UMBandung
Islampedia

Pandangan Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah Mengenai Imam Mahdi

×

Pandangan Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah Mengenai Imam Mahdi

Sebarkan artikel ini

BANDUNGMU.COM, Yogyakarta – Masjid KH Sudja Yogyakarta menggelar kajian rutin pada Senin (02/12) dengan topik menarik tentang keyakinan umat Islam terhadap Imam Mahdi. Kajian ini dipandu oleh Budi Jaya Putra, Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

Dalam pembukaannya, Budi Jaya menekankan bahwa keyakinan terhadap Imam Mahdi adalah bagian dari iman kepada hal-hal gaib, sesuai dengan kandungan hadis-hadis yang mutawatir secara maknawi.

Budi Jaya menjelaskan bahwa konsep Imam Mahdi banyak berkembang di kalangan Syiah Imamiyah, yang meyakini akan munculnya seorang khalifah adil dari keturunan Ali bin Abi Talib untuk memimpin umat Islam di akhir zaman.

Baca Juga:  Ketika Abu Hanifah Menjawab Persoalan Haid dengan Buah Apel

Menurutnya, paham ini awalnya muncul sebagai strategi politik Syiah Imamiyah untuk menghadapi dominasi kekuasaan Bani Umayyah yang saat itu memerintah dengan tangan besi. Budi Jaya juga mencatat bahwa sepanjang sejarah, klaim tentang Imam Mahdi kerap dimanfaatkan oleh individu atau kelompok tertentu untuk tujuan politik atau sebagai sarana menarik perhatian masyarakat.

“Isu tentang Imam Mahdi sering kali diangkat, terutama menjelang momen politik, di mana figur seperti ‘Ratu Adil’ kerap dijadikan bahan kampanye,” ujar Budi Jaya seperti dikutip dari laman muhammadiyah.or.id.

Baca Juga:  Prodi KPI UM Bandung Terima Kunjungan Belajar Madrasah Aliyah Al Kahfi Bogor

Ia menjelaskan bahwa hadis-hadis mengenai Imam Mahdi memiliki beragam tingkat keabsahan. Meski sebagian lemah (daif), terdapat pula hadis yang dapat diterima, seperti riwayat yang menyebutkan bahwa Imam Mahdi berasal dari keturunan Fatimah dan bernama Muhammad.

Budi Jaya menjelaskan bahwa berdasarkan hadis riwayat Abu Dawud, ciri-ciri Imam Mahdi meliputi nama Muhammad, ayahnya bernama Abdullah, dan ia berasal dari keluarga Nabi Muhammad. Meskipun hadis-hadis tersebut termasuk dalam kategori mutawatir maknawi, penggunaannya tetap memerlukan telaah mendalam dan tidak boleh digunakan sembarangan untuk mendukung klaim tertentu.

Baca Juga:  Ini Penjelasan Perempuan Haid Tidak Boleh Berpuasa

Dalam kajiannya, Budi Jaya menekankan pentingnya kehati-hatian dalam menyikapi isu terkait Imam Mahdi. “Umat Islam perlu bersikap kritis dan mendalami persoalan ini dengan merujuk pada sumber-sumber otoritatif, yaitu Al-Quran dan As-Sunnah,” pesannya.

Budi menegaskan bahwa keyakinan terhadap Imam Mahdi, sebagai bagian dari iman, harus berlandaskan dalil yang kokoh dan bukan sekadar klaim sepihak. “Umat Islam perlu memverifikasi klaim semacam ini dengan merujuk pada Al-Quran dan hadis yang sahih serta tidak mudah terpengaruh oleh pernyataan yang tidak memiliki dasar yang kuat,” tandasnya.***

PMB Uhamka