UMBandung
Islampedia

Menengok Nasib Filsafat di Dunia Islam Setelah Dikritik Al-Ghazali

×

Menengok Nasib Filsafat di Dunia Islam Setelah Dikritik Al-Ghazali

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi (media.istockphoto)

BANDUNGMU.COM — Salah satu kritik yang disampaikan Al-Ghazali terhadap para filsuf ialah tentang kepastian hukum kausalitas.

Bagi para filosof seperti Ibnu Sina dan Alfarabi, setiap akibat adalah hasil langsung dari sebab efisiennya. Artinya, di mana ada sebab, secara bersamaan di situ ada akibat.

Menurut Muhamad Rofiq Muzakkir, pandangan kausalitas dalam masalah fisika ini, berpengaruh kepada masalah metafisika.

“Ini menimbulkan konsekuensi yang serius bagi Al-Ghazali karena kesimpulannya akan menganggap bahwa alam semesta tidak memiliki permulaan (qadim) dan Tuhan tidak memiliki kehendak dan pilihan bebas,” ucap Rofiq dalam dalam kajian tentang Al-Ghazali yang diselenggarakan PCIM Amerika Serikat bekerja sama dengan Center for Integrative Science and Islamic Civilization (CISIC) Universitas Muhammadiyah (UMY).

Menurut Rofiq, Al-Ghazali sama sekali tidak mempermasalahkan pandangan filosof yang meyakini bahwa Tuhan adalah penyebab alam semesta karena ini sudah sejalan dengan pandangan dunia Islam.

Baca Juga:  Lewat I’tikaf Inspiratif Ramadan, Sebarkan Semangat Pembaruan Muhammadiyah

Ia hanya mempermasalahkan pandangan para filosof yang menderivasi teori emanasi sehingga menganggap alam semesta bersifat qadim,

Tuhan seakan tidak memiliki kehendak dan pilihan bebas, Tuhan tidak tahu peristiwa-peristiwa detail di dunia, dan meyakini kepastian hukum sebab-akibat.

Dengan mengutip Frank Griffel dan Jon McGinnis, Rofiq mengungkapkan bahwa Al-Ghazali tidak menolak prinsip sebab-akibat. Yang ia tolak ialah aspek kepastiannya.

Bagi Hujjatul Islam, relasi sebab dan akibat hanyalah mungkin. Hubungan sebab akibat tetap ada, tetapi berpijak pada kehendak Tuhan.

Misalnya, api tidak mesti menjadi penyebab dari terbakarnya kertas. Tuhan bisa saja keluar dari kebiasaannya (okasionalisme). Inilah yang memungkinkan terjadinya Mukjizat.

Baca Juga:  Tips Menjadi Mukmin Bahagia dari Prof Dadang Kahmad

“Al-Ghazali tidak mempermasalahkan dan menolak hubungan sebab dan akibat. Ia hanya menolak bahwa hubungan keduanya bersifat pasti. Sifat pasti ini bertentangan dengan kemahakuasaan Allah,” ucap Rofiq.

Setelah para filsuf mendapat kritik yang cukup keras dari Al-Ghazali, nasib filsafat di dunia Islam tidak lenyap begitu saja. Namun, berkembang dengan corak yang sama sekali berbeda.

Filsafat tidak lagi disebut dengan istilah “falsafah”, tetapi berubah menjadi “hikmah”. Istilah falsafah sudah terlalu kotor (negatif) akibat dari kritik Al-Ghazali.

Selain itu, istilah falsafah umumnya dimaknai sebagai pandangan dunia Ibnu Sina (Ibnu Sinaisme). Menurut Rofiq, ini telah menjadi kesepakatan para ulama yang memaknai falsafah sebagai IbnuSinaisme.

Misalnya, Al-Shahrastani dalam Al-Milal wa al-Nihal, Abu Bakar Al-Baghdadi dalam kitab Al-Muta’bar Fi Al-Hikmah, dan Suhrawardi dalam Hikmah Al-Isyraq.

Baca Juga:  Inilah 5 Alasan Islam di Abad Pertengahan Maju dalam Wacana Keilmuan

Dengan begitu, filsafat yang identik dengan pemikiran Ibnu Sina sesungguhnya telah mati di dunia Islam. Namun, tradisi filsafat dalam pengertian yang luas masih terus berkobar.

Hal ini terbukti bahwa di dunia Islam pasca Al-Ghazali ada setidaknya empat aliran hikmah, yaitu pandangan filsafat Al-Ghazali, Abul Barakat Al-Baghdadi, Suhrawardi, dan Al-Razi.

“Para peneliti Barat menyebut bahwa filsafat telah mati setelah dikritik Al-Ghazali. Ini benar jika yang dimaksud adalah tradisi falsafah Ibnu Sinaisme. Namun, tidak dengan filsafat dalam pengertian yang luas. Jadi, kesalahan para peneliti Barat adalah menyempitkan filsafat Islam dengan satu saja, yakni melalui istilah falsafah,” ucap Rofiq.***

___

Sumber: muhammadiyah.or.id

Editor: FA

Seedbacklink