situasi yang memprihatinkan. Sangat jauh dari kreativitas apalagi menghasilkan inovasi berkelas dunia.
Untuk memenuhi standar lokal saja masih berat sehingga ujung-ujungnya hanya kegiatan belajar mengajar. Istilahnya mati segan hidup pun enggan.
Keberpihakan negara pada pendidikan sekilas hanya pada kemasan. Amanah undang-undang tentang anggaran 20 persen realisasinya terindikasi tidak terpenuhi.
Selain banyak faktor lain, ada hal pokok yang menjadi penting didesak oleh semua pihak bahwa standardisasi pendidikan dengan level internasional di era global sebuah keniscayaan.
Namun, bukan membeli pengakuan keahlian internasional secara pragmatis dan instan.
Pendidikan nasional kunci kemajuan bangsa dan negara yang harus menjadi amanah utama presdien dan seluruh kekuatan negara ke depan.
Majunya kehidupan bangsa harus mengarah pada peningkatan dan penguatan sumber daya manusia di berbagai aspek kehidupan. Terutama lewat pendidikan yang berkualitas. Wallahu’alam.***