Oleh: Ace Somantri, Dosen UM Bandung
BANDUNGMU.COM — Alif ba ta tsa dan ba bi bu be bo, belajar membaca, semua mengalaminya. Perjalanan hidup manusia di dunia berjalan panjang. Silih berganti generasi.
Awal kehidupan pasti banyak kisah, khusuanya banyak hal ihwal yang dapat diketahui. Siapa ibu dan bapaknya serta perlahan mengetahui apa saja yang ada dalam tubuhnya. Selain itu, siapa saja yang dekat menyayangi dirinya.
Dari hari ke hari, pada putaran waktu, semakin menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan tingkat stimulasi sejak dini hingga saat ini manusia mencapai dewasa.
Kita semua tidak lupa, siapa pun mereka yang lahir dari rahim ibundanya pasti itu bagian dari sejarah hidupnya. Bahwa guru pertama di dunia ini adalah sang ibunda yang melahirkan kita. Lahir dalam kondisi apa pun, mereka tetap orang tua dan guru pertama.
Siapa pun mereka yang hidup di dunia sejak Adam AS dan Hawa, mereka mulai mengenal sesuatu apa yang dirasakan oleh semua pancaindera menjadi awal dari semua pengetahuan berdasar inderawi pada alam.
Semua sejarawan dunia mengakui ilmu yang berkembang base on inderawi semua dari peristiwa alam semesta.
Dari alam semesta manusia banyak mengetahui hal. Dari alam manusia menjadi bangsa dan negara yang tumbuh dan berkembang. Dari alam juga makhluk selain manusia dapat hidup dan berkembang biak.
Alam semesta raya menghampar luas sejauh padangan mata. Segala hal yang terlihat memperkaya khazanah berbagai varian ilmu.
Alamku guruku
Semua meyakini alam tidak selalu identik dengan fisik hamparan lahan yang tumbuh rumput dan ilalang. Namun, batasan ruang dan waktu yang terlewati oleh manusia pun bagian dari makna alam.
Maka ada kalimat yang sering terlontar dari: “Pengalaman adalah guru yang paling berharga.” Kalimat tersebut dapat dipahami bahwa perjalanan waktu yang dilalui dan ruang-ruang yang pernah disinggahi pasti menjadi sumber inspirasi penambah nutrisi pengerahuan.
Pada ruang dan waktu pasti banyak peristiwa yang terjadi. Rangkaian hasil penglihatan dan pendengaran akan tertampung menjadi tumpukan kosakata.
Kosakata itu dalam waktu tertentu ditata dalam susunan fuzel hingga menjadi konsep dan gagasan yang mampu mengurai persoalan yang muncul.
Alamku memang guruku dan guru kita semua. Di mana pun aku berjalan dan singgah di situ juga guruku hadir. Hidup di alam, berasal dari alam, dan di alam banyak mengetahui banyak hal.
Memang dia bukan manusia, tetapi alam tak pernah alfa mengajarkan kemanusiaan. Namun, ada manusia yang sering tidak bersahabat dengan alam. Mereka menghancurkan ekosistem alam hingga binasa tak tersisa.
Hadirnya alam salah satu makhluk yang diciptakan oleh Tuhan untuk memberi tanda akan kekuasaan dan kebesaran-Nya.
Semakin mensyukuri akan hadirnya alam, alam pun akan memberi petunjuk kepada jalan kemakmuran dan kesejahteraan bagi siapa pun yang menghormatinya.
Berkah alam
Dalam kacamata narasi bencana, alam sering menjadi tertuduh seolah-olah pemberi bencana. Kata “bencana alam” kerap kali disematkan menjadi kosakata yang lumrah.
Namun, jarang orang mengungkap kata “berkah alam”. Mereka khawatir kepeleset tauhid mendekati pada sikap keluar dari nilai-nilai teologis karena berkah hanya milik Allah SWT, bukan milik alam.
Dari alam banyak ibrah dan hikmah. Peristiwa-peristiwa alam menjadi sumber pengetahun. Secara kontekstual yang terjadi di alam dalam bentuk kejadian apa pun tetap menjadi petunjuk (huddan) kebaikan untuk keselamatan manusia di dunia dan akhirat.
Dalam ajaran Islam dikenal “ayat kauniyah” yakni petunjuk aturan dari Allah SWT melalui fenomena fisik alam semesta yang bisa manusia rasakan dan saksikan.
Sifat alam akan memberi petunjuk harmonisasi hidup dunia. Bahkan deskripsi akan sebuah taman surgawi diilustrasikan pada situasi dan kondisi alam.
Wajar ada orang yang mengatakan “pengalaman” dikatakan sebagai guru. Seseorang banyak berubah sikap dan perilakunya dengan senantiasa berupaya memperbaiki segala hal yang sudah dilalui kala terindikasi ada kesalahan. Bahkan kelebihan pun dijadikan rujukan untuk perbaikan dan peningkatan kualitas.
Alam faktanya sudah banyak menggurui, mulai dari kehidupan hewan, tumbuhan, air, angin atau udara, cahaya atau sinar serta panas matahari. Termasuk soal segala macam ragam hewani, nabati, hayati, dan makhluk hidup di daratan dan lautan.
Terima kasih alamku. Semoga tetap mencerahkan hidup manusia di mana pun berada. Maafkan sahabat dan saudara kami kala tidak bersahabat denganmu.
Hamparan hijaumu menyejukkan dan menenteramkan hati. Langit birumu selalu membuat optimis dalam visi hidupku. Mentari cahayamu senantiasa memberi energi dalam langkah juangku.
Rembulan malammu memberi cahaya dalam kegelapan hidupku. Engkau lebih dari sekedar guru. Engkau mahaguru bagi setiap manusia yang hidup di muka bumi. Wallahu’alam.***