BANDUNGMU.COM — Kita mengenal banyak mubalig dan dai kondang yang dikenal punya nama akronim.
Ada UAS (Ustaz Abdul Shomad), UAH (Ustaz Adi Hidayat), UFS (Ustaz Fahmi Salim), UYM (Ustaz Yusuf Mansur), dan sebagainya.
Pertanyaannya siapakah yang pertama kali punya nama akronim di kalangan mubalig, dai, atau ustaz?
Berikut ulasannya yang dikutip dari laman resmi Muhammadiyah, Selasa (08/03/2022) pagi.
Tren penamaan mubalig membuat nama akronim bukan hal baru.
Penggunaan nama singkatan pertama kali adalah Prof Dr Haji Abdul Malik Karim Amrullah, ulama Muhammadiyah yang kini kita kenal dengan nama Buya Hamka.
Asal-usul nama Buya Hamka
Lahir di Sungai Batang, Maninjau, Sumatera Barat, pada Ahad petang malam Senin tanggal 16 Februari 1908, Hamka diberi nama Abdul Malik.
Ayahnya, yang merupakan seorang ulama bernama Haji Abdul Karim Amrullah memberikan nama “Abdul Malik” untuk mengenang anak dari gurunya ulama besar asal Nusantara, Syekh Ahmad Khathib Al-Minangkabawi di Makkah, yang bernama Abdul Malik pula.
Menurut Mohammad Damami dalam Tasawuf Positif (dalam pemikiran Hamka) (2000) bahwa penamaan “Abdul Malik” juga dimaksudkan sebagai doa kepada Hamka.
Nama “Abdul Malik” disempurnakan dengan penyematan nama ayahnya, yakni “Karim Amrullah” di bagian belakang sehingga Hamka memiliki nama lengkap Abdul Malik Karim Amrullah.
Perubahan nama menjadi Hamka
Perubahan nama Abdul Malik Karim Amrullah menjadi Hamka mula-mula terjadi setelah dirinya menunaikan ibadah haji di Makkah pada 1972. Demikian terang Nasir Tamara, dkk. dalam Hamka di Mata Hati Umat (1983).
Perubahan nama Haji Abdul Malik Karim Amrullah menjadi akronim Hamka memiliki banyak alasan.
Salah satunya ialah untuk melepaskan diri dari bayangan nama besar ayahnya yang merupakan ulama terkenal di Sumatera dan murid ulama besar Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi.
Mengapa jadi Hamka?
Namun, alasan lain yang lebih mungkin adalah untuk memudahkan namanya mudah diingat oleh orang lain.
Pasalnya nama Haji Abdul Malik Karim Amrullah terlalu panjang untuk disebut atau dituliskan berkaitan dengan profesi yang dia tekuni sebagai ulama dan penulis.
Demikian terangkum dalam Kenang-kenangan 70 Tahun Buya Hamka (1983).
Alasan terakhir ini mendapat dukungan dari berbagai sumber. Sarwan dalam Sejarah dan Perjuangan Buya Hamka di Atas Api di Bawah Api (2001) menegaskan bahwa penyingkatan namanya dari Haji Abdul Malik bin Abdul Karim Amrullah menjadi Hamka berkaitan dengan aktivitas beliau dalam bidang penulisan.
Seperti diketahui Hamka berprofesi menjadi aktivis dakwah hingga jurnalis.
Tercatat Hamka pernah menjadi wartawan berbagai surat kabar seperti Pelita Andalas, Seruan Islam, Bintang Islam, dan Panji Masyarakat.
Nama Inisial Hamka yang lain
Dalam dunia kepengarangan, Hamka juga kadang-kadang menggunakan nama samaran, yaitu AS Hamid, Indra Maha, dan Abu Zaki.
Demikian disebutkan oleh laman Badan Bahasa Kemendikbud.
Sebagai seseorang yang berpikiran maju, Hamka produktif dalam menyampaikan ide-ide cemerlang melalui ceramah, pidato, dan berbagai macam karya dalam bentuk tulisan.
Hingga dirinya wafat pada 24 Juli 1981, Hamka telah mencetak 85 karya tulis.
Namun, karya-karya Hamka dinilai masih banyak yang belum terkumpul. Misalnya artikel-artikelnya di berbagai surat kabar.
Putra Hamka yang bernama Rusyi menyebutkan bahwa keseluruhan karya Hamka sebanyak 118 jilid tulisan yang telah dibukukan, tetapi masih ada yang belum terkumpul dan dibukukan.
Demikian tercatat dalam Pribadi dan Martabat Buya Hamka (1983).***
___
Sumber: muhammadiyah.or.id
Editor: FA