Oleh: Ace Somantri
BANDUNGMU.COM — Sejarah panjang perjalanan bangsa-bangsa di dunia dengan beragam ras, etnis, suku, dan agama telah membuktikan bahwa manusia pada dasarnya memiliki kecenderungan untuk berkoloni sesuai dengan visi dan misi hidupnya.
Hampir semua negara di dunia mengalami dinamika sejarah yang menyakitkan, baik melalui penjajahan atau kolonialisasi oleh bangsa asing.
Dalam perjalanan sejarah ini, negara-negara menggunakan peralatan perang selama berabad-abad. Mereka saling bersaing dalam kekuatan dan mencapai kemenangan dalam perang. Hal itu pada akhirnya menciptakan negara-negara adidaya atau adikuasa.
Terlepas dari apakah kita suka atau tidak, fakta ini merupakan bagian dari perjalanan sejarah bangsa-bangsa di dunia, termasuk Indonesia yang juga pernah hidup di bawah penjajahan atau kolonialisme bangsa asing.
Perang Dunia I dan Perang Dunia II menunjukkan betapa negara dan bangsa yang terlibat harus menerima konsekuensi yang mengerikan.
Nyawa manusia kehilangan arti, bangunan fisik hancur, dan ketenangan jiwa dan raga terganggu dalam kehidupan sehari-hari selama perang berlangsung.
Terlepas dari alasan apa pun, perang pada dasarnya adalah pertarungan kekuatan. Hakikatnya tidak ada pemenang seperti pepatah mengatakan, “Yang menang jadi arang, yang kalah jadi abu”.
Artinya, semua bangsa atau negara yang terlibat dalam perang mengalami kerugian material dan immaterial. Meskipun beberapa pihak yang terlibat merasa puas, tetapi kepuasan itu hanya bersifat emosional semu. Kemenangan tersebut datang dengan konsekuensi menyakitkan.
Perang yang terjadi setelah beberapa tahun dari Perang Dunia II, baik melibatkan satu negara atau lebih, seperti yang terjadi di Timur Tengah, dapat dikategorikan sebagai perang yang melibatkan banyak negara.
Misalnya, saat Amerika Serikat (AS) menyerbu Irak dengan alasan untuk membasmi negara produsen teroris dan senjata pemusnah massal. Namun, ternyata ada motif politik di balik kebijakan serangan tersebut agar mendapatkan legitimasi dunia.
Berbagai data menunjukkan bahwa serangan AS ke Irak tidak semata-mata untuk melawan teroris atau menghancurkan negara produsen senjata pemusnah massal.
AS dibantu oleh negara-negara sekutunya ketika menyerang Irak. Saat itu, serangan dan penghancuran yang dilakukan oleh AS dan negara-negara sekutunya dilakukan oleh pasukan gabungan yang disebut tentara multinasional atau dalam beberapa kesempatan, pasukan gabungan dari NATO di Timur Tengah.
Dalam perang ini, kedua belah pihak menggunakan peralatan perang canggih. Mereka menggunakan rudal-rudal dari kedua pihak yang menerangi langit gelap dengan percikan api dari badan rudal yang saling menyerang.
Jika AS tidak dibantu oleh negara-negara sekutunya, tidak ada yang tahu kapan perang di Irak akan berakhir. Namun, perang ini jelas bukan perang yang adil dan beradab, melainkan perang yang penuh kekejaman.
Negara-negara muslim pada saat itu merasa lemah dan tidak berdaya. Mereka hanya bisa meratap sambil menahan napas. Jiwa dan raga umat manusia di kota “1001 malam” itu hancur berkeping-keping.
Keindahan yang dulu ada pun segera hilang dalam perang. Irak dan ibu kotanya dihancurkan. Fasilitas publik lumpuh total. Sangat mengerikan.
Terlepas dari apa motif dari perang ini, ketika melibatkan lebih dari satu negara, dapat dikategorikan sebagai perang dunia.
Para ahli memberikan penjelasan bahwa perang dunia melibatkan beberapa negara di seluruh benua. Namun, penting untuk memahami bahwa pendekatan terminologi dan batasan perang dunia tidak harus didasarkan pada aspek demografis dan geografis yang luas.
Karena tidak mutlak, pemahaman tentang perang dunia lebih mengacu pada motif dan orientasi perang yang berskala internasional.
Jika pemahaman tentang perang dunia bersifat mutlak seperti yang dikemukakan oleh para ahli saat itu, kita mungkin tidak akan pernah lagi melihat perang dunia.
Hal ini akan memberi negara-negara yang mengklaim kekuatan untuk dengan semena-mena aneksasi negara-negara yang ingin ditaklukkan dengan berbagai alasan serangan.
Hal ini sangat mungkin terjadi karena banyak negara yang dianeksasi dengan dalih mempertahankan kedaulatan negara.
Bahkan jika kita memahami definisi perang dunia dari sudut pandang lain, Perang Dunia III sebenarnya sudah berlangsung saat ini. Baik itu perang di Timur Tengah maupun perang yang sedang terjadi antara Rusia dan Ukraina di Eropa.
Lebih dari 400 hari, perang antara Rusia dan Ukraina terus berlangsung. Ribuan jiwa tak berdosa hilang. Meskipun ada etika perang yang menuntut warga sipil untuk mengungsi terlebih dahulu. Namun, tak bisa dihindari bahwa korban jiwa tetap ada karena perang bukanlah hal yang mengenal belas kasihan.
Media massa, baik online maupun media sosial, memberikan berbagai informasi terkini dan bahkan menyiarkan secara langsung momen perang di Ukraina. Bahkan, ada tentara yang mengambil foto selfie saat sedang terlibat dalam baku tembak.
Gedung-gedung pencakar langit menjadi sasaran senjata canggih. Rudal-rudal balistik yang memiliki jangkauan dan kekuatan ledak yang mematikan ditembakkan.
Drone tanpa awak menyerang seperti hewan melata yang sulit terdeteksi. Dia melepaskan bom yang menghancurkan tank baja.
Para operator senjata canggih yang berada di balik layar kaca saling melancarkan serangan dan menahan serangan dari musuh. Itulah yang sedang terjadi saat ini di Ukraina.
Perang antara Rusia dan Ukraina melibatkan lebih dari dua negara, meskipun kesan dari beberapa media adalah bahwa Rusia sedang menganeksasi Ukraina.
Namun, di media lain, Rusia berpendapat bahwa mereka mempertahankan kedaulatan negara-negara federasi yang berada di bawah kekuasaannya dan melindungi entitas negara yang ingin bergabung dengan Federasi Rusia secara sah.
Rusia merasa memiliki legitimasi global untuk melakukan serangan terhadap Ukraina dan merasa memiliki kewajiban untuk mempertahankan kedaulatan negara federasi demi hak-hak konstitusional.
Apa yang kita lihat melalui kacamata masyarakat dunia adalah perang antara Rusia dan Ukraina melibatkan beberapa negara. Mereke yang bersekutu dengan Ukraina dan negara-negara federasi yang membantu Rusia.
Hal yang mengerikan adalah bahwa negara-negara yang membantu Ukraina dikabarkan menggunakan perang ini sebagai ajang uji coba akurasi jangkauan dan kekuatan ledak senjata yang mereka produksi, ini benar-benar kejam.
Semoga Allah SWT memberikan pertolongan dan kekuatan kepada orang-orang tak berdosa yang berjuang untuk bertahan hidup. Amin.***