News

Provokasi Belah Bambu dan Upaya Sistematis Memecah Persatuan Rakyat

Oleh: Ace Somantri*

Beberapa hari terakhir, dinamika kebangsaan menunjukkan situasi yang cukup memprihatinkan dan bahkan mengkhawatirkan. Masih banyak oknum elite bangsa yang memperlihatkan sikap tidak sensitif dan jauh dari teladan yang baik.

Gaya hidup glamor dan hedonis yang mereka tampilkan mencerminkan kurangnya kepedulian terhadap kondisi nyata masyarakat Indonesia. Perilaku seperti itu sama sekali tidak menggambarkan wajah bangsa yang sesungguhnya.

Terlepas apakah kekayaan yang mereka pamerkan berasal dari jerih payah pribadi atau bahkan bersumber dari pajak rakyat, sikap demikian semestinya ditekan. Hal ini penting sebagai bentuk simpati dan empati terhadap sesama yang masih berjuang memenuhi kebutuhan hidup.

Dampak dari perilaku hedonis dan tidak peka yang ditunjukkan sebagian oknum elite bangsa bisa menjadi pemicu munculnya berbagai rencana dari pihak tertentu untuk menciptakan kondisi bangsa seolah-olah tidak dalam keadaan baik.

Situasi kacau

Pada sisi lain, rakyat yang tengah menghadapi kesulitan hidup dan tekanan ekonomi memiliki kondisi psikologis yang sangat sensitif. Situasi ini membuat mereka lebih mudah tersulut emosi sehingga rentan dipengaruhi maupun diprovokasi.

Keadaan demikian sering dimanfaatkan oleh kelompok tertentu untuk menjadikan masyarakat sebagai ujung tombak dalam menciptakan kondisi keributan. Bahkan berpotensi menjerumuskan negara pada situasi kacau.

Demikian pula, kondisi kaum terpelajar saat ini dalam melakukan kontrol dan pengawasan terhadap birokrat, baik legislatif maupun eksekutif, sering tampak reaktif serta mudah terbawa arus opini yang belum teruji objektivitasnya.

Secara kasat mata, yang lebih menonjol di permukaan bukanlah gerakan mahasiswa, melainkan aksi komunitas ojol maupun kelompok masyarakat tertentu yang mencoba memanfaatkan situasi yang ada.

Sementara itu, kajian strategis atas isu yang berkembang pun terlihat belum matang dan masih membutuhkan pendalaman lebih lanjut. Elite bangsa seakan-akan kalah cepat dengan masifnya gerakan rakyat.

Akibatnya, di lapangan justru muncul kelompok dan komunitas lain yang menunggangi isu-isu sensitif tersebut untuk memantik publik secara luas agar turun aksi dengan menempel pada demonstrasi mahasiswa.

Politik belah bambu merupakan salah satu kajian penting yang perlu dipahami oleh mahasiswa ataupun masyarakat umum. Pemahaman ini dibutuhkan agar tidak terjebak dalam sikap, perilaku, dan praktik politik yang penuh tipu daya dari para pengkhianat.

Tujuan utama dari politik belah bambu adalah menciptakan perpecahan melalui adu domba atau fitnah yang tidak berdasar. Semua itu bersumber dari rekayasa kebohongan yang sengaja diciptakan untuk menimbulkan pertikaian dan perselisihan.

Bahkan di antara kelompok yang sebenarnya berada dalam satu tujuan kebaikan. Pola semacam ini sesungguhnya berangkat dari bisikan kejahatan dan godaan syaitan.

Masifnya hoaks

Secara historis, politik belah bambu telah dipraktikkan oleh kaum kolonialis dan imperialis, termasuk Belanda, dalam perjalanan bangsa Indonesia. Namun, jauh sebelum itu, praktik serupa juga sudah hadir dalam peradaban kekuasaan dari masa ke masa.

Hingga hari ini, di era modern yang serba digital, praktik politik belah bambu justru semakin marak dan mudah dilakukan. Salah satu bentuknya adalah penyebaran berita hoaks, yakni informasi bohong yang sengaja disebarkan untuk memengaruhi opini, sikap, dan tindakan masyarakat.

Kewaspadaan dan doa memohon perlindungan kepada Allah SWT menjadi kunci penting menghadapi maraknya provokasi politik belah bambu yang kini dengan mudah dilakukan melalui media sosial.

Meskipun pemerintah memiliki kewenangan untuk mengontrol, para pelaku kejahatan tetap leluasa melancarkan aksinya dengan biaya yang relatif murah tetapi sangat efektif memengaruhi alam pikiran masyarakat.

Terlebih ketika banyak pejabat yang lalai dan kurang peduli terhadap kondisi rakyat, ruang untuk tindakan jahat semakin terbuka lebar. Tidak hanya provokasi belah bambu yang dimainkan pihak tertentu. Namun, praktik judi online yang kian menjamur dan tak terkendali.

Fenomena ini akhirnya merusak perilaku masyarakat dan mendorong lahirnya kebiasaan-kebiasaan buruk yang mengkhawatirkan. Bahkan demonstrasi yang seharusnya jadi ajang untuk menyampaikan aspirasi, malah dinodai dengan penjarahan yang tidak perlu.

Berbagai peristiwa buruk yang muncul di ruang publik sering kali dipengaruhi oleh provokasi opini yang berkembang melalui platform media sosial. Apalagi mereka yang minim literasi, akan mudah terpengaruhi.

Oleh karena itu, penting bagi masyarakat saat ini maupun di masa mendatang untuk lebih bijak dalam menyikapi provokasi belah bambu. Setiap seruan negatif yang berpotensi memecah belah umat dan masyarakat sebaiknya segera dihapus dari histori media sosial agar tidak terus menyebar.

Tingginya minat masyarakat dalam mengakses informasi di media sosial tidak sebanding dengan kemampuan daya bacanya yang masih rendah. Kondisi ini menuntut para content creator untuk hadir memberikan konten yang mampu membangun pemahaman kritis, arif, dan bijak di tengah derasnya arus informasi.

Kejahatan tersembunyi

Pelemahan terhadap pemerintahan yang sah dalam dinamika kebangsaan kerap terjadi karena adanya desakan politik yang sepihak. Jika dicermati lebih dalam, provokasi belah bambu sejatinya merupakan bentuk kejahatan tersembunyi yang berbahaya.

Perilaku tersebut sejalan dengan peribahasa “lempar batu sembunyi tangan,” di mana aksi-aksi yang memilukan diorganisir secara rapi sehingga tampak seolah dilakukan pihak lain, padahal justru merupakan rekayasa dari pelaku yang sebenarnya.

Tidak dapat dipungkiri, pola semacam ini nyata terasa dalam berbagai peristiwa yang menelan banyak korban. Islam sendiri menegaskan bahwa perbuatan demikian termasuk fitnah besar yang mampu membalikkan fakta sesungguhnya dan menutupinya dengan hal-hal lain yang menyesatkan.

Provokasi belah bambu tampaknya telah menjadi hal lumrah dalam upaya meraih kekuasaan, baik di ranah politik kenegaraan maupun dalam perebutan posisi pada organisasi sosial kemasyarakatan.

Konsekuensi dari praktik tersebut harus dibayar dengan harga yang sangat mahal, tidak hanya dalam bentuk biaya politik, tetapi juga dalam proses pengorganisasian institusi yang cenderung ditempuh melalui pendekatan kekuasaan pragmatis.

Akibatnya, kebijakan yang dihasilkan sering kali tidak berakar pada pembangunan karakter masyarakat maupun pembinaan generasi mendatang. Namun, menjadi tradisi politik yang sulit dihindari.

Benar adanya bahwa narasi provokasi selalu identik dengan keburukan, meskipun kadang hanya dibungkus dalam bentuk candaan atau guyonan. Faktanya, provokasi belah bambu melalui media sosial sangat efektif menyebarkan pengaruhnya.

Oleh karena itu, masyarakat—baik mahasiswa, komunitas gerakan, maupun kelompok sosial lainnya—dihimbau agar tidak mudah terhasut oleh informasi yang berpotensi memecah belah anak bangsa.

Secara kasat mata, kita bisa melihat banyak provokator belah bambu yang sengaja menebarkan kata-kata penuh kebencian. Ucapan-ucapan semacam itu dapat menumbuhkan sikap pemberontakan dan mendorong tindakan kriminal yang pada akhirnya merugikan diri sendiri maupun orang lain.

Kita juga dapat menyaksikan pasca demonstrasi, banyak konten di media sosial yang menampilkan tuduhan provokator dialamatkan kepada anggota Polri ataupun TNI.

Narasi semacam ini sengaja dibangun untuk membentuk opini seolah-olah aparat terlibat dalam kesusahan rakyat sehingga pada akhirnya memicu kebencian antara institusi negara dan sesama anak bangsa.

Kebijaksanaan

Menentukan benar atau salahnya tuduhan tersebut memang sulit, sebab jika dicermati secara objektif sering kali tidak masuk akal. Namun, tidak menutup kemungkinan hal itu sengaja dimainkan untuk memancing agar aktor utama provokator yang sebenarnya keluar ke permukaan.

Di sinilah pentingnya kewaspadaan dan kehati-hatian seluruh pihak dalam menyikapi situasi dengan cerdas serta penuh kebijaksanaan. Tidak gampang terprovokasi. Selalu membaca berbagai informasi berkembang juga termasuk penting.

Provokasi belah bambu merupakan ancaman serius bagi keutuhan persaudaraan, kesatuan, dan persatuan, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, maupun bangsa secara keseluruhan. Hal itu tidak boleh dibiarkan merajalela.

Oleh karena itu, sejauh mungkin perilaku semacam ini harus dihindari karena dampaknya jauh lebih jahat dan lebih kejam daripada sekadar pembunuhan. Situasi bangsa akan porakporanda dibuatnya.

Sebagaimana Allah SWT menegaskan dalam syariat-Nya bahwa fitnah lebih kejam daripada pembunuhan, maka dapat dipahami bahwa provokasi belah bambu sejatinya memiliki tingkat keburukan yang serupa, bahkan lebih dahsyat. Wallahu a’lam.

*Wakil Ketua PWM Jawa Barat

Exit mobile version