PMB Uhamka
Islampedia

Benarkah Bank Syariah Mengandung Riba? Ini Penjelasan Lengkap Majelis Tarjih Muhammadiyah

×

Benarkah Bank Syariah Mengandung Riba? Ini Penjelasan Lengkap Majelis Tarjih Muhammadiyah

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi (Istockphoto).

BANDUNGMU.COM, Yogyakarta – Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah Mukhlis Rahmanto merespons pernyataan kontroversial yang tengah viral di masyarakat. Pernyataan tersebut menyebut bahwa ekonomi syariah, khususnya perbankan syariah, lebih haram dibandingkan perbankan konvensional.

Dalam program Tarjih Menjawab yang berlangsung pada Jumat (07/03/2025), Mukhlis dengan tegas menolak klaim tersebut. Ia menilai tuduhan tersebut keliru dan mengabaikan peran ulama serta cendekiawan Muslim dalam membangun sistem ekonomi syariah di Indonesia.

Menjawab Tuduhan terhadap Bank Syariah

Tuduhan yang beredar menyebut tiga alasan utama: pertama, bank syariah tetap mengandung riba; kedua, bank syariah diduga menghalalkan sesuatu yang haram dengan istilah Islam; dan ketiga, bank syariah dianggap memperjualbelikan agama.

Menanggapi hal ini, Mukhlis menjelaskan bahwa bank syariah bukan sekadar nama, melainkan hasil perjuangan ulama dan ekonom muslim sejak 1990-an. “Bank Muamalat, sebagai bank syariah pertama, lahir dari inisiatif umat Islam untuk menyediakan alternatif ekonomi yang sesuai prinsip syariah, bukan semata kebijakan pemerintah,” jelasnya.

Baca Juga:  Mubalig Muhammadiyah

Ia juga menegaskan bahwa meragukan keabsahan bank syariah sama saja dengan menafikan usaha para ulama yang telah berjuang menghadirkan solusi keuangan halal bagi umat.

Bank Syariah dan Prinsip Syariah

Terkait isu riba, Mukhlis menerangkan bahwa bank syariah beroperasi dengan prinsip jual beli, bukan utang-piutang seperti bank konvensional. Ia mencontohkan akad murabahah, di mana bank membeli barang—misalnya mobil—untuk nasabah, lalu menjualnya kembali dengan keuntungan yang telah disepakati.

“Riba itu pertukaran uang dengan uang plus bunga. Sementara itu, transaksi syariah melibatkan barang atau jasa riil,” tegasnya. Ia juga menjelaskan akad wakalah yang memungkinkan nasabah diwakilkan dalam pembelian barang. Meski ada yang menganggapnya sebagai “pinjaman terselubung,” akad ini sah dalam fikih muamalat.

Baca Juga:  Hadirkan Bazarmu, Lazismu Sediakan Ratusan Takjil Gratis dari UMKM

Untuk memastikan kesesuaian dengan syariat, Mukhlis menyoroti peran Dewan Pengawas Syariah (DPS) di setiap bank syariah. Para ulama ahli fikih muamalat yang tergabung dalam DPS memiliki sertifikasi dari Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI.

“Setiap transaksi, mulai dari tabungan hingga investasi, diawasi oleh DPS berdasarkan fatwa DSN dan diadopsi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Jadi, label syariah bukan sekadar strategi pemasaran, melainkan memiliki konsekuensi hukum syariah yang ketat,” jelasnya.

Ekonomi Syariah di Era Digital

Mukhlis juga menyinggung perkembangan ekonomi syariah di era digital, termasuk kehadiran fintech syariah yang menjadi jembatan antara pemilik modal dan pelaku usaha. Ia mencontohkan investasi syariah untuk proyek riil, seperti pembangunan perumahan, yang menggunakan sistem bagi hasil, bukan bunga.

Baca Juga:  Iman dan Amal Saleh, Pilar Utama dalam Pemanfaatan Waktu

Namun, ia mengingatkan masyarakat agar waspada terhadap investasi bodong. “Pastikan legalitasnya di OJK dan pahami literasi keuangan syariah agar tidak terjebak dalam penipuan,” imbaunya.

Menabung atau Sedekah?

Dalam sesi tanya jawab, Mukhlis menanggapi pertanyaan seputar pilihan antara menabung atau bersedekah. Ia menekankan bahwa Rasulullah SAW memberikan teladan sesuai kondisi. “Saat berdagang dengan modal dari Khadijah, Nabi berinvestasi. Namun, ketika memiliki kelebihan, beliau juga bersedekah. Bahkan, jual beli kredit diperbolehkan, sebagaimana saat Nabi membeli makanan dari pedagang Yahudi tanpa uang tunai,” jelasnya.

Mukhlis menegaskan bahwa ekonomi syariah berfokus pada perputaran barang dan jasa riil, bukan sekadar akumulasi uang. Dengan demikian, sistem ini mendukung keadilan dan menghindari kezaliman akibat riba.***

PMB Uhamka