Oleh: Ace Somantri*
Ramadan, bulan penuh kesucian ini merupakan bagian dari sejarah yang tidak akan pernah terhapus. Kedatangannya selalu dinantikan oleh umat Islam di seluruh dunia sebagai momentum spiritual yang membawa kebahagiaan dan kegembiraan.
Bahkan, Rasulullah Muhammad SAW pun selalu merasakan kesedihan menjelang berakhirnya bulan Ramadan. Kerinduan terhadap bulan suci ini bukan sekadar rutinitas tahunan, melainkan wujud dari makna mendalam yang menyertainya.
Setiap ibadah yang diperintahkan maupun dianjurkan dalam bulan ini senantiasa dijalankan dengan penuh ketulusan. Hal ini mencerminkan kegembiraan dalam menjalani ketaatan kepada Allah SWT.
Ramadan bukan hanya bulan ibadah, melainkan sumber motivasi dan spirit bagi umat manusia. Sejarah mencatat bahwa peristiwa luar biasa terjadi di bulan ini, salah satunya adalah turunnya wahyu pertama kepada Nabi Muhammad SAW.
Kejadian tersebut begitu dahsyat hingga membuat Rasulullah gemetar dan terkesima. Wahyu ini menjadi awal dari risalah Islam yang membawa cahaya petunjuk bagi seluruh umat manusia. Oleh karena itu, wajar jika Rasulullah menyambut Ramadan dengan kebahagiaan dan meninggalkannya dengan kesedihan yang mendalam.
Kedatangan wahyu ilahi di bulan Ramadan menjadikannya sebagai bulan penuh berkah, rahmat, dan ampunan. Wahyu tersebut tidak hanya sebagai petunjuk hidup, tetapi sebagai pembeda antara yang benar dan yang salah.
Firman Allah yang pertama kali diturunkan, yaitu “iqra,” memiliki makna yang sangat inspiratif. Kata ini bukan sekadar perintah membaca dalam arti harfiah, melainkan seruan untuk memahami, merenungkan, dan mengamalkan ilmu dalam kehidupan. Dengan membaca, manusia dapat memahami dunia dan membangun peradaban yang lebih baik.
Setiap manusia yang berpikir sehat tentu memiliki tujuan hidup yang ingin dicapai. Namun, tujuan tersebut tidak bisa dicapai tanpa petunjuk yang jelas. Ramadan menjadi waktu yang tepat bagi umat Islam untuk memperbaiki niat dan tujuan hidup mereka.
Allah SWT telah memberikan Al-Quran sebagai pedoman utama yang mengandung kasih sayang dan bimbingan bagi umat manusia. Maka, kebahagiaan menyambut Ramadan dan kesedihan saat meninggalkannya bukan hanya karena peristiwa turunnya wahyu, melainkan karena nilai-nilai kemanusiaan yang diajarkan di dalamnya.
Ramadan bukan sekadar bulan ibadah, melainkan bulan segala petunjuk bagi umat manusia. Petunjuk ini bukan hanya berupa aturan yang kaku, melainkan fleksibel dan relevan sepanjang masa. Al-Quran, sebagai kitab suci yang diturunkan di bulan ini, merupakan sumber inspirasi bagi setiap generasi.
Pesan-pesan di dalamnya selalu mampu menjawab berbagai tantangan dan persoalan kehidupan tanpa ada satu pun ayat yang kehilangan relevansinya. Oleh karena itu, umat Islam harus menjadikan Ramadan sebagai momen untuk kembali kepada petunjuk Ilahi yang telah terbukti membawa kebaikan bagi dunia dan akhirat.
Sebagai bulan Al-Quran, Ramadan seharusnya menjadi waktu untuk meningkatkan tradisi tadarus dengan pemahaman yang lebih mendalam. Selama ini, tradisi tadarus sering kali hanya dilakukan secara tekstual tanpa menggali makna yang terkandung di dalamnya.
Padahal, ketika Rasulullah menerima wahyu, beliau tidak hanya membacanya, tetapi mengamalkannya dalam kehidupan nyata. Umat Islam seharusnya mengikuti teladan ini dengan membaca, memahami, dan menerapkan ajaran Al-Quran dalam setiap aspek kehidupan.
Semoga kita semua mampu menjalani ibadah Ramadan dengan penuh keikhlasan dan ketulusan. Bertadarus Al-Quran bukan hanya membaca ayat-ayatnya, melainkan menjadikannya sebagai sumber inspirasi, motivasi, dan pedoman dalam kehidupan.
Dengan demikian, kita dapat menjadi pribadi yang lebih baik, berguna bagi diri sendiri, dan bermanfaat bagi orang lain. Kesucian Ramadan seharusnya mendorong kita untuk mensucikan jiwa dan raga sehingga segala amal yang dilakukan benar-benar melahirkan petunjuk yang mencerahkan akal, hati, dan kehidupan kita.
Semoga dari kebersihan hati dan keikhlasan dalam beribadah di bulan suci ini, kita dapat memperoleh ridha Allah SWT. Ramadan bukan hanya sekadar bulan yang datang dan pergi, melainkan momen transformasi spiritual yang membawa perubahan positif dalam hidup kita. Wallahu a’lam.
*Dosen UM Bandung dan Wakil Ketua PWM Jabar