PMB Uhamka
Sosok

Ahmad Dahlan: Pribadi yang Luas dalam Pergaulan dan Pembaca Buku yang Andal

×

Ahmad Dahlan: Pribadi yang Luas dalam Pergaulan dan Pembaca Buku yang Andal

Sebarkan artikel ini
Pendiri Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan (Foto: PWMU.CO)

BANDUNGMU.COM, Bandung — Begitu banyak KH Dahlan menapaki jejak pemikiran-pemikiran sarjana Muslim. Dari mulai Imam Syafii, Imam al-Ghazali, Ibnu Taimiyah, sampai Muhammad Abduh dan Jamaluddin al-Afghani.

Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir mengungkapkan bahwa persentuhan Kiai Dahlan dengan ragam buah karya sarjana Islam tersebut melahirkan kekhasan dalam pemikirannya.

“Rujukan-rujukan itu memberi warna dan inspirasi bagi KH Ahmad Dahlan. Tetapi beliau juga sosok yang cerdas, sosok yang berpikir cemerlang, memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi. Sehingga ketika di belakang hari beliau bersentuhan dengan berbagai pihak, selalu ada inspirasi baru,” Haedar Nashir.

Ketika KH Ahmad Dahlan berkunjung ke Solo dan memerhatikan aktivitas kepanduan, beliau mendirikan Hizbul Wathan. Saat berdiskusi dengan pastur Romo Van Lith yang memberinya inspirasi untuk membangun harmoni antar-umat beragama. Saat mendirikan PKO, KH Ahmad Dahlan tak canggung melibatkan dokter dari Belanda.

Begitu pula ketika KH Ahmad Dahlan bergaul dengan tokoh-tokoh Boedi Oetomo yang memberinya inspirasi mengelola organisasi. Bahkan pernah berbincang dengan tokoh-tokoh yang berpandangan sosialis sekalipun seperti Semaun.

Baca Juga:  Cara Yasinan Orang Muhammadiyah

Pergaulan KH Ahmad Dahlan yang luas, kata Haedar, memberikan karakter kuat pada dirinya. Ia sosok yang mau dan mampu bergaul dengan siapa pun dan kelompok mana pun.

“Artinya KH Ahmad Dahlan memiliki radius pergaulan yang sangat luas. Dan dari momentum itu Muhammadiyah mampu bersamaan dengan Boedi Oetomo, termasuk dalam menyebarkan majalah Suara Muhammadiyah yang didirikan tahun 1915,” tutur Guru Besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini.

Dengan demikian, tegas Haedar, KH Ahmad Dahlan sebagai pendiri Muhammadiyah merupakan sosok yang sejak awal memiliki pemikiran yang cerdas, haus akan ilmu pengetahuan, dan memiliki rujukan yang padat referensi. Dengan segudang kelebihan tersebut, KH Ahmad Dahlan tetap merupakan tokoh pembaharu yang memiliki alam pemikiran yang merdeka.

“Dalam rentang usia yang sebenarnya masih belia, yaitu 55 tahun, tetapi dengan kecerdasannya mampu mempelopori sejumlah pembaruan pemikiran keislaman dan praktek Islam yang tajdid,” tutur Haedar.

Buku-buku yang Dibaca KH Ahmad Dahlan

KH Ahmad Dahlan lahir di Kauman (Yogyakarta) pada 1968. Semenjak kecil, KH Ahmad Dahlan diasuh dan dididik sebagai putra kiai. Pendidikan dasarnya dimulai dengan belajar membaca, menulis, mengaji Al-Quran, dan kitab-kitab agama. Pendidikan ini diperoleh langsung dari ayahnya yaitu Kiai Abu Bakar.

Baca Juga:  Ramadhan KH, "Priangan Si Jelita", dan Biografi Soeharto

“Muhammadiyah lahir tidak lepas dan bahkan dibidani serta memperoleh inspirasi yang kuat dari tokoh sentral pendirinya yakni KH Ahmad Dahlan. Beliau merupakan sosok santri yang dasar pendidikan agamanya adalah tradisional,” ungkap Haedar Nashir.

Meskipun berlatar belakang tradisional, Haedar mengungkapkan KH Ahmad Dahlan justru menjadi tokoh pembaharu paling penting pada awal abad ke-20. Dalam perjalanan hidupnya, KH Ahmad Dahlan dua kali bermukim di Makkah. Di sana, ia mendapatkan banyak inspirasi serta wawasan yang semakin luas dalam memandang dunia.

“Darwis yang menjadi KH Ahmad Dahlan telah menjadi tonggak baru dalam sejarah pergerakan Islam di awal abad ke-20. Dengan latar belakang kehidupan Kauman, Yogyakarta, yang juga melekat dengan Kraton, KH Ahmad Dahlan tidak lepas dari budaya Jawa,” kata Haedar.

Latar belakang budaya ini telah menjadi kekhasan KH Ahmad Dahlan sebagai tokoh Islam dan tokoh pembaharu yang memberikan warna pada pergerakan Muhammadiyah.

Baca Juga:  Resolusi Tahun 2023, Mahasiswa UM Bandung Ini Ingin Jadi Pribadi Yang Lebih Positif Hingga Traveling Sendiri

Menurut Haedar, dalam akidah, KH Ahmad Dahlan beraliran Ahlussunah wa al-Jamaah, dalam fikih merujuk pada Imam Syafii dan Hambali. Namun, beliau juga beririsan dengan pemikiran Salafiyah yang diperkenalkan Ibnu Taimiyah melalui kitab-kitabnya.

Namun, Haedar menegaskan bahwa KH Ahmad Dahlan lebih banyak meluangkan waktunya membaca tulisan-tulisan Muhammad Abduh. Di antaranya, Tafsir Juz ‘Amma, Tafsir Al-Manar, Al-Islam wa al-Nashraniyah, dan Risalat al-Tauhid. Selain karya Abduh, KH Ahmad Dahlan juga membaca tulisan-tulisan Jamaluddin al-Afghani yang dimuat di Jurnal al-Urwah Al-Wustha.

Pemikiran-pemikiran KH Ahmad Dahlan bersentuhan dengan ilmu tasawuf terutama melalui alam pikiran Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali. Tak lupa pula KH Ahmad Dahlan membaca tulisan Ibnu Batutah yang merupakan laporan perjalanannya keliling dunia dalam kitab Kanz al-Ulum. Bahkan ia sempat menikmati tulisan Rahmatullah Al-Hindi.

“Pemikiran-pemikiran KH Ahmad Dahlan tentu terus berkembang sesuai dengan interaksi beliau ketika di Makkah, termasuk berguru kepada Syaikh Ahmad Khatib al-Minangkabawi. Tentu rujukan-rujukan tersebut memberi warna pada alam pikiran KH Ahmad Dahlan,” tegas Haedar.***

PMB Uhamka