PMB Uhamka
Life Style

Vaksinasi Tidak Membatalkan Puasa, Ini Penjelasannya

×

Vaksinasi Tidak Membatalkan Puasa, Ini Penjelasannya

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi (Istockphoto)

BANDUNGMU.COM — Apakah vaksinasi membatalkan puasa? Ini penjelasannya. Saat ini masyarakat dunia, khususnya Indonesia, sedang menghadapi covid-19. Salah satu upaya untuk terhindar dari paparan covid-19 ialah dengan vaksinasi.

Bahkan vaksin booster menjadi salah satu syarat bagi pemudik yang hendak pulang ke kampung halaman masing-masing.

Pelaksanaan vaksinasi ini tentu saja demi terwujudnya kekebalan komunitas agar segera menyudahi neraka pandemi.

Para ulama kontemporer telah sepakat bahwa vaksinasi hukumnya halal ditinjau dari aspek istislah, istihalah, dan daruriyah.

Apalagi kondisi pandemi Covid-19 yang dalam kurun dua tahun ini menghantui penduduk dunia, tidak ada alasan lain untuk menolak vaksinasi.

Namun, bagaimana jika pelaksanaan vaksinasi saat berpuasa, apakah membatalkan ataukah tidak? Pertanyaan serius yang mesti dijawab.

Imam Kasani dari Mazhab Hanafi mengatakan bahwa batasan batal tidaknya puasa seseorang adalah apabila ada sesuatu yang masuk ke dalam tubuh.

Imam Nawawi dari Mazhab Syafi’i menambahkan bahwa batalnya puasa apabila ada benda yang masuk ke dalam rongga perut (jawf) melalui organ tubuh yang berlubang terbuka (manfadz maftuh) seperti mulut, hidup, dubur, dan telinga.

Baca Juga:  Salat Tarawih Berjamaah Itu Lebih Baik Daripada Sendiri

Kedua pendapat ulama ini merupakan abstraksi yang diambil dari QS Al Baqarah ayat 187.

Dari penjelasan kedua ulama di atas cukup untuk menjelaskan bahwa seseorang dianggap batal puasanya apabila meminum obat-obatan melalui lubang alamiah.

Namun, terkait dengan penggunaan alat suntik untuk memasukan suatu zat atau benda ke dalam tubuh melalui pori-pori di bawah kulit atau pembuluh darah, rasa-rasanya tidak ada penjelasan yang sharih (gamblang) di dalam Al Quran, hadits Rasulullah SAW, ataupun kitab-kitab klasik.

Suntik sesungguhnya metode di zaman modern untuk memasukkan cairan yang merupakan obat suatu penyakit kepada tubuh yang tentu tidak menghilangkan rasa lapar dan haus.

Tampaknya mayoritas ulama kontemporer berpendapat bahwa injeksi (menyuntik) obat tidak membatalkan puasa, selain karena tidak menghilangkan lapar ataupun haus juga prosesnya tidak melalui rongga alamiah.

Namun, para ulama berbeda pendapat tentang menyuntikkan nutrisi sebagai pengganti makanan/minuman ke dalam tubuh (infus).

Cairan infus terdiri dari sejumlah zat yang membuat tubuh tetap segar meski tidak makan dan minum.

Baca Juga:  Inilah Marina Budiman, Salah Satu Orang Terkaya Indonesia

Sebagian ulama lebih bersikap hati-hati (ihtiyat) sehingga berpendapat bahwa infus membatalkan puasa karena sama-sama memasukkan makanan/minuman dengan tujuan agar tubuh tetap bugar sekalipun tidak melalui lubang alamiah.

Pandangan lain menyebutkan bahwa praktek infus tidak membatalkan puasa. Pendapat ini didasarkan pada hadis Nabi SAW yang menyebutkan bahwa Nabi pernah membasahi kepalanya dengan tujuan menghilangkan rasa panas dan dahaga dalam tubuhnya.

Hadis ini kemudian diqiyaskan dengan infus yang sama-sama memiliki al-illah al-ghaiyyah (tujuan akhir), yakni penyegaran.

Dari uraian di atas dapat ditarik simpulan bahwa injeksi cairan obat yang memiliki efek penyembuhan dari suatu penyakit tidak membatalkan puasa.

Sementara injeksi cairan nutrisi yang membuat tubuh tetap bugar merupakan aspek yang masih diperselisihkan para ulama.

Oleh karena itu, (1) injeksi obat tidak membatalkan puasa; (2) injeksi nutrisi punya potensi membatalkan puasa (masih diperdebatkan).

Bagaimana dengan suntik vaksin?

Dalam Pengajian PP Muhammadiyah, Ahad (14/03/2022), Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Syamsul Anwar, menerangkan suntikan vaksin melalui otot bukanlah kegiatan memasukkan zat makanan ke dalam tubuh sehingga vaksinasi tidak dikategorikan sebagai injeksi nutrisi.

Baca Juga:  Inilah Empat Langkah Untuk Hindari Orang-orang "Toxic"

Oleh karena itu, Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah berpendapat bahwa vaksinasi tidak membatalkan puasa. Alasannya (1) tidak melalui organ alamiah, kemudian (2) tidak menghilangkan rasa lapar dan haus.

Pandangan Syamsul Anwar ini sejalan dengan semangat putusan tarjih yang berdasarkan QS Al Baqarah ayat 195 dan Al Maidah ayat 32 bahwa umat Islam diperintahkan agar mempertahankan hidup semaksimal mungkin.

Dalam hadis yang diriwayat Ad-Darimi juga disebutkan bahwa kesehatan merupakan kenikmatan yang dianugerahkan Allah.

Hal itu diperkuat dengan keterangan Rasulullah agar seorang muslim tidak menjerumuskan diri pada kemudaratan bahkan mendatangkan mudarat bagi orang lainnya.

Dengan demikian, vaksinasi di bulan Ramadhan merupakan langkah yang bisa diambil. Tentu kita berharap jangan sampai puasa menjadi alasan untuk tidak melakukan vaksinasi.

Dengan adanya penjelasan dari Syamsul Anwar menjadi terang bagi kita bahwa vaksinasi tidak membatalkan puasa sehingga maka seyogyanya umat Islam tidak perlu ragu dan khawatir lagi.***

PMB Uhamka
buku