UMBandung
Opini

Pemilu Ditunda?

×

Pemilu Ditunda?

Sebarkan artikel ini
Ace Somantri

Oleh: Ace Somantri

BANDUNGMU.COM, Bandung — Dunia ini usianya sudah tua renta. Generasi ke generasi silih berganti. Entah sudah berapa ribu generasi dari sejak Nabi Adam.

Sejarah demi sejarah kehidupan manusia senantiasa mewarnai alam semesta. Hamparan daratan hijau nan indah bak permadani yang dihamparkan pada permukaan bumi. Lautan samudera membentang sejauh mata memandang. Deru suara ombak menjadi instrumental musik alami yang memberi tanda bahwa dunia ini ada.

Belahan dunia menampung dan memfasilitasi bermacam suku, etnis, ras, bangsa, dan keyakinan beragama. Batas-batas wilayah teritori diambil dengan berbagai cara, baik ditemukan secara kebetulan ataupun dengan cara mengambil paksa dari komunitas bangsa lain melalui perbuatan kolonialisme dan imprealisme terstruktur.

Bangsa mana pun, keyakinan agama apa pun, suku dan ras apa pun, mereka semua selama statusnya sebagai manusia yang lahir dari rahim sang ibu, maka mereka memilik hasrat dan nafsu yang sama.

Interest personal kerap kali merasuki jiwa dan raga manusia yang hidup. Senantiasa memotivasi diri untuk memiliki orientasi. Baik itu untuk kepentingan diri sendiri dan juga untuk kepentingan orang banyak, untuk bangsa dan negara hal tersebut lumrah dan biasa bagi setiap manusia yang hidup.

Suka dan tidak suka, karakter hewani pada manusia secara faktual diakui dan dapat dirasakan bahwa hal itu ada dan nyata. Justru jikalau disadari dengan penuh objektif dan rasional, sangat mungkin karakteristik hewani dapat dijadikan objek yang bermanfaat langsung ataupun tidak untuk kepentingan keberlangsungan hidup manusia.

Manusia hewan yang berbicara (hayawan an-nathiq) menjadi sisi lain yang membedakan dengan makhluk lain. Visi dan orientasi manusia di dunia tiada lain hanya sekedar untuk memenuhi syahwat jasadiyah dan ruhaniyah.

Baca Juga:  Muhammadiyah Ajak Ormas Lintas Iman Serukan Pemilu Bernilai Luhur, Bermoral, dan Beretika

Boleh dapat dijadikan acuan dan referensi bahwa hasrat manusia untuk melanggengkan kekuasaan hidup di dunia, baik untuk kehidupan diri sendiri atau kehidupan kelompoknya. Dalam tatanan kehidupan bangsa dan negara akan mengalami situasi dan kondisi terjadi turbulensi lebih parah karena ada ketidakseimbangan dan gesekan antara kebaikan dan keburukan.

Benturan yang benar dengan yang salah sangat keras karena syahwat manusia kian hari semakin menjadi-jadi. Tidak peduli moral dan norma profesi apalagi kode etik ilahi yang tidak tampak dan tak terlihat dengan kasat mata inderawi. Baginya saat ini kedaulatan personal atau kelompok tetap langgeng dalam kekuasaan.

Kontek politik kekinian, Pemilu atau apa pun namanya hanya sebuah media perantara untuk melegitimasi proses periodisasi kekuasaan. Hampir di seluruh belahan dunia, setiap bangsa dan negara memiliki trend, budaya, dan tradisi kebangsaan dalam menentukan dan menjalankan kekuasaan.

Namun, hampir dipastikan sejak era dunia modern dan sistem demokrasi dikumandangkan, bangsa-bangsa cenderung dipaksa untuk mengikuti pola dan model demokrasi, baik itu parlementer, terpimpin, atau presidensial.

Itu semua pada dasarnya dari sistem demokrasi yang dikembangkan berdasarkan kekuasaan yang seharusnya kedaulatan ada di tangan rakyat. Ternyata fakta dalam kenyataan, demokrasi hanya sebuah jalan untuk menuju pada sistem oligarki yang tersembunyi.

Pemilu ditunggu ataupun ditunda, itu hak para pemegang kekuasaan dieksekutif, legislatif, dan yudikatif. Rakyat hari ini sudah jengah dengan sikap dan prrilaku oknum penguasa negeri. Oleh karena itu, selama bangsa dan negara ini menganut sistem demokrasi selama itu juga oligarki tumbuh subur bak jamur dimusim hujan.

Baca Juga:  Menjadi Muslim Sempurna

Sulit untuk membendung keinginan mereka, selain sudah menguasai seluruh lini kebangsaan juga saat ini sudah masuk dalam tubuh komunitas dan kelompok sosial berbagai jenis latar belakang kelompok sosial, seperti organisasi masyarakat keagamaan, kepemudaan, kelompok pelajar, dan mahasiswa. Tidak ketinggalan kelompok berlatar belakang profesi dan keahlian di berbagai bidang.

Yang dikhawatirkan saat ini, setelah kekuasan negara di bawah kendali oligarki sangat memungkinkan kekuatan kelompok sosial yang sudah berdiri tegak begitu lama dan memiliki kekuatan daya presure kuat terindikasi sudah mulai ada indikasi perilaku yang terpapar pola dan model kekuasaan organisasi.

Yakni yang terpengaruhi kehendak kelompok tertentu seolah ada pesan-pesan kekuatan di balik layar organisasi yang tidak disadari. Hadirnya kekuatan dari segelintir kelompok orang yang mengatasnamakan kader organisasi, pada praktiknya sikap dan perilakunya menunjukkan pada entitas sosial yang ditumpangi hanya menjadi jalan untuk kelanggengan kekuasaan yang berorientasi material semata.

Ditunda ataupun tidak pemilu di negeri ini kerap kali menjadi dolanan boneka oligarki. Rakyat sudah dianggap sebagai penonton kapan saja sorak sorai karena kecewa dan kesal. Sesekali gemuruh suka ria karena sebuah goal menusuk ke gawang di antara dua kubu yang berlawanan.

Politik kekusaan pun tidak jauh seperti hal tersebut, para politisi bak pemain lapangan yang berhadapan satu dengan yang lainnya sama-sama berharap menjebol gawang lawan. Sementara itu, rakyat yang memilih menjadi penonton perilaku para pemain di lapangan.

Di balik permainan sepak bola, ada permainan para elite pengendali sepak bola yang memanfaatkan berbagai kompetisi. Para mafia bak oligarki yang senantiasa ikut berpartisipasi seolah memberi kontribusi, padahal berinvestasi untuk sebuah permainan judi.

Baca Juga:  Dinamika Pemilihan Umum: Politis Atau Ideologis?

Begitulah kondisi negeri ini, rakyat dipaksa tidak peduli, akademisi dipaksa untuk meneliti hanya untuk sebuah materi, para kiai dipaksa menjaga santri agar tidak lari, dan perguruan tinggi dipaksa untuk mengkebiri mahasiswa yang anti pada penguasa negeri.

Semua entitas sosial sudah diintervensi, baik entitas yang besar maupun yang kecil. Negeri ini milik oligarki, bukan lagi milik ibu pertiwi. Kekuatan sosial berbasis agama pun kian hari semkin dipengaruhi kekuatan modal materi. Suksesi diwarnai transaksi materi. Berapa pun harga mereka membeli demi sebuah cara dan strategi untuk melanggengkan cengkeraman pada bumi ibu pertiwi.

Para cendekiawan dan ilmuwan sibuk dengan dirinya sendiri untuk sebuah pangkat dan jabatan. Gelar profesor menjadi puncak pangkat akademik di perguruan tinggi menjadi dambaan para akademisi. Scopus dan jurnal internasional bereputasi terus dikejar walaupun harus bermain joki.

Pemilu ditunda atau dilanjut sesuai konstitusi tidak mempengaruhi apa pun pada negeri ini selama rakyat, akademisi, pendidik, pengajar, tenaga profesi, dan yang lainnya tidak peduli.

Selama itu pula negeri ini tak ubahnya seonggok lapangan terbuka. Akan ramai ketika ada kompetisi selebihnya hanya gedung dan rumput yang bergoyang. Begitu juga bangsa dan negara ini seolah-olah kosong tak berisi. Bangsa asing yang banyak menikmati dari hasil jerih payah rakyat Indonesia.

Sekalipun menikmati hanya serpihan-serpihan debu yang saat-saat tertentu hilang entah kemana. Biang dan madu yang ada dalam perut bangsa ini dikeruk dan diambil mereka dengan dalih kerja sama bilateral politik dan ekonomi bangsa. Semoga menjadi ibroh bagi siapapun yang peka dan peduli pada bangsa dan negara Indonesia yang tercinta. Wallahu’alam.***

PMB UM Bandung