PMB Uhamka
Opini

Ihwal Baik

×

Ihwal Baik

Sebarkan artikel ini

Oleh: Radea Juli A Hambali* 

BANDUNGMU.COM – Apa sebenarnya yang dimaksud dengan “hal yang baik”? Jawaban atas pertanyaan ini dapat bervariasi tergantung pada sudut pandang. Dalam agama, “hal yang baik” memiliki definisi yang tegas, yaitu setiap perkataan dan perbuatan yang selaras dengan tuntunan ajaran agama.

Berbicara sopan, peduli kepada fakir miskin, membantu sesama, dan melaksanakan puasa di bulan Ramadan adalah beberapa contoh nyata dari “hal yang baik” menurut agama. Semua tindakan tersebut dinilai baik karena sejalan dengan perintah Tuhan dan dicontohkan oleh Nabi.

Dalam perspektif agama, melakukan “hal yang baik” mendatangkan pahala dan menjadi jalan menuju surga. Sebaliknya, melakukan “hal yang tidak baik” melanggar ketentuan Tuhan dan mengarah pada hukuman neraka.

Baca Juga:  Hubungan Mikrobioma Usus dan Puasa Ramadan

Agama memperlihatkan kehidupan manusia sebagai perjalanan yang dipenuhi dengan pilihan antara kabar gembira dan kabar duka, antara janji dan ancaman, serta antara surga dan neraka. Prinsip ini menjadi landasan moral bagi umat beragama untuk senantiasa memilih “hal yang baik” agar memperoleh ganjaran terbaik di akhirat.

Namun, di luar perspektif agama, filsuf Jerman Immanuel Kant menawarkan pandangan berbeda tentang “hal yang baik.” Menurut Kant, satu-satunya “hal yang baik” yang murni dan tanpa kualifikasi adalah good will, atau niat untuk melakukan hal yang benar. Ia menekankan bahwa tindakan seseorang seharusnya didasarkan pada niat yang baik, bukan karena rasa takut atau dorongan lain.

Baca Juga:  Ramadan Bulan Latihan Kelola Pengetahuan

Misalnya, seorang tukang parkir yang mengembalikan uang kembalian dengan jujur karena niat baik adalah contoh nyata dari good will. Namun, jika ia melakukannya semata-mata karena takut tertangkap, maka tindakannya tidak memiliki nilai moral dalam pandangan Kant. Filosofi moral ini menekankan bahwa tindakan harus dilakukan karena tindakan itu sendiri adalah benar, bukan karena faktor eksternal.

Kant menyebut prinsip ini sebagai imperatif kategori, yaitu kewajiban moral yang harus dilakukan kapan saja dan dalam kondisi apa pun. Prinsip ini menuntut manusia untuk bertindak berdasarkan moralitas yang murni, bukan karena imbalan atau ancaman.

Baca Juga:  Inilah 6 Hikmah Mulia Tunaikan Zakat Yang Harus Diketahui Kaum Muslim

Dengan Ramadan yang semakin dekat, umat beriman diingatkan untuk menjalankan puasa sebagai wujud ketaatan kepada Tuhan. Dalam agama, puasa adalah jalan untuk mencapai ketakwaan. Namun, pertanyaannya, apakah seruan ini bisa dianggap sebagai “hal yang tidak baik” menurut filsafat Kantian, yang menekankan pentingnya tindakan bebas dari iming-iming imbalan?

Persoalan ini membawa kita pada refleksi mendalam tentang nilai moral tindakan manusia, baik dari sudut pandang agama maupun filsafat. Pada akhirnya, pertanyaan tentang apa itu “hal yang baik” menjadi pengingat untuk terus memperbaiki niat dan tindakan dalam kehidupan sehari-hari.

*Wakil Dekan III Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung

PMB Uhamka