Oleh: Amin Rais Iskandar*
BANDUNGMU.COM — “Bahwa secara ideologis IMM dan HMI memiliki wewenang yang sama, mungkin kita bertanya-tanya, mengapa Muhammadiyah merasa perlu membentuk organisasi mahasiswa sendiri?” Demikian ujar Victor Tanja sekitar tahun 1965.
Ketika itu, suasana di Yogyakarta memanas, seiring perjuangan bangsa dalam revolusi dan pertarungan ideologi pada masa Orde Lama (1959-1965). Pemerintahan Indonesia, yang mengusung konsep NASAKOM (Nasionalis, Agama, dan Komunis), membawa pengaruh besar pada dinamika mahasiswa Muhammadiyah.
NASAKOM menggabungkan kekuatan politik dari PNI, NU, dan PKI, sementara MASYUMI—partai politik umat Islam modernis yang didukung Muhammadiyah—memilih menjadi oposisi, menolak bekerja sama dengan kaum komunis.
Kondisi ini berdampak signifikan pada organisasi kepemudaan Islam. Setelah MASYUMI dibubarkan pada 1960, banyak organisasi kepemudaan, termasuk GPII, terpaksa tiarap.
Bahkan, HMI sempat terancam pembubaran, meski PII berdiri membela dengan aksi demonstrasi, mengusung spanduk bertuliskan “Langkahi Mayatku Sebelum Membubarkan HMI.”
Ketegangan politik ini, meski berat, memberikan dorongan bagi mahasiswa Muhammadiyah untuk mempercepat pembentukan organisasi mereka sendiri: Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM). Awalnya, IMM dirancang sebagai alternatif jika HMI benar-benar dibubarkan oleh rezim Soekarno.
Namun, kelahiran IMM bukan sekadar antisipasi. Pada 1958, pimpinan Muhammadiyah telah merencanakan pembentukan kelompok studi mahasiswa Muhammadiyah. Tokoh seperti Djazman Al-Kindi, Amien Rais, Syamsu Udaya, dan lainnya mempelopori langkah ini.
Pada Kongres Mahasiswa Muhammadiyah 1962 di Yogyakarta, terbentuklah kelompok studi mahasiswa Muhammadiyah yang kemudian berkembang di kota-kota besar seperti Yogyakarta, Solo, Jakarta, Bandung, dan Medan. Puncaknya, pada 29 Syawal 1384 H (14 Maret 1964), IMM secara resmi berdiri sebagai organisasi nasional.
Setahun kemudian, IMM mengukuhkan dirinya sebagai Gerakan Mahasiswa Islam dan organisasi otonom Muhammadiyah. Bahkan, Soekarno pernah menyatakan dukungannya kepada IMM dengan menulis, “Saya beri restu kepada Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah.”
Perjalanan Penuh Rintangan
Seiring waktu, IMM menghadapi berbagai tantangan yang menguji keberlangsungan organisasinya. Berikut adalah empat periode penting dalam perjalanan IMM.
Periode Pergolakan dan Pemantapan (1964–1971). Pada masa ini, IMM fokus pada penguatan internal, meski awalnya hanya bersifat lokal di Yogyakarta. Periode ini menjadi fondasi bagi gagasan dan ide yang terus dikembangkan hingga kini.
Periode Pengembangan (1971–1975). IMM mulai memperluas pengaruhnya melalui konsolidasi pimpinan dan program di bidang ekonomi, sosial, serta pendidikan. Ini menandai langkah awal menuju struktur organisasi yang lebih matang.
Periode Tantangan (1975–1985). IMM menghadapi stagnasi di tingkat kepemimpinan nasional, yang tidak berganti hingga 1984. Meski tantangan eksternal tidak signifikan, dinamika internal cukup menghambat perkembangan organisasi.
Periode Kebangkitan (1985–1990). Setelah masa stagnasi, IMM mulai bangkit kembali dengan semangat baru. Tanpa paksaan atau komando, kader IMM menghadirkan nuansa gerakan yang lebih segar dan penuh optimisme.
IMM: Kader Umat, Bangsa, dan Persyarikatan
IMM lahir untuk melengkapi organisasi kader Muhammadiyah lainnya, seperti Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), Pemuda Muhammadiyah, dan Nasyiatul Aisyiyah (NA).
Namun, IMM memiliki misi khusus: membentuk kader intelektual dari mahasiswa yang mampu menjawab kebutuhan regenerasi Muhammadiyah. IMM mengemban tiga fungsi utama, yakni sebagai Kader Bangsa, Kader Umat, dan Kader Persyarikatan.
Di usia yang kini menginjak puluhan tahun, IMM terus mengalir seperti air, melewati rintangan demi mencapai tujuan. Dari masa awal yang penuh tanda tanya hingga kini menjadi gerakan yang matang, IMM tetap menjadi bagian penting dari perjalanan Muhammadiyah dan bangsa.
Pesan kepada para kader IMM: tetaplah setia pada idealisme dan visi besar yang telah diwariskan oleh para pendiri organisasi ini. Wallahu a’lam.
*Ketua Pimpinan Komisariat IMM UIN SGD Bandung 2007-2008