Oleh: Fahrurroji Firman Al-Fajar*
PERGURUAN Muhammadiyah di Kabupaten Garut telah menjadi salah satu elemen penting dalam menggerakkan roda pendidikan berbasis Islam. Dengan total 99 lembaga pendidikan yang tersebar di berbagai jenjang, Muhammadiyah berperan strategis dalam mencetak generasi berilmu dan berakhlak.
Keberadaan 18 sekolah dasar (SD), 15 madrasah ibtidaiyah (MI), 17 sekolah menengah pertama (SMP), 18 madrasah tsanawiyah (MTs), 10 sekolah menengah atas (SMA), 10 sekolah menengah kejuruan (SMK), 8 madrasah aliyah (MA), 2 sekolah luar biasa (SLB), dan 1 pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM) mencerminkan kontribusi besar Muhammadiyah di Garut dalam menyediakan akses pendidikan untuk berbagai lapisan masyarakat.
Selain itu, terdapat juga 4.952 siswa dan 293 guru di jenjang SD, 5.601 siswa dan 455 guru di jenjang SMP/MTs, serta 6.189 siswa dan 499 guru di jenjang SMA/SMK/MA. Data ini menunjukkan bahwa Muhammadiyah tidak hanya menyediakan sarana pendidikan, tetapi memperkuat kualitas pengajaran dengan dukungan tenaga pendidik yang tersebar di berbagai jenjang pendidikan.
Dengan demikian, Muhammadiyah di Garut memegang peranan penting dalam mengembangkan pendidikan berbasis Islam yang dapat berkontribusi pada pembentukan karakter dan kecerdasan anak bangsa.
Namun, di balik angka-angka tersebut, terdapat disparitas kualitas yang perlu dicermati. Sebagian besar lembaga telah terakreditasi kategori B, seperti 12 SD dan 10 MTs, tetapi masih ada lembaga dengan akreditasi C atau bahkan belum terakreditasi. Hal ini menandakan bahwa meski Muhammadiyah memiliki potensi besar, tantangan dalam pengelolaan dan peningkatan mutu pendidikan masih menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.
Sebagaimana yang ditegaskan oleh Haedar Nashir, Muhammadiyah harus selalu berorientasi pada prinsip meritokrasi dan profesionalitas dalam setiap lini kegiatannya, termasuk dalam pengelolaan pendidikan dalam meningkatkan mutu.
Prinsip mengedepankan pendekatan akademis dalam pengambilan keputusan strategis harus menjadi perhatian utama daripada pendekatan kroni (kedekatan pribadi daripada objektivitas dan kompetensi), transaksional atau berdasarkan “saling memberi”, atau bahkan otoritarian, di mana keputusan-keputusan hanya dibuat oleh segelintir orang tanpa melibatkan diskusi atau partisipasi dari pihak yang lebih luas juga dapat menjadi hambatan besar.
Prinsip-prinip meritokrasi dan profesionalitas tersebut dilakukan sebagai upaya mengeliminir managemen konflik berlebihan. Konflik yang tidak terarah dan membabi buta sering kali menyedot “energi kemajuan”. Bahkan sering kali menjadi gurita penyakit yang meluluhlantakan ruhul jihad, persaudaraan, pertemanan, nilai kaderisasi, kehormatan dakwah, dan menjadi inti perpecahan.
Di sisi lain, tantangan integrasi teknologi juga menjadi isu penting yang harus diatasi. Kultur masyarakat Garut yang mulai terbuka terhadap inovasi teknologi seharusnya menjadi peluang untuk menciptakan pembelajaran berbasis digital. Namun, rendahnya tingkat literasi digital di sebagian masyarakat dapat menjadi kendala. Oleh karena itu, diperlukan langkah-langkah strategis seperti peningkatan kapasistas pengelolaan perguruan muhammadiyah dan sinergitas pengelolaan perguruan Muhammadiyah.
Meski demikian, potensi besar Muhammadiyah di Garut tetap menjanjikan. Dengan memperkuat ruh gerakan Islam berkemajuan, pendidikan dapat menjadi sarana dakwah efektif yang tidak hanya mencerdaskan individu, tetapi membangun komunitas yang lebih baik.
Dalam pandangan Ahmad Syafii Maarif, pendidikan Muhammadiyah harus mampu menghasilkan generasi yang tidak hanya memiliki ilmu pengetahuan, tetapi tangguh secara moral dan spiritual. Maka, sinergi antara Muhammadiyah, pemerintah, dan masyarakat menjadi kunci untuk menghadapi tantangan dan memaksimalkan peluang yang ada.
Dalam hal ini, perguruan Muhammadiyah dapat menjadi sarana dakwah yang efektif, dengan memanfaatkan ruh gerakan Muhammadiyah yang menjadi inti dari pendidikan yang diberikan.
Ruh gerakan Muhammadiyah sebagai dasar pendidikan
Ruh gerakan Muhammadiyah yang berorientasi pada Islam berkemajuan menjadi pilar utama dalam pengembangan pendidikan di Garut. Haedar Nashir dalam tulisannya mengemukakan bahwa Muhammadiyah harus selalu berorientasi pada pembaruan dan kemajuan, tidak hanya dalam segi dakwah, tetapi dalam pendidikan.
Pendidikan yang berorientasi pada Islam berkemajuan mengarah pada penciptaan individu yang tidak hanya cerdas dalam ilmu pengetahuan, tetapi berkemampuan untuk memahami dan menghadapi tantangan zaman. Hal ini menuntut pendidikan Muhammadiyah untuk lebih responsif terhadap perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat, dengan terus mengembangkan pendekatan yang relevan dan berwawasan ke depan.
Sebagaimana disampaikan oleh Ahmad Syafii Maarif, pendidikan Muhammadiyah harus memiliki ciri khas berupa integrasi antara ilmu pengetahuan dan nilai-nilai keislaman, di mana keduanya saling melengkapi untuk menciptakan manusia yang berkemajuan.
Sarana dakwah melalui pendidikan
Pendidikan Muhammadiyah di Garut memiliki peran yang sangat penting sebagai sarana dakwah yang berbasis ilmu pengetahuan. Muhammadiyah, sebagaimana dikatakan oleh Amin Abdullah, memandang dakwah bukan hanya sebagai ajakan untuk beragama, melainkan sebagai wahana untuk mengembangkan kualitas hidup masyarakat secara keseluruhan.
Dalam konteks ini, pendidikan menjadi alat untuk mengajarkan nilai-nilai moral dan sosial yang berlandaskan pada ajaran Islam, yang seharusnya mampu membentuk generasi yang tidak hanya berpengetahuan tinggi, tetapi peduli terhadap sesama. Dakwah melalui pendidikan ini mencakup pembinaan karakter dan sikap hidup yang sesuai dengan tuntunan agama yang dapat diwujudkan dalam berbagai kegiatan pendidikan baik formal maupun non-formal.
Rumah kaderisasi
Dengan jumlah lembaga pendidikan yang signifikan, Muhammadiyah di Garut juga memiliki potensi besar dalam mencetak kader-kader Islam berkemajuan. Pendidikan Muhammadiyah di Garut dapat menjadi rumah kaderisasi yang tidak hanya mengutamakan kecerdasan intelektual, tetapi pembentukan karakter dan moral yang sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Kuntowijoyo, pendidikan harus mampu mengembangkan dua dimensi, yaitu dimensi intelektual dan dimensi moral-spiritual, yang keduanya saling mendukung untuk membentuk pribadi yang unggul.
Pendidikan untuk perbaikan kualitas hidup umat
Pendidikan Muhammadiyah di Garut juga memiliki potensi besar untuk memperbaiki kualitas hidup umat. Hal ini sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menegaskan bahwa pendidikan bertujuan untuk memandirikan dan memberdayakan manusia untuk berkontribusi pada masyarakat.
Muhammadiyah sebagai organisasi sosial-keagamaan telah menjadikan pendidikan sebagai sarana untuk memberdayakan umat sehingga lembaga-lembaga pendidikan Muhammadiyah di Garut tidak hanya menjadi tempat untuk memperoleh pengetahuan. Namun, tempat untuk membawa perubahan sosial yang lebih baik.
Pendidikan yang diberikan di Muhammadiyah dapat memperbaiki kualitas hidup umat dengan memberikan pemahaman yang holistik tentang hidup, baik dari aspek agama, moral, maupun sosial.
*Sekretaris Majelis Dikdasmen dan PNF Muhammadiyah Garut