UMBandung
Opini

Tanwir, Kaderisasi Terbarukan Yang Mencerahkan Dunia

×

Tanwir, Kaderisasi Terbarukan Yang Mencerahkan Dunia

Sebarkan artikel ini

Oleh: Ace Somantri*

BANDUNGMU.COM — Rutinitas berorganisasi telah menjadi tradisi yang biasa dalam Persyarikatan Muhammadiyah. Pada usia ke-112 tahun Masehi atau 116 tahun Hijriah, Muhammadiyah telah melalui berbagai fase perjalanan kehidupan bangsa dan negara Indonesia, serta dinamika masyarakat dunia.

Lebih dari satu abad bukanlah waktu yang singkat. Dalam ukuran manusia di era ini, usia tersebut sudah sangat tua dan rapuh, bahkan jarang sekali ada yang mampu mencapainya. Begitu pula dengan organisasi sosial lainnya, banyak yang berakhir dan hanya sedikit yang berhasil bertahan dan berkembang.

Namun, syukur alhamdulillah, Persyarikatan Muhammadiyah justru terus tumbuh dan menyebar hingga ke berbagai pelosok dunia. Sejak awal berdiri hingga kini, kehadirannya selalu membawa semangat dan motivasi untuk perubahan di mana pun berada, melampaui batas ras, suku, dan bangsa.

Tanwir merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut musyawarah tertinggi kedua dalam Muhammadiyah setelah muktamar. Tradisi ini telah menjadi bagian dari organisasi sejak awal berdirinya hingga sekarang.

Secara makna, “tanwir” berarti pencerahan, yang berasal dari kata an-nur (cahaya). Sidang Tanwir menjadi momentum penting untuk mengevaluasi kinerja organisasi dalam periode tertentu sekaligus merespons isu-isu strategis yang muncul secara tiba-tiba dan memengaruhi dinamika persyarikatan, umat, bangsa, dan negara.

Dengan makna pencerahan yang melekat, sidang tanwir diharapkan menjadi ajang untuk merumuskan kebijakan dan sikap organisasi yang mampu memberikan solusi atas berbagai permasalahan, baik dalam internal persyarikatan maupun kehidupan umat, bangsa, dan negara.

Tanwir tidak hanya diharapkan menjadi rutinitas organisasi semata. Namun, mampu secara cepat mengubah arah dan mengembalikan organisasi ke jalur yang lebih baik sesuai tuntutan zaman. Hal ini penting untuk diperhatikan karena dinamika kehidupan masyarakat di era digital bergerak sangat cepat.

Tantangan-tantangan baru terus bermunculan, silih berganti, hingga terkadang berlalu tanpa disadari, dan akhirnya hanya menyisakan dampaknya. Situasi semacam ini sering terjadi karena respons yang lambat atau ketidaktahuan tentang langkah yang harus diambil akibat tertinggal dalam adaptasi terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pada saat dunia lain telah merancang kehidupan masa depan jauh sebelum peristiwa terjadi, mereka menciptakan inovasi yang bukan hanya untuk merespons masalah, melainkan menghadirkan hal-hal baru untuk masa depan.

Baca Juga:  Tahun Baru 1445 Hijriah, Umat Islam Harus Berubah Nasib

Diharapkan Tanwir mampu melahirkan gagasan-gagasan inovatif, tidak hanya untuk mengevaluasi dan merespons dinamika kehidupan masyarakat lokal dan nasional, tetapi masyarakat global. Posisi Muhammadiyah saat ini telah melampaui batas sebagai organisasi nasional karena ia telah diakui sebagai organisasi dunia.

Muhammadiyah kini tidak hanya berupaya meraih simpati masyarakat Indonesia, tetapi masyarakat dunia tanpa memandang batas negara dan bangsa. Gagasan yang dihasilkan harus mencerminkan visi dan misi untuk kemaslahatan umat, dengan semangat pembaruan di berbagai bidang kehidupan, demi kemajuan umat Islam di berbagai negara.

Jangkauan gerakan Muhammadiyah melintasi batas-batas negara dengan prinsip-prinsip yang tidak terkungkung oleh yurisdiksi kenegaraan yang sensitif. Muhammadiyah hadir sebagai gerakan yang membebaskan dan memajukan umat manusia di mana pun berada.

Tanwir sejatinya berfungsi sebagai wadah pencerahan untuk melahirkan gagasan-gagasan orisinal dan inovasi kekinian dalam gerakan dakwah amar makruf nahi munkar Muhammadiyah. Gerakan ini harus berlandaskan pendekatan praktis dan strategis yang terintegrasi dengan pengembangan peradaban ilmu pengetahuan dan teknologi. Setiap langkahnya diarahkan untuk mencapai cita-cita mulia, yakni membangun masyarakat utama yang hakiki, tanpa terbatasi oleh sekat-sekat negara.

Teladan visioner dari Kiai Ahmad Dahlan seabad yang lalu menjadi inspirasi, sebagaimana terlihat pada generasi penerusnya yang telah melampaui batas geografis, seperti Winai Dahlan di Thailand. Sebagai tokoh penting di Negeri Gajah, kontribusinya dalam ilmu pengetahuan dan teknologi diakui dunia dan menjadi rujukan masyarakat global.

Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana keturunan Kiai Dahlan bisa sampai ke Thailand, meskipun berasal dari Indonesia? Hal ini menunjukkan bahwa penyebaran gagasan dan pemahaman ideologis agama dapat dilakukan melalui generasi biologis yang tersebar, sebagaimana telah dicontohkan oleh generasi umat Islam sejak masa lampau.

Terkenang obrolan ringan bersama Kiai Saad Ibrahim, beliau pernah menyampaikan sebuah gagasan yang menarik, yang kurang lebih jika diterjemahkan begini: “Untuk memperluas dakwah Muhammadiyah ke berbagai negara di dunia, para kadernya harus berani hijrah dan menikahi warga negara asing. Dengan demikian, generasi yang lahir di negara tersebut akan membawa nilai-nilai Muhammadiyah. Dalam kurun waktu tertentu, Muhammadiyah tanpa disadari akan menembus batas kebangsaan.”

Begitulah kira-kira simpulan dari pembicaraan tersebut. Gagasan ini mungkin terdengar tidak biasa jika dirancang sebagai program formal dalam organisasi Muhammadiyah.

Baca Juga:  Innaalillaahi! Mobil Ketua PDM Sukabumi Alami Kecelakaan di Tol Cipali

Namun, mengapa tidak mempertimbangkannya? Jika hal ini bertujuan untuk memperluas pengaruh ideologi agama, program semacam ini patut diwacanakan. Sebuah program khusus dapat dirancang, yakni kaderisasi melalui pernikahan, di mana seorang kader Muhammadiyah menikahi warga negara asing sebagai bagian dari strategi dakwah lintas negara.

Internasionalisasi Muhammadiyah melalui gagasan keilmuan masih relatif di bawah standar karena skema pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) cenderung berpusat pada paradigma yang dikembangkan di Indonesia. Keterbaruan gagasan tersebut masih tertinggal jauh dibandingkan dengan gerakan keilmuan di negara-negara maju.

Dalam konteks ini, gagasan kaderisasi melalui jalur pernikahan lintas bangsa dan negara bisa menjadi salah satu solusi yang lebih generik dan unik untuk menduniakan Muhammadiyah. Bahkan, pendekatan ini sangat mungkin menarik bagi para kader.

Di beberapa negara tertentu, regenerasi nasabiyah kebangsaan mereka mengalami penurunan. Fenomena ini dapat menjadi peluang. Kita juga tidak bisa mengabaikan fakta bahwa banyak warga negara Indonesia—baik laki-laki yang menikahi perempuan asing maupun perempuan Indonesia yang dinikahi warga asing—rata-rata mengalami peningkatan kesejahteraan.

Selain itu, dalam hal ideologi agama, sebagian besar di antara mereka memilih Islam sebagai jalan hidup dalam beragama. Strategi ini tidak hanya berpotensi memperluas pengaruh Muhammadiyah, tetapi juga memperkaya dinamika dakwah lintas negara.

Pendekatan ini mungkin terdengar tidak biasa dan jauh dari tradisi Muhammadiyah. Namun, sejarah mencatat bahwa para nabi, sahabat, tabiin, tabiut tabiin, serta para mujtahid masa lalu telah memberikan contoh serupa dalam penyebaran ideologi Islam. Salah satu cara paling efektif adalah dakwah melalui pernikahan lintas warga negara di berbagai belahan dunia. Fakta sejarah menunjukkan bahwa pendekatan ini menjadi salah satu strategi internasionalisasi Islam sebagai agama universal yang melampaui batas bangsa dan negara.

Agar gagasan ini tidak lagi dianggap tabu atau asing, Muhammadiyah dapat mempertimbangkannya sebagai bagian dari inovasi gerakan melalui Tanwir di Kupang, Nusa Tenggara Timur. Salah satu program yang dapat digulirkan adalah kaderisasi melalui gerakan pernikahan lintas warga negara.

Program ini bisa dimulai dengan melibatkan negara-negara yang sudah memiliki cabang dan ranting istimewa Muhammadiyah. Bahkan, Masjid Muhammadiyah di Spanyol dapat dioptimalkan sebagai pusat islamisasi. Termasuk menyediakan biro jodoh bagi warga Spanyol yang berminat menikahi warga muslim Indonesia, khususnya kader-kader Muhammadiyah yang belum berpasangan. Strategi ini berpotensi memperluas dakwah sekaligus mempererat hubungan lintas budaya dan negara.

Baca Juga:  Hukum Berdoa Kepada Allah Meminta Ampunan Atas Dosa Non Muslim

Menarik untuk dicermati dan disikapi, gagasan ini dapat menjadi langkah strategis dalam menggerakkan Muhammadiyah agar semakin mengakar dan mendunia. Kaderisasi melalui gerakan berbasis nasabiyah secara faktual terbukti cukup efektif. Sejarah mencatat bahwa pendekatan semacam ini tidak hanya berhasil menyebarkan pemahaman ideologi. Namun, dalam jangka waktu tertentu juga mampu membangun fondasi sebuah bangsa dan negara.

Konsep gerakan dakwah melalui pernikahan lintas warga negara berbeda dengan sekadar memandangnya sebagai praktik tradisional. Dalam Islam, jalur ini memiliki rujukan syariah yang sangat islami, seperti yang diisyaratkan dalam QS Al-Hujurat. Pendekatan ini bukan hanya strategi praktis, melainkan bagian dari penerapan nilai-nilai Islam yang mendalam yang mampu memperluas pengaruh dakwah ke seluruh penjuru dunia.

“Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Teliti.” (QS Al-Hujurat: 13).

Dari makna saling mengenal antar suku dan bangsa dapat dilakukan dengan cara saling menikahinya. Bahkan, efektivitas sangat baik dan terukur sudah teruji dan terbukti.

Tanwir adalah momentum untuk mencerahkan, dan gagasan seperti ini merupakan salah satu langkah yang dapat mencerahkan masa depan Muhammadiyah. Kehadiran Muhammadiyah selalu menghadirkan solusi, meskipun terkadang tampak “nyeleneh” atau terkesan sederhana. Namun, jika direnungkan dengan mendalam, gagasan semacam ini memiliki potensi dampak strategis yang besar bagi kehidupan umat manusia di masa mendatang.

Muhammadiyah hadir memberikan solusi tidak hanya bagi warganya sendiri dan masyarakat Indonesia, tetapi untuk warga dunia. Terlebih di negara-negara yang mengalami tantangan regenerasi akibat penurunan jumlah keturunan. Muhammadiyah kini bukan lagi sekadar organisasi untuk Indonesia, melainkan untuk dunia. Berakar pada ajaran Islam, Muhammadiyah mengajarkan nilai-nilai universal yang melampaui batas bangsa dan negara. Selamat bertanwir. Wallahu a’lam.

*Dosen UM Bandung dan Wakil Ketua PWM Jabar

PMB Uhamka