UMBandung
Opini

Membumikan Muhammadiyah, Melangitkan Cita-cita dan Tujuannya

×

Membumikan Muhammadiyah, Melangitkan Cita-cita dan Tujuannya

Sebarkan artikel ini

Oleh: Ace Somantri*

BANDUNGMU.COM — Selama urat nadi masih berdenyut, langkah kaki terus menapaki jalan penuh optimisme, memasuki ruang-ruang kosong dengan percaya diri, dan memanfaatkan setiap waktu untuk memberikan manfaat. Begitulah Muhammadiyah, sejak didirikan hingga akhir zaman, terus bergerak dengan penuh semangat. Cahaya yang dipancarkannya menjadi penerang bagi setiap insan yang berada dalam kegelapan.

Dengan berlandaskan ajaran Islam sebagai hidayah penuh rahmat, Muhammadiyah berupaya membumikan risalah ilahi agar umat manusia mencapai keselamatan di dunia dan akhirat. Berbagai rumusan dan kaidah gerakan disusun sebagai bentuk pembaruan, memungkinkan Muhammadiyah untuk senantiasa menyesuaikan diri dengan dinamika kehidupan umat.

Membumikan Muhammadiyah berarti menerjemahkan ajaran Islam yang tertuang secara tekstual dalam mushaf agar dapat dipahami oleh umat manusia lintas generasi dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini diwujudkan melalui praktik amaliah yang meneladani ucapan, perbuatan, dan ketetapan utusan-Nya. Bermuhammadiyah sejatinya adalah berislam dan membumikan Muhammadiyah sama artinya dengan membumikan ajaran Islam itu sendiri.

Universal dan komprehensif

Tidak perlu diragukan, perjalanan panjang Muhammadiyah telah memberikan pemahaman Islam yang universal dan komprehensif. Dengan manhaj yang metodologis, ajaran ini mampu dipahami oleh siapa saja, melintasi batas suku, ras, agama, bangsa, dan negara. Siapa pun yang tertarik dan bergabung dalam ruang lingkup persyarikatan diberikan kebebasan untuk bermuhammadiyah tanpa sekat atau batasan apa pun.

Keterlibatan banyak orang dalam Muhammadiyah menunjukkan bahwa kehadiran persyarikatan ini mampu memenuhi dahaga akan pemahaman Islam yang menggerakkan potensi dan kekuatan manusia. Muhammadiyah menyadarkan individu akan konsekuensi keberadaan dan tujuan hidupnya. Sulit membayangkan bagaimana kondisi sebagian umat Islam tanpa pemahaman yang mendalam dari konsep dan manhaj Muhammadiyah yang tidak hanya mengetahui, tetapi memahami dan menghayati Islam secara rinci dan berkemajuan.

Gagasan strategis Kiai Dahlan adalah bukti kecerdasan dan visi yang luar biasa. Melampaui zamannya. Bahkan, generasi berikutnya belum tentu mampu menandingi daya pikirnya untuk menciptakan gagasan baru yang dapat melipatgandakan visi tersebut. Hal ini disebabkan karena generasi setelah Kiai Dahlan cenderung lebih fokus menjaga dan memelihara warisan yang telah dibangun sehingga tantangan untuk menciptakan terobosan baru menjadi semakin berat.

Baca Juga:  Alhamdulillah, Muhammadiyah Berhasil Bangun Hotel di Yogyakarta Tanpa Utang

Muhammadiyah benar-benar hadir membumi. Mewujudkan setiap rumusan beragama dalam bentuk kebijakan dan tata aturan organisasi yang aplikatif. Syariat yang terkandung dalam QS Al-Maun, misalnya, diimplementasikan melalui tiga aplikasi nyata yang memberikan manfaat langsung kepada mereka yang berhak menerimanya. Jutaan umat manusia telah merasakan layanan pendidikan dan kesehatan dari Muhammadiyah yang secara signifikan membantu meningkatkan kesejahteraan hidup mereka.

Keberadaan Muhammadiyah di tengah masyarakat menjadi luar biasa dengan gerakan filantropi sosial berbasis amal usaha yang berorientasi pada kepentingan umat dan kemanusiaan. Tidak heran jika Muhammadiyah dinobatkan sebagai salah satu NGO terbesar di dunia. Lebih dari itu, Muhammadiyah didirikan dengan visi besar dan cita-cita yang melangit, tetapi tetap rasional, logis, dan realistis sehingga menjadikannya relevan dan kokoh sepanjang masa.

Demi organisasi

Melangitkan cita-cita dan tujuan menjadi bukti nyata bahwa Kiai Dahlan adalah sosok visioner. Jarang ada tokoh di Indonesia yang mampu melahirkan gagasan yang menghasilkan aset bernilai triliunan rupiah, bukan untuk kepentingan pribadi, melainkan untuk organisasi yang didirikannya. Tidak satu pun wasiat terucap dari mulutnya bahwa setiap jengkal lahan atau aset persyarikatan harus memberikan keuntungan atau royalti kepada dirinya ataupun keturunannya.

Kekayaan yang dimiliki Muhammadiyah bukan diwariskan secara garis nasab genealogis, melainkan melalui garis nasab ideologis. Para pewarisnya adalah pejuang fi sabilillah yang istikamah membumikan Muhammadiyah dari generasi ke generasi. Siapa pun memiliki hak untuk melanjutkan perjuangan ini: menjaga, merawat, mengembangkan, dan memajukan Persyarikatan serta meningkatkan jumlah dan kualitas asetnya demi kemaslahatan umat manusia di seluruh penjuru dunia, tanpa sekat wilayah atau batasan apa pun.

Baca Juga:  Pesan Guru, Titah Tuhan, dan Wabah Covid-19

Visi dan misi Muhammadiyah dapat diperbarui seiring dengan tuntutan zaman. Namun, cita-cita dan tujuan tetap tidak berubah selama belum tercapai. Hingga kini, kehidupan manusia masih jauh dari cita-cita yang dirumuskan oleh Kiai Dahlan dalam tujuan organisasi ini. Oleh karena itu, diperlukan kerja keras dan kerja cerdas dari para pejuang Muhammadiyah di berbagai tingkatan pimpinan, termasuk para penggerak di unit-unit amal usaha milik persyarikatan.

Tidak ada alasan bagi ahli waris Kiai Dahlan atau generasi penerusnya untuk bersikap santai, apalagi merusak ekosistem organisasi. Sebaliknya, langkah-langkah nyata harus terus dibumikan melalui program-program unik dan menarik, dengan kegiatan bermutu yang memiliki daya saing tinggi serta dimensi ruhaniyah. Baik dalam jangka pendek yang bersifat taktis, maupun jangka panjang yang strategis, Muhammadiyah harus terus melangkah maju. Layaknya perahu besar Nabi Nuh, Muhammadiyah hadir sebagai sarana keselamatan bagi semua makhluk hidup tanpa kecuali.

Gerak langkah Muhammadiyah harus senantiasa dinamis. Tidak boleh dikuasai oleh mereka yang bersikap oportunistik dan pragmatis. Dinamisasi dalam persyarikatan tidak boleh berhenti pada mereka yang mengklaim diri paling Muhammadiyah, tetapi secara perlahan justru merusak ekosistem organisasi tanpa disadari. Untuk menjaga kesehatan dinamisasi organisasi, regenerasi kepemimpinan yang cepat menjadi keharusan. Kepemimpinan tidak boleh terus berputar di lingkaran yang sama, terutama pada individu-individu yang justru menghambat proses kaderisasi.

Pentingnya regenerasi

Demikian pula dalam unit-unit amal usaha, tidak seharusnya kepemimpinan hanya berganti di antara kelompok atau koloni tertentu yang mengklaim diri paling Muhammadiyah dan merasa paling berhak memimpin. Jika kepemimpinan terus berputar dalam lingkaran yang sama tanpa regenerasi, organisasi akan menghadapi risiko munculnya berbagai penyakit institusi.

Hal ini tidak hanya menghambat laju kemajuan, tetapi membuka ruang bagi manuver dan intrik licik. Bahkan, kaidah organisasi sering disalahgunakan sebagai tameng untuk membenarkan keputusan dan kebijakan dengan beribu alasan yang dibuat-buat. Untuk itu, Muhammadiyah harus memastikan regenerasi berjalan lancar demi menjaga integritas dan kemajuan Persyarikatan.

Baca Juga:  Redupnya Pergerakan Mahasiswa dan Nirpeka Kaum Cendekiawan

Membumikan Muhammadiyah berarti mengimplementasikan pemahaman dan kaidah-kaidah persyarikatan dalam berbagai kegiatan, baik program rutin maupun insidental yang bersifat mendesak sesuai kebutuhan. Kehadiran Muhammadiyah telah terbukti dan teruji dalam memberikan solusi bagi kehidupan umat. Meskipun capaian saat ini masih jauh dari cita-cita ideal yang diimpikan, komitmen dan konsistensi Muhammadiyah tetap hadir. Ini merupakan bagian dari upaya menjaga dan merawat kehidupan manusia serta lingkungan sesuai dengan prinsip-prinsip kemanusiaan dan kelestarian alam.

Selain itu, Muhammadiyah senantiasa berusaha untuk tidak melanggar sunnatullah yang bersifat syari. Setiap rumusan, ketentuan, serta pedoman teknis dalam menjalankan ajaran Islam selalu merujuk pada teks-teks Al-Quran dan As-Sunnah yang sahih. Proses tersebut juga dilengkapi dengan kajian ilmiah kontemporer yang mengacu pada berbagai disiplin ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal itu dilakukan untuk memastikan bahwa langkah-langkah Muhammadiyah relevan dan bermanfaat dalam menjawab tantangan zaman.

Muhammadiyah melangitkan cita-cita dan tujuan sebagai wujud nyata komitmen keberagamaan, dengan Islam sebagai inti ajaran dalam setiap langkah bermuhammadiyah. Sikap dan tindakan yang membentuk kepribadian Muhammadiyah sepenuhnya berlandaskan nilai-nilai Islam yang hakiki. Hal ini mencerminkan betapa inspiratifnya gagasan Kiai Dahlan yang mampu memahamkan ajaran Islam melalui pendekatan humanisme, disesuaikan dengan kondisi budaya dan kebutuhan masyarakat, baik jasmani maupun rohani.

Kiai Dahlan mengajarkan Islam kepada umat dengan cara yang mendalam dan relevan, menggunakan perangkat seni dan budaya sebagai media untuk menggugah rasa serta pemikiran setiap individu. Pendekatan ini memungkinkan nilai-nilai Islam lebih cepat terinternalisasi dalam diri umat.

Cita-cita luhur Muhammadiyah harus menjadi bagian tidak terpisahkan dari ideologi setiap warganya, berfungsi sebagai platform hidup yang diwariskan dari generasi ke generasi, terus dikawal hingga tercapainya tujuan utama yang diimpikan. Amin. Wallahu a’lam.

*Dosen UM Bandung dan Wakil Ketua PWM Jabar

PMB UM Bandung