UMBandung
Islampedia

Inilah Sejarah Pertama Kali Umat Islam Melaksanakan Salat Tarawih

×

Inilah Sejarah Pertama Kali Umat Islam Melaksanakan Salat Tarawih

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi (Istockphoto)

BANDUNGMU.COM — Salat tarawih pertama kali dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW pada 23 Ramadhan 2 H.

Saat itu, Rasulullah SAW tidak hanya mempersembahkan salat ini di masjid.

Namun, juga kadang-kadang di rumah untuk memberikan pesan bahwa salat tarawih bukanlah suatu kewajiban mutlak.

Pada era Nabi, salat tarawih terdiri atas sebelas rakaat. Hal ini sesuai dengan hadis yang mencatat dialog antara Abu Salamah dan Aisyah mengenai jumlah salat tarawih.

Imam Bukhari dalam kitabnya memasukkan hadis ini ke dalam “Kitab Tarawih” dan menegaskan bahwa hadis ini bukanlah bagian dari kelompok hadis witir.

Tradisi sebelas rakaat ini terus berlanjut hingga masa Khulafa Rasyidin, terutama pada masa Umar. Pada 14 H/635 M, Umar Al-Faruq menetapkan pelaksanaan jamaah tarawih di Masjid Nabawi dengan sebelas rakaat.

Tidak ada catatan yang mencatat perubahan kebijakan ini oleh Umar atau dua khalifah sesudahnya yakni Usman dan Ali.

Dengan demikian, diperkirakan bahwa selama masa Khulafa Rasyidin, salat tarawih di Masjid Nabawi tetap sebelas rakaat.

Baca Juga:  Lima Cara Meningkatkan Kualitas Salat

Meskipun ada klaim dari sejumlah ulama, termasuk Ibn Al-Mulaqqin, yang menyebutkan bahwa Umar adalah pelopor salat tarawih dua puluh rakaat.

Namun, klaim ini tidak didukung oleh bukti riwayat yang sahih. Sebaliknya, kebijakan ini hanya dapat ditemukan dalam interpretasi ulama terhadap asar Yazid Ibn Khusaifah dan asar Muhammad Ibn Yusuf.

Perubahan signifikan terjadi pada akhir pemerintahan Muawiyah (w 60 H/680 M) atau beberapa tahun sebelum Perang Al-Harrah (63 H/683 M).

Pada saat itu, Khalifah pertama Umayyah ini mengubah salat tarawih di Masjid Nabawi menjadi 39 rakaat. Termasuk witir. Kebijakan ini tetap berlaku hingga abad ke-4 H.

Pada abad ke-4 H, panglima Jauhar Al-Siqily dari Dinasti Fatimiyah meraih keberhasilan besar dengan menaklukkan Dinasti Iksidiyah yang berada di bawah kekuasaan Abbasiyah.

Akibatnya, Makkah, Madinah, dan Jerussalem secara otomatis jatuh ke wilayah kekuasaan Fatimiyah yang beraliran Syiah.

Baca Juga:  Mengungkap Rahasia Turunnya Al-Quran: Perjalanan Tahapan dan Proses Kompilasi Kitab Suci

Perubahan signifikan pun terjadi pada salat tarawih di Masjid Nabawi yang sebelumnya 39 rakaat termasuk witir, diubah menjadi 20 rakaat.

Namun, gelombang perubahan ini tidak bertahan lama. Seiring berkurangnya wilayah kekuasaan Fatimiyah, kota suci Madinah kembali berada di bawah kendali Sunni, terutama pengikut Mazhab Maliki pada abad ke-8 H.

Hakim Tinggi Madinah, Imam Al-Iraqi (w 806/1403), memulihkan tradisi salat tarawih di Masjid Nabawi dengan mengembalikannya kepada 39 rakaat. Termasuk witir.

Pelaksanaannya dilakukan dalam dua tahap: 20 rakaat pada awal malam, setelah salat Isya, dan 16 rakaat pada akhir malam, menjelang subuh. Tradisi ini bertahan kuat selama berabad-abad.

Periode modern membawa perubahan besar dalam tata cara pelaksanaan salat tarawih di Masjid Nabawi.

Pada masa Perang Dunia I (1914-1918), keputusan penguasa Saudi untuk berkoalisi dengan Inggris dan runtuhnya Dinasti Ottoman selama Perang Dunia II membawa Abdulaziz dari Kerajaan Arab Saudi memenangkan kendali atas seluruh Najd dan Hijaz, termasuk Makkah dan Madinah pada tahun 1344 H/1926 M.

Baca Juga:  Monogami Adalah Konsep Dasar Pernikahan Dalam Islam

Dari saat itu hingga kini, Masjid Nabawi berada di bawah cakupan pemerintahan Saudi, dan salat tarawih dilaksanakan dalam format dua puluh rakaat.

Era ini mencatat keberlanjutan salat tarawih dalam format dua puluh rakaat sepanjang pemerintahan Saudi.

Meskipun dinamika politik dan kekuasaan telah berubah, tradisi salat tarawih tetap konsisten dengan format yang diadopsi pada awal pemerintahan Saudi.

Pergeseran kebijakan dan perubahan pada tingkat geopolitik tidak menggoyahkan fondasi praktik ibadah ini.

Sebagai penutup, memilih praktik dari masa Nabi sebagai contoh bukanlah sekadar nostalgia. Namun, panggilan untuk kembali pada akar tradisi yang bersumber dari ajaran beliau.

Sabda Nabi SAW, “shallu kama roaitumuni ushalli. (salatlah kalian sebagaimana kalian melihatku, Nabi Saw, salat).

Hadis ini menegaskan pentingnya mengikuti jejak langkah Nabi SAW. Jejak tersebut terpatri dalam delapan rakaat salat tarawih dan tiga rakaat witir total sebelas rakaat.***

PMB Uhamka