BANDUNGMU.COM, Bandung — Monogami adalah pernikahan dengan satu istri dan lebih banyak diterima masyarakat daripada poligami.
Sementara itu, poligami adalah pernikahan jamak yakni seorang pria mengambil istri lebih dari satu dan tinggal dengannya selama jangka waktu yang sama.
Menurut Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Alimatul Qibtiyah, masyarakat Islam terbelah antara menerima atau menolak poligami.
“Poligami menjadi perdebatan Sejak Kongres perempuan Pertama 1928 sampai sekarang. Masyarakat Islam juga terjadi kontroversi karena sebagian kelompok percaya bahwa berpoligami diperbolehkan dalam Islam karena dituliskan dalam Al-Quran,” ucap Alimatul dalam Pengajian Tarjih belum lama ini.
Menurut Alimatul, ayat tentang monogami termaktub dalam Al-Quran dengan jelas dan lugas.
“Dan jika kalian takut tidak dapat berlaku adil terhadap perempuan yatim, maka nikahilah perempuan lain yang baik bagi kalian dua, tiga atau empat. Namun, jika kamu takut tidak bisa berlaku adil, maka nikahilah satu saja atau budak yang kamu miliki. Yang demikian adalah lebih mendekati bagimu dari tidak berbuat zalim.” (QS An-Nisa: 3).
Alimatul kemudian memberikan contoh situasi ketikaa ayat tersebut turun. Ayat ini turun sebagai respons terhadap kasus seorang laki-laki yang menikahi seorang perempuan.
Ia menikahi wanita tersebut bukan karena cinta, melainkan semata-mata karena menginginkan harta yang dimiliki oleh perempuan itu. Laki-laki tersebut juga bersikap kasar dan tidak adil terhadapnya.
Sebagai tanggapan, Allah menurunkan ayat tersebut untuk mengingatkan manusia agar adil dalam perlakuan terhadap perempuan, terutama perempuan yang berada dalam posisi lemah seperti yatim.
Riwayat lain mengatakan bahwa poligami juga mengandung risiko ketidakadilan. Ayat tersebut mengingatkan bahwa adil dalam cinta antara beberapa istri adalah sesuatu yang mustahil.
Oleh karena itu, Al-Quran menekankan pentingnya tidak melampaui batas dengan memperlakukan salah satu istri lebih baik daripada yang lainnya.
Ibnu Abbas (diriwayatkan oleh al-Walibi) mengatakan bahwa ayat ini (QS An-Nisa: 3) juga mengandung makna: sebagaimana kalian takut tidak bisa adil terhadap anak yatim, takutlah pula tidak bisa adil terhadap perempuan, maka janganlah menikahi perempuan lebih dari kemampuanmu untuk memenuhi hak-hak mereka, karena perempuan itu seperti yatim (sama-sama punya posisi lemah).”
Lebih dari itu, adil dalam cinta itu mustahil, hal ini disebutkan dalam firman Allah:
“Dan kalian tidak akan pernah bisa berbuat adil di antara para perempuan (istri-istri) walaupun kamu berusaha sekuat tenaga. Maka janganlah kamu terlalu condong hingga menjadikan yang lainnya seperti digantung. Dan jika kamu berbuat baik dan bertakwa kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS An-Nisa: 129).
Alimatul juga menyampaikan bahwa Nabi Muhammad SAW hidup secara monogami selama 25 tahun dalam pernikahannya dengan Khadijah.
Sebuah hadis menyebutkan bahwa Nabi SAW tidak pernah menikah selama masa perkawinannya dengan Khadijah sampai wafatnya istri pertamanya tersebut.
“Diberitakan oleh Abd bin Humaid, oleh Abdur Razzaq, oleh Ma`mar, dari Zahri, dari Urwah, Aisyah meriwayatkan bahwa Nabi SAW tidak pernah menikah selama bersama Khadijah sampai dia (Khadijah) meninggal.” (HR Muslim).
Selain itu, Alimatul menegaskan bahwa Nabi SAW juga pernah tidak mengizinkan poligami bagi putrinya yang bernama Fatimah.
Dalam sebuah hadis, Nabi SAW menyampaikan bahwa ketika Bani Hisyam meminta izin untuk menikahkan putri mereka dengan Ali bin Abi Thalib, Nabi SAW tidak akan memberikan izin kecuali Ali bersedia menceraikan putri Nabi dan menikahi putri mereka.
Nabi SAW menjelaskan bahwa Ali adalah bagian darinya. Apa yang membuat Ali khawatir juga membuat Nabi SAW khawatir serta apa yang menyakitinya juga menyakitkan Nabi SAW.
Diberitakan oleh Qutaibah, oleh Laits dari Ibn Abi Mulaikah, dari Miswar bin Makhramah:
“Aku mendengar Rasulullah mengatakan saat beliau di atas mimbar, “Bani Hisyam memintaku untuk mengizinkan putri mereka menikah dengan Ali bin Abi Thalib, maka tidak akan aku izinkan (Rasulu mengatakannya tiga kali), kecuali Ali mau menceraikan putriku dan menikah dengan putri mereka, dia adalah bagian dariku, membuatku khawatir apa-apa yang membuatnya khawatir, dan apa-apa yang menyakitinya juga menyakitiku.” (HR Bukhari dan Muslim).***