BANDUNGMU.COM, Garut – Polemik internal di Sekolah Tinggi Agama Islam Muhammadiyah (STAIM) Garut, Jawa Barat, semakin memanas. Mahasiswa menyoroti dugaan praktik nepotisme serta pengelolaan kebijakan yang dianggap tidak transparan. Mereka menuding bahwa keputusan penting di kampus lebih sering ditentukan melalui “rapat keluarga” dibandingkan mengikuti aturan resmi Muhammadiyah.
Tidak hanya mahasiswa, staf dan dosen juga turut merasakan dampak dari kebijakan yang dinilai menyimpang dari peraturan Muhammadiyah, terutama terkait sistem manajemen perguruan tinggi Muhammadiyah (PTM) dan Standar Penjaminan Mutu Internal (SPMI).
Permasalahan kepemimpinan
Permasalahan ini diduga berakar dari sejarah berdirinya STAIM Garut. Sejak awal, kampus ini melibatkan banyak pihak, termasuk mitra kerja dan perseorangan, yang memberikan dukungan finansial dan penyediaan lahan. Besarnya keterlibatan mitra ini disinyalir memengaruhi kebijakan kampus.
“Walaupun perguruan tinggi ini milik amal usaha Muhammadiyah (AUM), tetapi secara finansial, sebagian besar berasal dari saya. Maka secara de facto, kampus ini selama saya masih hidup tidak akan diberikan kepada orang lain,” ujar Maman Sutarman dalam audiensi pertama bersama mahasiswa.
Maman Sutarman diketahui menjabat sebagai Ketua STAIM melebihi batas dua periode yang ditetapkan oleh peraturan Muhammadiyah, bahkan menjabat selama dua periode ditambah tiga tahun. Jabatan ini kemudian diteruskan oleh Jajang Herawan, menantu Maman Sutarman, yang menjabat untuk periode 2023-2028.
Mahasiswa protes, unsur pimpinan mundur
Selama satu tahun kepemimpinan Jajang Herawan, mahasiswa menilai tidak ada perubahan signifikan dalam kebijakan kampus. Kehadiran Jajang di lingkungan akademik juga kerap dipertanyakan. Bahkan, sejumlah unsur pimpinan kampus, termasuk dari bidang akademik, administrasi, dan kemahasiswaan, dikabarkan mundur dari jabatannya.
Mahasiswa juga mengeluhkan berbagai hak yang tidak dipenuhi, seperti adanya pungutan liar pada beasiswa Kartu Indonesia Pintar (KIP), dana kemahasiswaan yang tak kunjung diberikan, hingga minimnya fasilitas kampus, termasuk perpustakaan. Selain itu, tunggakan gaji staf dan dosen yang disebut mencapai tiga hingga lima bulan turut memperparah situasi.
IMM tegaskan siap melawan nepotisme
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) turut angkat bicara. Ketua IMM Rosyad Sholeh, Fahmi Afrilana, menyatakan bahwa pihaknya tidak akan tinggal diam jika Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) terus dirusak.
“Untuk audiensi, sudah dua kali dilakukan, tetapi tidak ada hasil atau upaya perbaikan dari pihak lembaga. IMM sebagai organisasi otonom Muhammadiyah harus turun tangan. Jangan biarkan marwah Muhammadiyah dirusak,” tegas Fahmi.
Ia juga menambahkan bahwa jika praktik nepotisme dan penyalahgunaan kekuasaan tetap berlanjut, IMM siap mengambil langkah tegas. “Jika AUM diusik dan diganggu, kami tidak akan segan melawan nepotisme dan keserakahan yang ada,” tandasnya.
Tuntutan mahasiswa
Mahasiswa STAIM Garut mendesak perbaikan sistem tata kelola kampus. Mereka meminta agar kebijakan yang diambil sejalan dengan aturan Muhammadiyah, khususnya terkait periodisasi kepemimpinan dan pengelolaan keuangan.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak STAIM Garut belum memberikan tanggapan resmi terkait tuntutan mahasiswa dan IMM. Mahasiswa berharap agar Pimpinan Muhammadiyah Pusat segera turun tangan untuk memastikan pengelolaan STAIM Garut kembali sesuai dengan prinsip dan nilai-nilai Muhammadiyah.***