BANDUNGMU.COM, Bandung – Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah sekaligus Ketua Badan Pembina Harian (BPH) UM Bandung Dadang Kahmad mengatakan bahwa kelahiran Muhammadiyah tidak bisa lepas dari dunia jurnalistik.
Sejak awal berdiri, kata Dadang, Muhammadiyah sudah menyadari betapa pentingnya dakwah melalui tulisan. Oleh karena itu, lanjut Dadang, pada 1915 lahirlah majalah ”Suara Muhammadiyah” yang sampai hari ini usianya sudah lebih dari 100 tahun.
“Itu adalah bukti bahwa Muhammadiyah adalah sangat memperhatikan dunia jurnalistik. Kita tahu bahwa dakwah itu tidak hanya bersifat lisan, tetapi bersifat tulisan, bahkan sekarang berbentuk digital dan audiovisual,” ujar Dadang dalam Seminar Nasional dan Focus Group Discussion di UM Ponorogo belum lama ini.
Namun, Dadang menyayangkan bahwa bangsa Indonesia melompat dari bahasa lisan ke bahasa audiovisual. Bangsa Indonesia kata Dadang tidak melalui dulu bahasa tulisan sehingga masyarakat Indonesia lemah daya baca dan tulisnya.
Produk-produk buku dari Indonesia tidak pernah menyebar keluar. Berbeda halnya dengan pesantren-pesantren kita yang kebanyakan pakai produk-produk luar negeri.
“Kitab-kitab turasnya adalah kitab-kitab yang ditulis para ulama dari India, Arab, dan dari Afrika, sedangkan ulama-ulama kita sangat sedikit melahirkan tulisan-tulisan,” tutur Dadang.
Ada missing link
Menurut hasil penelitian Dadang bersama Julian Millie—salah seorang profesor di Monash University—menyimpulkan bahwa kenapa dakwah lisan di Indonesia masih populer dan banyak pendukungnya karena ada missing link.
“Memang terjadi missing link (terputus) orang Indonesia dari tradisi lisan ke tradisi tulis dan tradisi audovisual. Jadi, keburu datang teknologi televisi dan media sosial sehingga kita lupa kepada budaya tulisan,” tegas Dadang.
“Selain itu, daya baca masyarakat kita itu rendah. Dari 1.000 penduduk hanya 1 orang yang menjadi ahli dan suka baca. Padahal, agama kita mengajarkan untuk membaca sebagaimana ayat yang pertama kali turun,” tandas Dadang.***(FA)