BANDUNGMU.COM, Yogyakarta — Sampaikan materi dalam Upgrading PWM, BPH, Pimpinan PTM Provinsi Lampung di SM Tower Yogyakarta, pada Sabtu (20/01/2024), Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir berpesan untuk menjaga pandangan moderat atau wasatiah warga Muhammadiyah.
Mengutip muhammadiyah.or.id, menurut Haedar, pandangan tengahan harus mengakar di seluruh institusi Amal Usaha Muhammadiyah (AUM).
Menyinggung masalah konsep amar makruf nahi munkar, Haedar menyebut bahwa tidak selalu dilakukan dengan keras. Termasuk dalam pilihan politik, jangan dianggap sebagai keyakinan atau akidah.
“Maka warga Muhammadiyah jangan galak-galak, tebarkan senyum. Termasuk mubalig jangan suka marah-marah, nanti warga Muhammadiyah semakin berkurang,” pesan Haedar.
Kata Haedar, pilihan politik adalah urusan muamalah duniawiah yang usul fikihnya disebutkan bahwa semua urusan keduniaan dibolehkan terkecuali ada dalil yang melarangnya.
Sementara itu, usul fikih untuk urusan ibadah adalah semuanya dilarang terkecuali ada dalil yang membolehkan.
Oleh karena itu, menyikapi tahun politik Haedar meminta kepada warga Muhammadiyah untuk memahami dan mendalami ideologi dan pandangan keagamaan yang dimiliki oleh Muhammadiyah.
Haedar berharap warga Muhammadiyah juga diharapkan dalam memandang realitas tidak hitam-putih, dan secara tekstual.
“Ada prinsip pemikiran yang mendasar tentu dalam Islam. Orientasi sikap dan pandangan itu berlandaskan Al-Quran dan Hadis atau Sunah itu menjadi ideologi dan pemikiran yang dikodifikasi oleh Muhammadiyah,” kata Haedar.
Hal itu yang membuat Muhammadiyah berbeda dengan kelompok Islam lain yang juga mengusung semangat kembali ke Al-Quran dan Sunah atau Hadis.
“Perbedaan ini adalah sunatullah. Perbedaan yang ada juga bukan dalam urusan-urusan pokok, seperti syahdat dan seterusnya,” kata Haedar.
Haedar memastikan pemikiran yang dijalankan oleh Muhammadiyah sanad keilmuannya sampai pada KH Ahmad Dahlan.
Guru Besar Sosiologi ini menjelaskan bahwa jika ada fikih yang dijalankan oleh Muhammadiyah saat ini berbeda itu disebabkan karena memang eksistensi KH Ahmad Dahlan dibatasi usia. Selain itu, fikih itu bersifat dinamis.
Maka disarankan kepada warga Muhammadiyah jika ingin mengetahui pemikiran Muhammadiyah, supaya membaca Manhaj Tarjih, PHIWM, ayat-ayat yang diajarkan KH Ahmad Dahlan, dan lain-lain.
“Teksnya dikaji secara mendalam yang luas, konteksnya juga dipahami secara mendalam dan meluas,” tutur Haedar.
Sesuai Manhaj Tarjih, Muhammadiyah memahami wahyu dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu teks, konteks, dan intuisi atau unsur rasa.
Atau bayani, burhani, dan irfani. Jika dilihat dari sisi ini, akan ditemukan perbedaan yang mendasar antara Muhammadiyah dengan salafi yang lebih tekstual dalam memahami wahyu.
“Dari situ lahir karya fikih Muhammadiyah, ada fikih kebencanaan, fikih air, fikih informasi. Maka baca itu Manhaj Tarjih dan pemikiran-pemikiran Muhammadiyah yang lain,” ungkap Haedar.
Dalam hematnya, jika memahami Manhaj Tarjih, pemikiran-pemikiran Muhammadiyah, dan lainnya. Haedar meyakini tidak akan ada paham keras yang tumbuh di tubuh Muhammadiyah.
Oleh karena itu, kembali dia berpesan supaya mengakarkan pandangan tengahan sesuai dengan Manhaj Tarjih di warga Muhammadiyah.***