BANDUNGMU.COM – Indonesia, menurut Undang-Undang Cipta Kerja yang disahkan tahun 2020, akan menikmati siaran televisi teresterial digital sepenuhnya paling lambat pada 2022.
Terdapat pemahaman yang salah kaprah di tengah masyarakat mengenai siaran televisi teresterial digital, mereka mengira untuk menonton televisi nanti, mereka harus membayar biaya berlangganan, seperti televisi kabel.
Tidak sedikit juga masyarakat yang mengira siaran televisi digital sama seperti Netflix alias layanan menonton streaming.
Direktur Penyiaran Kementerian Komunikasi dan Informatika Geryantika Kurnia menjelaskan siaran televisi digital dan siaran streaming adalah dua layanan yang berbeda.
“Siaran televisi dari analog ke digital sama saja, yaitu tidak membayar karena ini layanan free to air,” kata Geryantika dalam webinar sosialisasi televisi digital beberapa waktu lalu.
Siaran televisi teresterial merupakan layanan “free to air” sehingga tidak berbayar. Sementara itu, layanan streaming menonton video termasuk produk berbasis internet atau over-the-top, umumnya berbayar.
Selama ini masyarakat Indonesia menonton siaran televisi teresterial analog, yang menggunakan spektrum frekuensi radio 700MHz. Sementara, otoritas telekomunikasi dunia International Telecommunication Union (ITU) meminta seluruh negara paling lambat beralih ke siaran televisi digital pada 2015.
Indonesia memang sangat terlambat dalam implementasi siaran televisi digital, antara lain karena terganjal regulasi penyiaran. Menurut Geryantika, wacana migrasi ke siaran televisi digital sudah bergulir sejak 2007 lalu.
Regulasi penyiaran pada 2012 lalu juga diharapkan memuat analog switch off, namun, belum berhasil terlaksana.
Aturan mengenai perpindahan siaran dari analog ke digital atau analog switch off (ASO) akhirnya masuk Undang-Undang Cipta Kerja, yang mengamanatkan paling lambat terjadi dua tahun setelah undang-undang berlaku alias pada 2 November 2022.
Efisiensi penyiaran
Dampak siaran televisi digital yang akan dirasakan Indonesia cukup luas, tidak melulu berkaitan dengan industri penyiaran, namun juga berpengaruh ke internet, bahkan terkait erat dengan rencana Indonesia untuk mengadopsi jaringan 5G.
Spektrum frekuensi 700MHz dijuluki sebagai “frekuensi emas” berkat cakupannya yang luas. Begitu siaran televisi teresterial sudah sepenuhnya beralih ke digital, Kominfo menaksir akan ada dividen digital sebesar 112MHz pada frekuensi tersebut.
Rencana pemerintah, sebanyak 90MHz dari dividen digital tersebut akan digunakan untuk mengadakan internet cepat. Lainnya, frekuensi emas ini akan dimanfaatkan untuk mendukung program penanggulangan bencana.
Geryantika mengatakan hal penting yang harus digarisbawahi dari ASO bukanlah perpindahan siaran televisi dari analog ke digital.
“Tapi, multiplier effect dari ASO ini,” kata Geryantika.
Siaran televisi digital juga akan berpengaruh pada penggunaan bersama infrastruktur pasif maupun aktif, dari yang selama ini satu infrastruktur digunakan oleh satu lembaga penyiaran.
Mengapa harus televisi digital?
Staf Khusus Kominfo Bidang Informasi dan Komunikasi Publik Rosarita Niken Widiastuti menyatakan ada lima hal yang membuat Indonesia harus segera menghentikan siaran televisi analog dan beralih ke digital.
Pertama, demi kepentingan publik untuk mendapatkan siaran televisi yang jernih dan berkualitas. Kedua, efisiensi penggunaan spektrum frekuensi radio yang bisa berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi digital. Ketiga, penataan spektrum frekuensi radio untuk mendorong ekonomi dan industri digital.
Keempat, dividen digital yang bisa dialokasikan untuk jaringan 5G di masa mendatang. Kelima, atau terakhir, untuk menghindari sengketa dengan negara tetangga karena interferensi spektrum frekuensi radio di wilayah perbatasan.
Perangkat dan kualitas siaran
Agar bisa menangkap siaran gelombang digital, tentu diperlukan televisi keluaran terbaru yang dirancang untuk menangkap gelombang siaran digital.
Dengan kata lain, untuk menonton siaran televisi digital ini, masyarakat memiliki pilihan yaitu membeli televisi buatan terkini, yang bisa menangkap gelombang siaran digital, atau menggunakan set top box.
Set top box merupakan alat tambahan, berbentuk seperti modem untuk televisi kabel, yang dipasangkan ke televisi analog agar bisa menangkap siaran digital.
Kominfo melihat, upaya menghadirkan siaran televisi digital tidak berhenti dengan menyiapkan regulasi dan infrastruktur, namun juga bagaimana masyarakat bisa menikmati siaran televisi digital, yang disebut akan lebih jernih dan bersih dibandingkan siaran analog.
Data Kominfo, ada sekitar 40 juta perangkat televisi di Indonesia yang hanya bisa menangkap siaran analog. Artinya, jika tidak semua masyarakat membeli pesawat televisi baru, akan diperlukan jutaan set top box.
Pemerintah juga akan turun tangan dalam menyediakan set top box, terutama untuk keluarga pra-sejahtera agar bisa menonton televisi digital.
Untuk mendorong masyarakat, terutama mereka yang bisa mengadakan set top box secara mandiri, Geryantika menilai perlu ada “killer content”, konten super menarik yang bisa membuat pemirsa rela beralih ke siaran televisi digital demi bisa menonton acara tersebut.
Direktur Utama TVRI Iman Brotoseno mengatakan, temuan di lapangan, ketika ada siaran laga bulu tangkis beberapa waktu lalu, permintaan set top box di pasar meningkat. Artinya, masyarakat beralih ke televisi digital demi bisa menonton turnamen bulu tangkis.
Perkembangan terkini mengenai analog switch off, pemerintah sedang menyiapkan lima Peraturan Menteri Kominfo di bidang pos, televisi, dan penyiaran agar ASO bisa terlaksana sesuai target yaitu pada 2022.
Kominfo juga membuka seleksi penyelenggara multipleksing bagi lembaga penyiaran swasta untuk siaran televisi digital di 22 provinsi. Saat ini, 12 provinsi di Indonesia sudah menjalankan siaran simulcast atau siaran televisi analog dan digital secara bersamaan.
Dengan segala manfaat dan tujuan besarnya, jelas bahwa implementasi televisi digital merupakan masa depan dari siaran berkualitas televisi nasional, tidak hanya dalam kejernihan gambar tapi juga konten, selain juga menunjang penguatan jaringan 5G yang ujung-ujungnya adalah pembangunan ekonomi dan industri digital Indonesia.
Diolah dari Antaranews