UMBandung
Sosok

Peran Sejarah Charles Prosper Wolff Schoemaker dalam Arsitektur Bandung

×

Peran Sejarah Charles Prosper Wolff Schoemaker dalam Arsitektur Bandung

Sebarkan artikel ini
Foto: itb.ac.id

BANDUNGMU.COM, Bandung — Charles Prosper Wolff Schoemaker dilahirkan pada tanggal 25 Juli 1882. Ia merupakan seorang arsitek asal Belanda yang tinggal di Hindia Belanda (sekarang Indonesia).

Menurut Wikipedia, Schoemaker juga pernah menjabat sebagai guru besar arsitektur dan rektor ketujuh Technische Hoogeschool te Bandoeng (TH Bandung – yang kemudian menjadi Institut Teknologi Bandung – ITB) dalam rentang waktu 16 Juni 1934 hingga 02 Agustus 1935.

Charles Prosper Schoemaker, yang kemudian mengubah namanya menjadi Charles Prosper Wolff Schoemaker, merupakan anak kedua dari Jan Prosper Schoemaker, seorang pensiunan Mayor Infanteri, dan Josephine Charlotte Wilhelmina Wolff.

Saudara-saudaranya termasuk Maria Suzanna Arnolda (lahir tahun 1880) dan Richard Leonard Arnold Schoemaker (lahir di Roermond, Belanda, pada tanggal 05 Oktober 1886).

Ia dikenal sebagai salah satu dari tiga arsitek utama di Hindia Belanda sebelum Perang Dunia II, bersama dengan Albert Aalbers dan Henri Maclaine Pont. Sejumlah bangunan bersejarah di Bandung merupakan hasil karyanya.

Gereja Katedral di Jalan Merdeka, Gereja Bethel di Jalan Wastukencana, Masjid Cipaganti, Bioskop Majestic, Hotel Preanger, Sociëteit Concordia, Gedung Asia Afrika, Villa Isola, dan Gedung PLN Bandung merupakan sebagian dari karya-karyanya.

Setelah menyelesaikan pendidikan di HBS te Nijmegen, dia melanjutkan studinya di Koninklijke Militaire Academie Breda (KMA Breda) jurusan civil ingenieur.

Baca Juga:  Ramadhan KH, "Priangan Si Jelita", dan Biografi Soeharto

Pada tanggal 07 Oktober 1905, Wolff Schoemaker kembali ke Hindia Belanda dengan kapal uap “Koningin Regentes” sebagai Letnan Dua Korps Zeni Koninklijk Nederlands-Indische Leger (Angkatan Darat Kerajaan Belanda di Hindia Belanda). Dia ditempatkan di Cimahi, sebuah kota garnisun dekat Bandung.

Pada awal abad itu, KNIL masih memiliki reputasi buruk, dengan banyak kasus intimidasi dan diskriminasi di mana peranakan Indo-Belanda memiliki sedikit kesempatan untuk naik pangkat.

Bahkan lebih tragisnya lagi, jika mereka ditempatkan di Aceh, kemungkinan untuk bertahan hidup selama masa dinas empat atau delapan tahun tidak melebihi 25 persen.

Di samping itu, kemungkinan untuk berpindah menjadi angkatan darat Belanda (di negeri asal) sangatlah sedikit atau bahkan nyaris tidak ada.

Hal ini karena seorang perwira KNIL tidak dapat disetarakan dalam peringkat untuk bergabung dengan tentara Belanda (Nederlandse leger) yang beroperasi di Negeri Belanda, bukan di tanah Hindia Belanda.

Ketika Charles tiba di Hindia Belanda, wilayah tersebut masih dalam masa “pertempuran”. Namun, tidak jelas apakah dia, sebagai seorang insinyur, terlibat dalam operasi militer yang sebenarnya.

Pada tanggal 06 Februari 1907, Wolff Schoemaker diangkat menjadi letnan satu dan dipindahkan ke Padang, Sumatera Barat. Kemudian, pada tanggal 03 Februari 1911, Wolff Schoemaker mengundurkan diri dari militer dengan hormat atas permintaan sendiri.

Baca Juga:  Jenderal Sudirman Dikukuhkan Sebagai Bapak Pandu Hizbul Wathan

Pada tahun yang sama, dia mendirikan perusahaannya sendiri, di mana dia menjabat sebagai wakil direktur di perusahaan konstruksi swasta “NV De Bouwploeg” di Weltevreden, Batavia.

Dari tahun 1911 hingga 1914, dia bekerja sebagai pengusaha mandiri dan insinyur di Departemen Pekerjaan Umum (BOW). Kemudian, dari tahun 1914 hingga 1917, dia diangkat sebagai Direktur Pekerjaan Umum di Batavia.

Pada tahun 1917 hingga 1918, dia bekerja di Fa. Schlieper & Co. Setelah itu, dia bergabung dengan Algemeen Ingenieur Architectenbureau, dan mulai bekerja di Bandung.

Pada periode tahun 1922 hingga 1924, Schoemaker diangkat sebagai guru besar luar biasa/tidak tetap di Technische Hoogeschool te Bandoeng (TH Bandung – yang kemudian menjadi Institut Teknologi Bandung – ITB).

Sebelumnya, Charles menggantikan posisi Richard, adiknya, sebagai pengajar selama cuti ke luar negeri pada periode 1920-1921. Richard Leonard Arnold Schoemaker juga lulus dari KMA Breda dengan jurusan Zeni/civiel ingenieur.

Dia juga menjadi arsitek, guru besar, dan telah mengajar di TH Bandung (bahkan sebelumnya diangkat menjadi guru besar pada periode 1921-1924).

Perbedaan utama di antara mereka adalah bahwa Richard memperdalam keahliannya dengan meraih gelar Ingenieur dalam jurusan bouwkunde ingenieur/arsitektur dari TH Delft.

Sementara itu, Charles mengandalkan pengetahuannya dalam teknik sipil yang diperoleh dari KMA Breda, yang kemudian ia kembangkan sendiri.

Baca Juga:  Jangan Sampai Lupa, Inilah Sejarah Singkat Tanam Paksa Kopi di Priangan

Pada periode 1924-1940, Charles diangkat sebagai guru besar tetap arsitektur di TH Bandung. Kemudian, dari tanggal 30 Juni 1928 hingga 28 Juni 1930, ia menjabat sebagai Sekretaris Faculteit van Technische Wetenschap di TH Bandung.

Pada tanggal 16 Juni 1934 hingga 02 Agustus 1935, Charles menjabat sebagai Rektor/Voorzitter der Faculteit van Technische Wetenschap di TH Bandung, menggantikan HCP de Vos.

Ketika menetap di Bandung, Wolff Schoemaker tinggal di Soekadjadiweg 2 (sekarang Jalan Sukajadi). Selama menjadi guru besar di TH Bandung, ia juga pernah bertugas sebagai guru besar sementara di TH Delft dalam program “pertukaran staf pengajar”.

Pada saat itu, posisinya di Bandung sementara diisi oleh adik kandungnya, Richard Leonard Arnold Schoemaker, sedangkan Wolff menggantikan posisi Richard di Delft.

Di antara mahasiswanya di TH Bandung terdapat Soekarno, yang kemudian menjadi proklamator kemerdekaan Indonesia dan Presiden pertama Indonesia.

Pada bulan Desember 1940, Schoemaker pensiun dari jabatannya sebagai guru besar di TH Bandung, menyelesaikan pengabdiannya selama 18 tahun (1922-1940) sejak awal berdirinya TH hingga menjelang kedatangan Jepang ke Indonesia.

Setelah meninggal dunia, Wolff Schoemaker dimakamkan di TPU Kristen Pandu, Bandung. Ia wafat pada tanggal 22 Mei 1949.***

PMB UM Bandung