BANDUNGMU.COM – Enam belas tahun lalu, tepatnya Senin 21 Februari 2005 sekitar pukul 02.00 WIB, tiba-tiba terdengar suara keras di kawasan Leuwigajah, Kota Cimahi.
Suara keras itu diikuti menyertai longsor sampah yang ada di tempat pembuangan akhir (TPA) Leuwigajah. Longsoran sampah langsung menyapu dua permukiman, yaitu Kampung Cilimus dan Kampung Pojok.
Dua permukiman yang jaraknya sekitar 1 km dari TPA Leuwigajah itu langsung luluh lantak tertimbun sampah. Akibatnya, 157 jiwa tewas.
Gunungan sampah sepanjang 200 meter dan setinggi 60 meter itu diduga goyah karena diguyur hujan deras semalam suntuk. Termasuk diduga terpicu konsentrasi gas metan dari dalam tumpukan sampah. Hal itu juga yang diduga menyebabkan munculnya suara ledakan.
Setelah peristiwa itu terjadi, daerah di kawasan Bandung Raya praktis tidak lagi memiliki TPA. Salah satu yang paling terdampak tentu Kota Bandung. Kota Bandung merupakan daerah yang membuang sampah dengan jumlah terbesar ke TPA Leuwigajah saat itu.
Akibatnya, sampah hanya menumpuk di Tempat Pembuangan Sementara (TPS). Beberapa hari kemudian, TPS tidak lagi mampu menampung sampah.
Dalam hitungan hari, hampir di seluruh penjuru Kota Bandung dipenuhi sampah. Kota Bandung terlihat kotor dan jorok. Bau menyengat membuat warga terpaksa lebih sering menutup hidung.
Hingga akhirnya muncul julukan yang amat pahit untuk kota tercinta ini, yakni ”Bandung Lautan Sampah”.
Nama besar Paris van Java langsung runtuh. Kota Bandung yang dahulu dikenal sebagai kota yang asri, bersih, dan indah seperti lenyap dari ingatan.
Peristiwa kelam itu akhirnya mulai berangsur normal saat pemerintah membuka TPA Sarimukti. Sampah-sampah akhirnya bisa diangkut ke TPA Sarimukti.
Namun wajib diingat, Kota Bandung tetap tidak memiliki TPA. Bahkan TPA Sarimukti hanya sementara. Hingga saat ini, rencana penutupan TPA Sarimukti pun masih bergulir.
Jika tak ingin peristiwa itu terulang, Wali Kota Bandung, Oded M. Danial, berharap warga Kota Bandung bisa mengubah pola tindakannya terhadap sampah.
Jika dahulu dikumpulkan lalu dibuang, warga Kota Bandung harus bisa mengumpulkan, memisahkan, dan memanfaatkan sampah sehingga bisa menekan sampah yang terbuang ke TPA.
Kini sudah saatnya warga Kota Bandung terus bergerak mengelola sampahnya dengan bijak. Sampah dikelola sejak dari sumbernya. Jika tidak, bukan mustahil peristiwan enam belas tahun yang lalu kembali terjadi.
Diolah dari ayobandung.com