BANDUNGMU.COM – Dalam rangka menjaga ruh gerakan dan nilai-nilai Muhammadiyah tetap berada di jalur pemikiran Kiai Ahmad Dahlan, tantangan terbesar Muhammadiyah saat ini adalah besarnya minat terhadap populisme Islam yang berbasis gerakan hijrah.
Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PP Muhammadiyah Abdul Rohim Ghazali menilai gerakan tersebut mengancam karena menawarkan alam berpikir yang tekstualis, statis, dan parsial.
“Jadi melihat teks-teks suci yang ada di dalam Alquran tanpa imajinasi tentang bagaimana semangat zaman, bagaimana semangat perkembangan kemajuan iptek dan lain-lain. Nah kalau kita memahami secara tekstualis, maka akan ada gap antara teks dengan realitas objektif yang kita hadapi saat ini. Padahal kita tahu sebagian besar dari teks suci, firman Allah itu merupakan refleksi sosiologis dari perkembangan masyarakat yang ada,” jelas Ghazali, dikutip dari laman resmi Muhammadiyah.
“Nah anda bayangkan kalau kita memaknainya secara tekstual, maka sama dengan kita membawa kehidupan masyarakat kita pada era abad ketujuh. Nah inilah yang kemudian mengapa kita banyak mengkritik fenomena hijrah,” imbuhnya dalam diskusi dan peluncuran Jurnal MAARIF Edisi ke-37, Ahad (05/09/2021).
Dampak bahaya cara berpikir tekstualis dapat terlihat pada masa pandemi. Abdul Rohim menilai kelompok ini seringkali membenturkan antara agama dan sains secara tidak proporsional.
Muhammadiyah sendiri menurutnya tidak berpandangan tekstualis. Bagi Abdul Rohim, Kiai Dahlan telah mencontohkan bahwa pemahaman Islam Muhammadiyah adalah senantiasa melihat jauh ke depan dengan pemaknaan yang terus diperbarui sesuai realitas zaman.
“Bagi kita terutama teman-teman yang mengklaim dirinya sebagai bagian dari komunitas muslim berkemajuan, makna hijrah adalah lompatan ke depan, bukan mundur ke belakang. Jadi hijrah yang kita harapkan adalah bagaimana kita melihat masyarakat itu 10, 30, bahkan 100 tahun yang akan datang, apa yang akan terjadi. Jadi pemikiran kita akan kita bawa ke sana,” terangnya.