UMBandung
Sosbud

Bukan Hanya Tarian dan Pakaian, Inovasi & Keilmuan Juga Termasuk Budaya

×

Bukan Hanya Tarian dan Pakaian, Inovasi & Keilmuan Juga Termasuk Budaya

Sebarkan artikel ini
Foto: muhammadiyah.or.id.

BANDUNGMU.COM, Jakarta — Beberapa pihak sering kali terpaku pada pemahaman konvensional yang hanya mengaitkan budaya dengan aspek-aspek visual seperti tarian dan pakaian.

Namun, keilmuan dan inovasi juga merupakan bagian integral dari budaya itu sendiri. Pandangan ini diperkuat oleh Ahmad Najib Burhani yang mengutip kata-kata bijak dari pendiri Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan.

Dahlan menggambarkan bagaimana masyarakat cenderung mengikuti apa yang telah dipahami dan diamalkan, baik berdasarkan ajaran guru, interaksi dengan teman-teman, maupun pertimbangan individu.

Tradisi yang telah lama berjalan, terutama jika diwariskan dari generasi ke generasi, sering dianggap sebagai jaminan kebahagiaan.

Namun, melanggar norma-norma tradisional itu sendiri bukanlah hal yang mudah. Inovasi memerlukan keberanian untuk menantang status quo.

Baca Juga:  Tiga Hal Ini Menurut Haedar Lahirkan Generasi Tangguh

Muhammadiyah, sejak awal berdirinya, telah menerapkan semangat inovasi dalam berbagai bidang keilmuan. Ahmad Dahlan, dengan keberaniannya, berusaha untuk melawan arus tradisi yang mengikat.

Tidak mudah untuk keluar dari belenggu kebiasaan dan norma yang telah terpatri begitu dalam dalam masyarakat setempat. Namun, Muhammadiyah tidak gentar dalam merintis jalan baru.

Melalui inovasi ilmiah, Muhammadiyah telah berusaha merobek belenggu tradisi dan membuka jalan menuju masa depan yang lebih terang.

Dengan terus mengembangkan ilmu pengetahuan dan beradaptasi dengan perkembangan zaman, Muhammadiyah memperkuat budaya inovasi yang menjadi ciri khas gerakan Persyarikatan.

“Apa yang coba dilakukan Ahmad Dahlan ialah untuk mendobrak dari adat kebiasaan dari kebiasaan masyarakat setempat. Keberanian untuk keluar dari kungkungan tradisi adalah sesuatu berat. Muhammadiyah sejak dulu telah melakukan inovasi dengan berbagai temuan ilmu pengetahuan,” terang Najib dalam Pengajian Ramadan 1445 H Pimpinan Pusat Muhammadiyah di UMJ pada Selasa (19/03/2024).

Baca Juga:  Mengenal Serabi Khas Bandung, Jajanan Jadul Yang Kini Hadir Lebih Modern

Dahlan, terang Najib, menyoroti perilaku masyarakat yang cenderung enggan menerima hal-hal baru yang tidak sesuai dengan apa yang telah mereka alami sebelumnya.

Mereka mengaitkan keberadaan hal baru dengan risiko dan kesulitan, bahkan ketika fakta menunjukkan sebaliknya. Namun, pandangan ini hanya didasarkan pada penghormatan buta terhadap tradisi tanpa menggunakan akal budi.

Dahlan menegaskan bahwa perilaku semacam itu tidak dapat dianggap benar atau baik. Mengikuti tradisi semata sebagai pedoman hidup tanpa menggunakan akal budi untuk menilai apakah sesuatu itu baik atau buruk adalah tindakan yang tidak bijaksana.

Baca Juga:  Yuk Mengenal Celempung, Alat Musik yang Terbuat dari Bambu

Tradisi dan adat-istiadat tidak boleh dianggap sebagai satu-satunya penentu kebenaran atau kebaikan. Hanya hukum yang berasal dari hati yang suci yang dapat menjadi panduan yang sah untuk membedakan antara yang benar dan yang salah.

“Hati suci itu artinya akal pikiran daripada manusia. Saya kira pandangan Kiai Dahlan ini meskipun mendapatkan penentangan dari masyarakat, adalah menawarkan sesuatu yang baru, basisnya itu hati yang suci tersebut atau akal pikiran daripada manusia itu sendiri,” tutur Najib.

Najib kemudian mengatakan bahwa takhayyul dan khurafat baru itu berbentuk pseudoscience, hoaks, berhala scopus, takhayul berwujud insularitas akademik.

Musuh kontemporer, kata Najib, bukan lagi klenik, melainkan normalisasi pelanggaran moralitas akademik, jurnal predator, dan lain-lain.***

PMB UM Bandung