PMB Uhamka
Sosok

Mengenal Husein Mutahar, Penyusun Tata Cara Pengibaran Bendera Pusaka dan Pencipta Lagu “Hari Merdeka”

×

Mengenal Husein Mutahar, Penyusun Tata Cara Pengibaran Bendera Pusaka dan Pencipta Lagu “Hari Merdeka”

Sebarkan artikel ini
Pencipta lagu "Hari Merdeka" Sayyid Muhammad Husein bin Salim bin Ahmad bin Salim bin Ahmad al-Muthahar atau lebih dikenal dengan H Mutahar (Foto: Wikipedia).

BANDUNGMU.COM — Setiap Agustus kita pasti sering mendengar lagu “Hari Merdeka” kan? Tahukah kamu siapa sosok pencipta lagu tersebut? Ya, namanya adalah Sayyid Muhammad Husein bin Salim bin Ahmad bin Salim bin Ahmad Al-Muthahar.

Tokoh yang lebih dikenal dengan nama Husein Mutahar ini merupakan tokoh negarawan pada masa-masa awal kemerdekaan Indonesia. Mengutip Wikipedia, tokoh nasional ini lahir pada 05 Agustus 1916 dan meninggal dunia 09 Juni 2004 dalam usia hampir 88 tahun.

Karya lagu

Namanya paling dikenal sebagai seorang komponis musik Indonesia, terutama untuk kategori lagu nasional dan kepanduan.

Lagu ciptaannya yang populer adalah hymne Syukur (diperkenalkan Januari 1945) dan mars “Hari Merdeka” (1946). Karya terakhirnya yakni “Dirgahayu Indonesiaku” menjadi lagu resmi ulang tahun ke-50 Kemerdekaan Indonesia.

Lagu kepanduan ciptaannya, antara lain “Gembira”, “Tepuk Tangan Silang-silang”, “Mari Tepuk”, “Slamatlah”, “Jangan Putus Asa”, “Saat Berpisah”, dan “Hymne Pramuka”.

Baca Juga:  Kuntowijoyo: Cendekiawan Muslim, Sejarawan, dan Kader Muhammadiyah

Jejak karier

Husein Mutahar mengecap pendidikan setahun di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) periode 1946-1947, setelah tamat dari MULO B (1934) dan AMS A-I (1938).

Pada 1945 Husein Mutahar bekerja sebagai Sekretaris Panglima Angkatan Laut RI di Yogyakarta, kemudian menjadi pegawai tinggi Sekretariat Negara di Yogyakarta (1947).

Selanjutnya, ia mendapat jabatan-jabatan yang meloncat-loncat antardepartemen. Puncak kariernya sebagai pejabat negara barang kali adalah sebagai Duta Besar RI di Tahta Suci (Vatikan) (1969-1973).

Ia diketahui menguasai paling tidak enam bahasa secara aktif. Jabatan terakhirnya adalah sebagai Pejabat Sekretaris Jenderal Departemen Luar Negeri (1974).

Kepanduan

Husein Mutahar aktif dalam kegiatan kepanduan. Ia adalah salah seorang tokoh utama Pandu Rakyat Indonesia, gerakan kepanduan independen yang berhaluan nasionalis.

Ia juga dikenal anti-komunis. Ketika seluruh gerakan kepanduan dilebur menjadi Gerakan Pramuka, Husein Mutahar juga menjadi tokoh di dalamnya.

Baca Juga:  Akhirnya Aku Tertinggal Kereta Api

Namanya juga terkait dalam mendirikan dan membina Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka), tim yang beranggotakan pelajar dari berbagai penjuru Indonesia yang bertugas mengibarkan Bendera Pusaka dalam upacara peringatan Hari Kemerdekaan RI.

Paskibraka

Sebagai salah seorang ajudan presiden, Husein Mutahar diberi tugas menyusun upacara pengibaran bendera ketika Republik Indonesia merayakan hari ulang tahun pertama kemerdekaan pada 17 Agustus 1946.

Menurut pemikirannya, pengibaran bendera sebaiknya dilakukan para pemuda yang mewakili daerah-daerah Indonesia. Ia lalu memilih lima pemuda yang berdomisili di Yogyakarta (tiga laki-laki dan dua perempuan) sebagai wakil daerah mereka.

Pada 1967, sebagai direktur jenderal urusan pemuda dan Pramuka, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Husein Mutahar diminta Presiden Soeharto untuk menyusun tata cara pengibaran Bendera Pusaka.

Tata cara pengibaran Bendera Pusaka disusunnya untuk dikibarkan oleh satu pasukan yang dibagi menjadi tiga kelompok.

Baca Juga:  Sejarah Berdirinya Kabupaten Bandung

Kelompok 17 sebagai pengiring atau pemandu; kelompok 8 sebagai kelompok inti pembawa bendera; kelompok 45 sebagai pengawal. Pembagian menjadi tiga kelompok tersebut merupakan simbol dari tanggal Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia.

Kehidupan pribadi

Husein Mutahar terlahir dari keluarga Arab-Indonesia yang mapan dan termasuk kelompok sayyid. Selama hidup ia tidak menikah, tetapi mempunyai delapan anak semang (6 laki-laki dan 2 perempuan).

Sebagian merupakan ”se­rahan” dari ibu mereka—yang janda—atau bapak me­reka—beberapa waktu sebelum meninggal dunia.

Ada pula bapak/ibu yang sukarela menyerahkan anaknya untuk diakui sebagai anak sendiri. Semua sudah beru­mah tangga dan mempunyai 15 orang cucu (7 laki-laki dan 8 perempuan).

Meninggal dunia

H Mutahar meninggal dunia di Jakarta dalam usia hampir 88 tahun pada 9 Juni 2004 akibat sakit tua. Jenazahnya dimakamkan di Pemakaman Jeruk Purut, Jakarta Selatan.***

PMB Uhamka