Oleh: Ace Somantri, Wali santri dari El Razi Nezza Azhar
BANDUNGMU.COM — Pagi cerah, matahari memancarkan cahayanya menembus dinding tubuhku hingga sampai pada nuraniku.
Tepat jam 08.09 kuselah pedal motor tuaku yang baru diganti sarungnya karena robek-robek oleh seekor kucing. Tidak lama, sampailah di pesantren Miftahul Khoir Al Azhar, ternyata sudah banyak yang datang. Anakku yang ketiga dari empat bersaudara, seorang anak laki-laki usianya masih 11 tahun.
Tahun ini berakhir menempuh sekolah tingkat dasar, lika-liku yang ditempuh anakku mulai sekolah di sekolah dasar Insan Unggul, kemudian lanjut di studi menjadi kelinci percobaan sekolah non-formal dengan kurikulum yang digagas olehku dan istriku.
Belum stabil uji coba kurikulum yang kubuat, pandemi covid-19 datang menghantam bumi pertiwi. Namun, sekuat tenaga penerapan kurikulum merdeka, sekalipun sarana dan prasarana terbatas tetap pembelajaran berjalan dengan berbagi inovasi.
Kita tidak punya perpustakaan, anak-anak dibawa ke perpustakaan daerah. Tidak ada lapang olahraga, anak-anak kami bawa ke sarana olahraga Arcamanik. Selain memanfaatkan fasilitas publik formal, kami juga menjadikan taman-taman di sekitar kota Bandung menjadi tempat belajar sambil setoran haFalan. Hal itu dilakukan sesuai time table yang disepakati para tutor anak-anak kami.
Covid-19 tak kunjung berakhir, sekolah yang kami bina kurang kondusif, tepat akhir kelas 5 masuk ke kelas 6 dengan berat hati anak kami tarik untuk dipindah ke pesantren tahfidz Miftahul Khoir dekat dengan rumahku.
Tidak terasa 12 bulan anakku menjalaninya menjadi santri tahfidz Miftahul Khoir. Alhamdulillah hari ini, Ahad 12 Juni 2022, anakku mengikuti wisuda tahfidz penuh haru dan bangga. Perjalanananya bukan tidak ada hambatan dan tantangan, menghadapi anakku yang masih senang bermain game yang digandrungi.
Sering mencuri-curi waktu ketika pulang ke rumah untuk bermain game, kadang-kaddang bertengkar dengan adiknya yang kecil. Namun, kami berusaha sekuat tenaga untuk memberikan motivasi pada anakku agar tetap menjalani dengan sungguh-sungguh.
Dengan izin Allah, akhirnya bisa menjalani selama satu tahun ajaran di pesantren tahfidz Al-Quran, dan saat ini menjelang masuk sekolah tingkat menengah pertama.
Berakhirnya tahun ajaran bukan berakhir belajar, justru harus ada penambahan tantangan untuk meningkatkan kemampuan anakku, berharap pesantren tahfidz masih bisa dilanjutkan sambil menempuh belajar di sekolah menengah pertama.
Kami bukan anakku hafal saja, melainkan ke depan mampu membaca Al-Quran lebih substansial dari semua maksud dan tujuan yang dikehendaki dalam Al-Quran.
Tidak bisa dipungkiri era hari ini yang hafal cukup banyak, pondok tahfidz semoga tidak berhenti hanya menghafal melainkan para khufadz mampu membongkar misteri alam semesta dapat mengantarkan dunia ini benar-benar memberikan rahmat, sebagaimana Rasulullah SAW pembawa rahmat di muka bumi ini.
Wisuda tahfidz memang sebuah ceremonial semata, tetapi momentum tersebut berbagi informasi yang baik dan positif. Ada kalimat yang baik dari syekh Bilal Jamal Al Khabir berkebangsaan Palestina, “Jagalah Allah dengan membaca Al-Quran, maka Allah akan menjaga hamba-Nya.”
Luar biasa, sosok Syekh Bilal bukan hanya seorang khufadz sejak usia 14 tahun, melainkan beliau merupakan teknolog bidang teknik sipil. Perlu dicatat, bagi siapa pun umat Islam di mana pun berada, program tahfidz Al-Quran terus digalakan dengan berbagai kondisi dan situasi karena Allah SWT akan menjaga dan memeliharanya.
Tidak boleh putus asa, di mana pun kita hidup apabila dekat dengan Al-Quran sedekat urat leher kematian tidak akan mengalami kesepian, melainkan akan merasakan kebahagiaan yang tetap akan menyertainya.
Alhamdulillah jazakallah khairan katsiiraan, khusus kepada Ustadz Yopi Nurdiansyah, Lc sebagai pimpinan pesantren Tahfidz Miftahul Khoir Al Azhar, serta para asatidz semoga sehat selalu.***