BANDUNGMU.COM – Keberhasilan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menjadi megah dan berkualitas hingga menduduki peringkat pertama universitas Islam terbaik dunia versi UniRank ternyata tidak ditempuh dari profesionalisme saja, tetapi melibatkan sisi-sisi ruhaniyah.
Mantan Rektor UMM yang kini menjabat sebagai Menko PMK RI Muhadjir Effendy mengungkapkan kisah keberhasilan UMM itu sekaligus ditujukan sebagai pesan kepada Rektor UMKU dan para rektor Universitas Muhammadiyah lainnya.
“Bagaimanapun ikhtiar kita, usaha kita, akhirnya juga harus bersandar kepada Tuhan, kepada Allah. Jadi kan di dalam ilmu administrasi ada namanya bounded rationality. Jadi bagaimanapun, rasionalitas itu terbatas,” tuturnya dalam Kuliah Umum di Universitas Muhammadiyah Kudus (UMKU), Sabtu (11/09/2021), dikutip dari laman resmi Muhammadiyah.
“Oleh karena itu kita jangan lupa untuk selalu dekat dengan yang membikin hidup. Terutama ketika diberi amanah, apakah itu amanah Muhammadiyah ataupun amanah pemerintahan. Mungkin sebagian besar apa yang kita lakukan itu di luar akal kita dan menjadi urusannya Tuhan. Kalau kita dekat dengan Tuhan Insyaallah kita akan dibimbing, diarahkan, dan selalu diberi keuntungan,” imbuhnya.
Muhadjir lantas mengisahkan bahwa dirinya membangun UMM selama 32 tahun bersama mendiang almarhum Malik Fadjar dari posisi yang sangat bawah, kecil, dan tidak diperhitungkan oleh masyarakat.
Namun, karena adanya kekuatan spiritual yang terjaga, Muhadjir menyebut energi untuk memajukan UMM selalu menemukan jalan yang tepat. Bahkan, pembangunan UMM secara mandiri saat itu dilakukan ketika Indonesia sedang terjadi krisis moneter. Muhadjir juga mengaku sering bermalam di kampus selama menjabat sebagai Rektor.
“Yang saya sarankan, kalau jadi pimpinan Universitas Muhammadiyah Kudus ini, rajin-rajinlah salat malam di kampus. Jadi, jangan salat malam di rumah (saja). Kalau salat malam di rumah itu berkahnya hanya di rumah. Namun kalau salat malam di kampus, berkahnya juga di kampus dan juga di rumah,” pesannya.
Selain menjaga sisi spiritualitas, Muhadjir juga berpesan agar para rektor memperhatikan hal detail dan sering turun ke lapangan memantau keadaan kampus, pegawai, dan mahasiswanya.
“Jangan gengsi. Jadi kalau pemimpin itu, rektor sekali-kali nyapu di kampus, jangan merasa turun derajat. Justru rektor yang bagus adalah yang tahu bagaimana menyapu yang baik,” pesannya.
“Dan rajinlah rektor itu melihat ke kantor-kantor, jangan-jangan di situ masih ada laci yang buka dan di situ ada duitnya. Jangan-jangan listriknya belum mati, kerannya masih ngocor. Keliatannya (ini) kecil, tetapi urusan besar itu semua dari yang kecil,” imbuh Muhadjir.
“Kalau kita ngurusi yang kecil-kecil dengan cermat, dengan rajin, Insyaallah yang besar-besar bisa diatasi. Percaya dengan saya, 70 persen urusan besar itu bermula dari hal kecil. Perang habis-habisan berasal dari permasalan sepele itu banyak. Bunuh-bunuhan dari permasalahan sepele banyak karena banyak pemimpin yang tidak peduli dengan urusan kecil. Biasanya semakin tinggi, semakin diurus yang besar-besar, dia lupa bahwa yang besar-besar itu berasal dari yang kecil,” urainya.
Terakhir, Muhadjir berpesan agar para rektor di Universitas Muhammadiyah termasuk UMKU tidak berpedoman pada data statistik, tetapi juga harus pandai memahami pola sehingga jitu dalam memutuskan kebijakan.
“Dan saya berharap UMKU benar-benar menjadi lembaga yang punya trust tinggi tidak hanya di Kudus, tetapi juga di seluruh Indonesia,” tutupnya.