PMB Uhamka
Islampedia

Tauhid Murni Mampu Melahirkan Pandangan dan Sikap Merdeka

×

Tauhid Murni Mampu Melahirkan Pandangan dan Sikap Merdeka

Sebarkan artikel ini
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu'ti (Foto: muhammadiyah.or.id).

BANDUNGMU.COM, Bandung — Tauhid murni sebagai karakter pertama dari Islam berkemajuan, menurut Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti melahirkan manusia yang memiliki pikiran (pandangan dan sikap terbuka) merdeka.

Jika ada penjajahan, menurut Abdul Mu’ti, bertentangan dengan tauhid. Satu-satunya atasan berhak disembah oleh manusia hanyalah Allah sehingga apabila ada makhluk menindas makhluk itu menyalahi tauhid murni.

“Oleh karena itu, menurut saya Pembukaan UUD 45 itu alenia satu adalah tauhid. Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa dan oleh karena itu penjajahan di atas muka bumi harus dihapuskan,” ungkap Abdul Mu’ti seperti bandungmu.com kutip dari laman resmi Muhammadiyah, Senin 03 April 2023.

Baca Juga:  Resmi Diluncurkan, Fakultas Kedokteran UM Metro Siap Mencetak Dokter Berkualitas

Guru Besar Pendidikan Islam ini menambahkan, tauhid murni juga melahirkan manusia yang optimis karena mereka meyakini Allah adalah Tuhan segala-galanya. Pada setiap kesulitan pasti ada kemudahan, selain itu Allah juga Mahakaya.

Karena kuatnya optimisme di warga Muhammadiyah, Abdul Mu’ti berseloroh terkadang sulit membedakan antara nekad dan jihad.

Pasalnya, tidak sedikit warga Muhammadiyah yang ingin membangun sebuah amal usaha Muhammadiyah (AUM) dengan modal pas-pasan. Namun, berani memulai meski ada yang selesai tepat ataupun lambat.

Baca Juga:  Rektor UIN Bandung Tekankan Pentingnya Profesionalisme Pembimbing Haji dan Umrah

Pada sisi yang selanjutnya, tauhid murni juga melahirkan manusia yang egaliterianisme kemanusiaan. Untuk yang ini, imbuh Abdul Mu’ti, sangat terlihat jelas di tubuh Muhammadiyah.

Di Muhammadiyah tidak ada klasifikasi yang sifatnya feodalistik. Meskipun demikian, sesama warga Muhammadiyah tetap saling menghormati.

“Termasuk ketika memilih pimpinan tidak pernah ditanya silsilahnya sampai KH Ahmad Dahlan atau tidak, apalagi ditanya silsilahnya sampai Nabi Muhammad. Yang dilihat adalah dia punya integritas, dia punya kompetensi, dan berbagai aspek lain yang mendukung bagaimana dia menjadi seorang leader yang baik,” imbuh Abdul Mu’ti.

Baca Juga:  UM Bandung Jadi Tuan Rumah Penyelenggaraan Uji Kompetensi Wartawan Angkatan 10

Egaliterianisme kemanusiaan menjadikan interaksi yang dibangun sesama manusia tetap menghormati, tetapi bukan penghormatan yang feodalistik.

Melainkan penghormatan sebagai amalan dari sifat akhlakul karimah. Abdul Mu’ti menyebut bahwa egaliterianisme ini juga menjadi salah ciri dari komunitas yang maju.

“Orang yang berkemajuan itu menggeser supremasi seseorang, dari supremasi yang bersifat nasabiyah (pernasaban) ke arah supremasi yang bersifat amaliah,” tandas Abdul Mu’ti.

Namun, menurut Abdul Mu’ti bukan berarti diperbolehkan menghapus pernasaban seseorang. Bagaimanapun nasab atau silsilah keluarga harus tetap dijaga.***

PMB Uhamka