BANDUNGMU.COM, Bandung — Di tengah kehidupan yang bergerak cepat dan penuh tekanan, banyak orang kerap melupakan rasa syukur. Padahal, dalam ajaran Islam, syukur menjadi fondasi kebahagiaan sejati sekaligus penopang kesehatan mental yang seimbang.
Pada dasarnya, syukur tidak berhenti pada ucapan terima kasih kepada Allah SWT. Lebih jauh, syukur hadir sebagai praktik konsisten yang membentuk cara pandang seseorang terhadap hidup. Ketika seseorang mensyukuri apa yang ia miliki—baik kesehatan, keluarga, pekerjaan, maupun tantangan—ia secara sadar mengalihkan fokus dari kekurangan menuju kelimpahan.
Selain itu, temuan penelitian modern tentang gratitude turut menguatkan nilai syukur dalam kehidupan sehari-hari. Peneliti mencatat bahwa orang yang rutin bersyukur cenderung memiliki tingkat stres lebih rendah, kualitas tidur lebih baik, serta hubungan sosial yang lebih hangat. Sejalan dengan itu, Al-Qur’an menegaskan bahwa syukur mendatangkan keberkahan, sementara pengingkaran nikmat justru membawa kerugian.
Lebih lanjut, praktik syukur tidak selalu memerlukan cara yang rumit. Seseorang bisa memulainya melalui jurnal syukur di pagi atau malam hari. Bahkan, berhenti sejenak untuk mensyukuri air minum, makanan di meja, atau napas yang masih mengalir sudah termasuk bentuk ibadah yang kuat dan bermakna.
Di sisi lain, era media sosial sering mendorong rasa iri dan ketidakpuasan. Oleh karena itu, syukur hadir sebagai bentuk perlawanan spiritual. Setiap kali seseorang bersyukur, ia menolak narasi “tidak pernah cukup” dan memilih menerima realitas “cukup serta penuh berkah dari Allah.”
Pada akhirnya, tren gratitude modern sejatinya menghidupkan kembali ajaran yang telah Islam tanamkan sejak berabad-abad lalu. Kedamaian sejati lahir dari hati yang berserah dan senantiasa bersyukur kepada Sang Pencipta.
Maka dari itu, mari memulai hari dengan satu langkah sederhana: bersyukur. Sebab, syukur merupakan ibadah yang mengubah cara pandang hidup dan paling mudah untuk dilakukan kapan saja. ***(IK22/Salma)

