UMBandung
Islampedia

Keyakinan Muhammadiyah Soal Hari Kiamat dan Kemunculan Imam Mahdi

×

Keyakinan Muhammadiyah Soal Hari Kiamat dan Kemunculan Imam Mahdi

Sebarkan artikel ini
Foto: pexels.com.

BANDUNGMU.COM, Bandung — Bagaimana keyakinan dan penjelasan Muhammadiyah tentang tanda-tanda kiamat yang banyak dijelaskan oleh hadis seperti turunnya Nabi Isa AS, munculnya Imam Mahdi, Dajal, dan Ya’juj-Ma’juj? Simak ulasan berikut.

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Izinkan saya seorang kader muda Muhammadiyah memohon fatwa kepada Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah berkenaan dengan perkara-perkara berikut:

Pertama, bagaimana pandangan keyakinan (i’tiqad) Muhammadiyah mengenai tanda-­tanda hari kiamat, seperti turunnya kembali Nabi Isa AS, kemunculan Dajal, dan Ya’juj Ma’juj? Kedua, bagaimana i’tiqad Muhammadiyah mengenai Imam Mahdi yang akan muncul bersamaan dengan turunnya Nabi Isa AS? Ketiga, saya mempunyai teman yang sering merasakan seperti ada yang menetes dari kemaluannya pada waktu shalat. Bagaimana hukumnya?

Demikan, mohon kiranya Majelis Tarjih dan Tajdid berkenan menjawabnya. Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Luqman Amirudin Syarif

Disidangkan pada Jumat 23 Muharram 1429 H/1 Februari 2008 M dan 9 Rabiul Awal 1430 H/6 Maret 2009 M

Jawaban

Sehubungan dengan pertanyaan pertama, yaitu tentang tanda-tanda hari kiamat, kalau tanda-tanda itu diterangkan oleh dalil-dalil Al-Quran dan hadis-hadis yang mutawatir, Muhammadiyah meyakininya karena sesuai dengan manhaj yang dipegang Muhammadiyah, menyangkut soal i’tiqad (keyakinan), dalilnya harus mutawatir.

Turunnya Nabi Isa AS pada akhir zaman tidak diterangkan oleh Al-Quran dan juga oleh hadis-hadis yang mutawatir, tetapi oleh hadis sahih saja. Di dalam Al-Quran surah Ali Imran (3) ayat 55 Allah SWT berfirman:

“(Ingatlah) ketika Allah berfirman, “Hai Isa, sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku … ” (QS Ali Imran [3]: 55)

Sehubungan dengan ayat ini, sebahagian mufassir/para ulama berpendapat dengan menakwilkan ayat tersebut dengan apa yang diistilahkan mereka dengan “taqdim ta’khir” (mendahulukan dan mengemudiankan) diberikan arti sebagai berikut:

إِنِّي رَافِعَكَ إِلَيَّ وَمُطَهِّرُكَ مِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا وَمُتَوَفِّيكَ بَعْدَ أَنْ تَنْزِلَ مِنَ السَّمَاءِ، أَيْ أَنَّهُ رَفَعَهُ إِلَى السَّمَاءِ حَيًّا بِجِسْمِهِ وَرُوحِهِ وَسَيَنْزَلُ فِي آخِرِ الزَّمَانِ، فَيَحْكُمُ بِشَرِيعَةِ الإِسْلاَمِ ثُمَّ يُمِيتُهُ اللهُ.

“Sesungguhnya Aku (Allah) mengangkatmu kepada-Ku, mensucikanmu dari (tipu daya) orang-orang kafir ,dan (Aku) mewafatkan kamu sesudah kamu turun dan langit,” artinya bahwasannya Allah mengangkatnya ke langit dalam keadaan hidup jasad dan ruhnya dan kelak dia akan turun pada akhir zaman, lalu dia menghukum dengan syariat Islam kemudian Allah mematikannya.

Pendapat ini untuk menampung sejumlah hadis sahih yang mengatakan bahwa Isa AS  akan turun ke bumi pada akhir zaman, sekalipun hadis-hadis itu tidak sampai kepada derajat mutawatir.

Adapun sebahagian mufassir/ulama yang lain berpendapat bahwa yang dimaksud dengan perkataan “التوفى” (diwafatkan) adalah الأَمَاتَةُ اْلعَادِيَةُ yang artinya kematian biasa (fisik), sedangkan “الرفع” adalah رَفْعُ الرُّوحِ وَاْلمَكَانَةِ لاَ اْلمَكَانَ كَمَا قَالَ تَعَالَى فَي شَأْنِ إِدْرِيسَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ: وَرَفَعْنَاهُ مَكَانًا عَلِيًا , yang artinya pengangkatan ruh (Isa) dan kedudukannya, bukan tempat (dalam arti fisik) sebagaimana firman Allah SWT mengenai keadaan Nabi Idris AS: “Dan telah kami angkat dia (Idris) dalam kedudukan yang tinggi (mulia)

Baca Juga:  Korupsi di Indonesia Semakin Mengakar dan Sistemik

Dalam masalah Isa AS ini Muhammadiyah condong kepada pendapat yang kedua dan memandang tidak perlu adanya “taqdim dan ta’khir” karena tidak ada kerumitan dalam memahami ayat 55 surah Ali lmran di atas, dengan meminjam ucapan pengarang Tafsir Al-Manar:

إِنَّ مُخَالَفَةَ التَّرْتِيبِ فِي الذِّكْرِ لِلتَّرْتِيبِ فِي اْلوُجُودِ لاَ يَأتِي فِي اْلكَلاَمِ الْبَلِيغِ إِلاَّ لِنَكْتَةٍ، وَلاَ نَكْتَةَ هَذَا لِتَقْدِيمِ التُّوُفِّيِ عَلَى الرَّفْعِ إِذْ الرَّفْعُ هَوَ اْلأَهَّمُ لِمَا فِيهِ مِنَ اْلبِشَارَةِ بِالنَّجَاةِ وَرِفْعَةِ اْلمَكَانِ.

“Bahwa perbedaan tertib (urutan) dalam sebutan itu untuk memberi pengertian tertib dalam wujudnya tidak tampil dalam perkataan yang balig, kecuali karena ada kerumitan, dan di sini tidak ada kerumitan untuk mendahulukan kematian atas pengangkatan, justru pengangkatan itu yang lebih penting karena di dalamnya mengandung berita gembira dengan kemenangan dan tinggi kedudukan itu.”

Mengenai kemunculan Dabbah dan Ya’juj Ma’juj, hal itu diyakini sepenuhnya oleh Muhammadiyah karena diterangkan oleh Al-Quran, masing­-masing dalam surah An-Naml ayat 82 dan dalam surah Al-Anbiya ayat 96-97, sekalipun secara mujmal dan mubham tanpa ada rinciannya.

Sementara itu, dajal, tidak disebutkan dalam Al-Quran, tetapi disebutkan dalam hadis-hadis sahih dan hampir mendekati derajat mutawatir atau paling tidak bersifat masyhur.

Mengenai pertanyaan kedua, sebelum kami menegaskan keyakinan Muhammadiyah terhadap Imam Mahdi yang akan muncul pada akhir zaman, perlu Anda ketahui bahwa paham tentang adanya Imam Mahdi berkembang dalam kalangan Syiah Imamiyah.

Menurut Syiah Imamiyah, pada akhir zaman akan datang seorang khalifah yang adil dari keturunan Ali bin Abi Thalib RA dengan nama-nama Mahdi, yang akan berkuasa di seluruh dunia Islam.

Paham tentang Imam Mahdi pada mulanya termasuk rekayasa dan strategi Syiah Imamiyah untuk mengimbangi kerajaan Bani Umayyah yang memerintah dengan penuh penindasan kepada pengikut Ali bin Abi Thalib pada waktu itu.

Sementara menunggu munculnya Imam Mahdi, dunia ini dipimpin oleh tokoh-tokoh spiritual Syiah yang kasat mata (rijalul qhaib) yang susunannya terdiri dari seorang Quthub atau Qhaus yang diberi nama Insan Kamil, empat orang Autad sebagai menteri, tujuh orang Abdal, dua belas orang Nukaba, dan tiga ratus orang Nujaba.

Dengan mudah dapat dibantah bahwa kerajaan batin itu yang dikendalikan oleh orang-orang kasat mata tersebut (rijalul qhaib) pada hakikatnya tidak ada, itu hanya imajinasi orang Syiah, tidak bisa diterima oleh akal dan naql (Syara).

Baca Juga:  Keren Banget! Neisa Raih IPK Tertinggi pada Wisuda Virtual UM Bandung

Begitu pula dengan Imam Mahdi yang dalam masyarakat Jawa disebut Ratu Adil. Muhammadiyah tidak meyakini adanya Imam Mahdi karena tidak berdasar kepada dalil-dalil yang mutawatir.

Menurut Ibnu Khaldun, bahwa cerita tentang Imam Mahdi sangat simpang siur sumbernya dari golongan Syiah, tidak jelas ujung pangkalnya.

Soal Imam Mahdi oleh musuh-musuh Islam dipakai sebagai senjata untuk merusak Islam, seperti adanya klaim dari Mirza Ghulam, di samping sebagai Nabi juga sebagai Mahdi.

Memang terdapat beberapa riwayat yang dinilai bertolakbelakang dan ternilai dhaif dengan kebanyakan riwayat yang membicarakan seputar masalah ini. Riwayat-riwayat yang lemah dan bertolakbelakang dengan riwayat-riwayat yang kuat itu di antaranya:

عَنْ ثَوْبَانَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِذَا رَأَيْتُمُ الرَّايَاتِ السُّوْدِ قَدْ جَاءَتْ من قِبَلِ خُرَاسَانَ فَأْتُوهَا فَإِنَّ فِيْهَا خَلِيْفَةُ اللهِ اْلمَهْدِيِّ. [رواه أحمد]

Diriwayatkan dari Tsauban, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Apabila kalian melihat panji-panji hitam datang dari Khurasan maka datangilah meskipun dengan merangkak di atas es karena di dalamnya ada khalifah Allah, (yaitu) Al-Mahdi.” (HR Ahmad).

Dalam sanad riwayat ini terdapat Ali bin Zaid yang dinilai oleh para ulama kritikus hadits sebagai daif. Bahkan ia banyak memiliki riwayat munkar yang hanya diriwayatkan olehnya. Jadi, keseluruhan periwayatannya tidak bisa dijadikan argumen.

Hadits ini juga digunakan oleh Bani Abbas (Dinasti Abbasiyah) sebagai justifikasi bahwa Al-Mahdi akan muncul dari kelompok mereka. Keyakinan mereka ini bertentangan dengan banyak riwayat yang lebih kuat bahwa Al-Mahdi yang sebenarnya akan muncul dari keturunan Nabi (ahlu bait) yang mempunyai nama yang sama dengan Nabi dan nama bapak Nabi, yakni Muhammad bin Abdullah.

Namun, jika ditelisik lebih seksama ternyata banyak ulama seperti Al-Hafizh Abu Hasan Al-Abiri dan Imam Asy-Syaukani juga Ibnu Taimiyah dan muridnya Ibnu Al-Qayim Al-Jauziyah berpendapat bahwa hadis-hadis yang membicarakan tema ini memang mayoritas derajatnya ahad.

Namun, jika ditinjau secara menyeluruh akan ditemukan kandungan satu hadits mendukung hadits lain. Baik kandungan khusus (seperti hadis yang menceritakan ciri-ciri fisik Al-Mahdi) maupun kandungan umum.

Terkadang ada hadits yang membicarakan asal usulnya (Al-Mahdi) dari keturunan Nabi SAW, lalu ada hadis lain yang menerangkan kondisi kehidupan saat Al-Mahdi memimpin.

Jika kita urutkan, kita akan dapati semacam keselarasan yang sama-sama menerangkan bahwa Al-Mahdi akan keluar di akhir zaman (kandungan umum).

Dengan demikian dari segi kandungan khusus, hadis semisal yang menerangkan ciri fisik Al-Mahdi berstatus ahad. Namun, dari segi kandungan umum, hadis ini adalah mutawatir ma’nawi. Derajat mutawatir ma’nawi ini telah menjadi ijmak ulama untuk menerimanya.

Baca Juga:  Aktivitas di Lingkungan Muhammadiyah Bersendi Wahyu dan Berambu Akhlak

Di antara beberapa riwayat mutawatir ma’nawi itu ialah;

عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ قالَتْ: سَمِعْتُ رَسُولَ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «المَهْدِيُّ مِنْ عِتْرَتِي مِنْ وَلَدِ فَاطِمَةَ. [رواه أبو داوود]

Diriwayatkan dari Ummu Salamah, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Al-Mahdi berasal dari keluargaku dari anak Fatimah.” (HR Abu Dawud).

عَنْ عَبْدِ اللهِ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَوْ لَمْ يَبْقَ مِنَ الدُّنْيَا إلاَّ يَوْمٌ لَطَوَّلَ اللهُ ذَلِكَ الْيَوْمَ ثُمَّ اتَّفَقُوا حَتَّى يَبْعَثَ رَجُلاً مِنِّي أوْ مِنْ أهْلِ بَيْتِي يُوَاطِىءُ اسْمُهُ اسْمِي وَاسْمُ أبِيهِ اسْمَ أبِي. [رواه أبو داوود]

Diriwayatkan dari Abdullah, dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Seandainya dunia hanya tinggal sehari, Allah pasti akan memanjangkan hari itu sampai Allah mengutus seorang laki-laki dariku atau dari keluargaku yang namanya sama dengan namaku dan nama ayahnya sama dengan nama ayahku.” (HR Abu Dawud).

Imam Asy-Syaukani berpendapat, “Hadis-hadis mengenai kedatangan Al-Mahdi Al-Muntazhar yang bisa diteliti sebanyak lima puluh. Di antaranya ada yang sahih, hasan, dan dhaif. Riwayat-riwayat ini mutawatir tanpa ada keraguan dan kerancuan di dalamnya.” (Shadiq Hasan Khan dalam Al-Idza’ah: 113-114 menukil dari Al-Taudhih fi Tawatur Ma Ja’a fi Al-Mahdi Al-Muntazhar wa Al-Dajjal wa Al-Masih oleh Imam asy-Syaukani).

Berdasarkan keterangan di atas, kami berpendapat bahwa keyakinan terhadap Al-Mahdi merupakan bagian dari keyakinan terhadap hal-hal gaib adalah benar menurut hadis-hadis mutawatir ma’nawi.

Namun, terkait dengan fenomena munculnya klaim-klaim dari pihak-pihak tertentu yang mengaku-aku sebagai Al-Mahdi, kami menyarankan agar umat Islam berhati-hati dan tidak mudah percaya pada klaim-klaim seperti tersebut di atas yang tidak jelas kebenarannya.

Umat Islam hendaknya bersikap kritis dan terus mengkaji persoalan-persoalan seperti ini melalui sumber-sumber yang jelas, yakni Al-Quran dan As-Sunnah.

Selanjutnya, menjawab pertanyaan ketiga, menurut hemat kami sesuatu yang menetes itu boleh jadi sisa atau bakal air kencing yang tertahan dalam ujung kantong kemih.

Oleh sebab itu, sebaiknya ia memeriksa apakah ada bekasnya atau tidak. Kalau ada bekas dan hal itu diyakini, shalatnya batal dan harus diulang kembali sesudah membersihkan kemaluannya dengan air serta mengganti pakaian dalamnya karena air kencing itu adalah najis serta berwudu kembali kemudian mengerjakan shalat dimulai dari awal.

Kami juga menyarankan agar teman saudara itu memeriksa dengan cermat, apakah hal itu juga sering dirasakan di luar shalat, karena mungkin saja ada kelainan atau gangguan kesehatan yang perlu diperiksa oleh dokter.***

__

Sumber: Majalah SM No 7 Tahun 2009

Editor: FA

PMB UM Bandung