Oleh: Muhsin MK*
MELIHAT keadaan dan perkembangan pendidikan Muhammadiyah, sungguh menggembirakan. Pertama, jumlah universitas Muhammadiyah unggul kian bertambah di Indonesia. Kedua, berdirinya fakultas kedokteran pada beberapa universitas Muhammadiyah dan Aisyiyah sebagai bukti perkembangan yang nyata. Ketiga, kualitas pendidikan Muhammadiyah semakin lebih baik dan diakui negara dan dunia.
Keempat, keberadaan peserta didik semakin bertambah meningkat kuantitas dan kualitasnya. Kelima, lembaga pendidikan Muhammadiyah telah merambah ke berbagai daerah di Indonesia bagian timur yang keberadaan kaum muslimnya minoritas. Di daerah Papua, Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Sulawesi Utara (Sulut), misalnya, pendidikan Muhammadiyah diterima dengan baik dan menggembirakan.
Namun, jika kita teropong lebih jauh, tentu ada berbagai problematika atau masalah yang masih dirasakan secara real terjadi di dalam tubuh pendidikan Muhammadiyah. Apalagi kini pendidikan Muhammadiyah tidak hanya berada di daerah daerah perkotaan. Namun, telah menyebar merata di daerah-daerah perdesaan yang dapat dikatakan serba-terbatas sumber ekonominya.
Tentu saja keadaan pendidikan Muhammadiyah di daerah perkotaan jauh lebih maju daripada yang berada di daerah perdesaan. Walau ada juga lembaga pendidikan milik Muhammadiyah di desa yang mengalami suatu kemajuan yang luar biasa sehingga eksistensinya sedemikian dirasakan dalam masyarakat lingkungannya.
Di daerah perdesaan Kabupaten Lamongan, misalnya, lembaga pendidikan Muhammadiyah tumbuh berkembang dan cukup berpengaruh dalam masyarakat sekitarnya. Pondok-pondok pesantren Muhammadiyah yang berdiri di daerah ini dan di berbagai daerah lainnya di Indonesia juga termasuk menonjol, maju, dan dirasakan eksistensinya oleh masyarakat lingkungannya.
Bahkan pondok pesantren tersebut telah melahirkan tidak hanya tokoh-tokoh yang aktif di Muhammadiyah, tetapi melahirkan tokoh-tokoh nasional dan global. Ustadz Imam Shamsi Ali yang melakukan dakwah di New York, Amerika Serikat. Ia merupakan produk pesantren Muhammadiyah Darul Arqam, Gombara, Sulawesi Selatan. Adi Hidayat merupakan produk pesantren Darul Arqam Garut, Jawa Barat, dikenal sebagai salah satu pendakwah populer di Indonesia.
Ada beberapa problematika pendidikan Muhammadiyah yang cukup menonjol selama ini. Pertama, berkaitan dengan kesejahteraan guru dan tenaga kependidikan. Hal ini umumnya dirasakan bagi mereka yang aktif di pendidikan Muhammadiyah tingkat dasar dan menengah, apalagi PAUD dan TK ABA. Memang sebagian di kota-kota besar sudah cukup baik kesejahteraannya. Namun, masih banyak lagi yang kesejahteraannya memprihatinkan.
Karena faktor kesejahteraan inilah yang mendorong mereka berusaha mencari peluang untuk menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) atau mencari tambahan di luar waktu bekerja di lembaga pendidikan Muhammadiyah. Keadaan ini tentu berpengaruh kepada kualitas kerja dan disiplin mereka sebagai guru dan tenaga pendidikan Muhammadiyah yang diharapkan dapat memajukan kualitas pendidikan agar lebih baik lagi.
Kedua, soal mencari sumber daya manusia (SDM) yang benar-benar memenuhi syarat, baik yang berhubungan dengan keilmuan dan profesi di bidang pendidikan maupun yang paham Al-Islam kemuhammadiyahan. Masalah keilmuan dan profesi ini dapat dilihat dari masih adanya gelar guru nonpendidikan serta masuknya kader-kader non-Muhammadiyah yang mengajar di lembaga pendidikan Muhammadiyah.
Dalam menghadapi kedua problematika ini, tentu perlu solusi yang bersifat komprehensif, setidak-tidaknya dapat meminimalisasi sehingga kualitas pendidikan Muhammadiyah benar-benar menjadi lebih baik dan berkemajuan. Solusi yang pertama sebenarnya sudah dilakukan Muhammadiyah dengan gerakan pengumpulan dana infak 111 miliar.
Namun, apakah sudah terkumpul sejumlah yang direncanakan atau berlebih dan bagaimana penyalurannya untuk membantu kesejahteraan guru dan tenaga kependidikan Muhammadiyah? Hingga kini belum ada kabar beritanya. Adapun yang sudah ada beritanya, adalah bantuan yang diberikan untuk kesejahteraan 1.000 guru dan tenaga kependidikan Muhammadiyah di Jawa Timur.
Solusi problematika yang kedua bisa dilakukan melalui kerja sama lembaga pendidikan Muhammadiyah tingkat dasar dan menengah dengan perguruan tinggi Muhammadiyah. Khususnya yang sudah membuka fakultas ilmu pendidikan dan kejuruan lain yang dibutuhkan dalam melahirkan tenaga guru dan kependidikan yang sesuai dengan harapan dan selain itu mereka benar-benar kader Muhammadiyah.
Peran dari kader-kader Muhammadiyah yang bergabung dalam Pemuda Muhammadiyah (PM), Nasyiatul Aisyiyah (NA), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), dan Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) juga diperlukan. Yakni dalam menggerakkan para pimpinan dan anggota-anggotanya agar mempersiapkan diri untuk mengisi tenaga pendidik dan kependidikan di lingkungan lembaga-lembaga pendidikan Muhammadiyah
Bila semua unsur pemimpin dan anggota Muhammadiyah dan ortom-ortomnya benar-benar bersatu teguh dan solid, sedemikian tinggi keperduliannya terhadap keberadaan pendidikan Muhammadiyah ini, apa pun problematika yang dihadapi akan bisa diatasi dengan baik dan tuntas dengan hasil yang maksimal.
Apalagi dari pengalaman Muhammadiyah yang sudah berusia 112 tahun, diharapkan ke depannya tidak ada lagi problematika kesejahteraan dan SDM dalam lembaga pendidikan Muhammadiyah yang dipandang tidak memenuhi syarat secara akademik, keilmuan, profesionalitas, spiritual, ideologis, dan sebagainya. Wallahu ‘alam.
*Aktivis Muhammadiyah dan pegiat sosial