UMBandung
Opini

Mutu Lulusan Perguruan Tinggi Harus Out of The Box

×

Mutu Lulusan Perguruan Tinggi Harus Out of The Box

Sebarkan artikel ini
Ace Somantri

Oleh: Ace Somantri*

BANDUNGMU.COM — Tren jumlah mahasiswa yang studi lanjut dari tingkat menengah atas ke perguruan tinggi di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun. Jumlahnya terus bertambah seiring kesadaran masyarakat akan pentingnya wawasan dan ilmu pengetahuan. Ini tentu sangat menggembirakan.

Termasuk sejak ada program beasiswa bidik misi di masa Presiden SBY dan lanjut dengan program KIP kuliah, sangat terasa gelombang mahasiswa yang lanjut studi jenjang sarjana semakin banyak.

Namun, ada banyak catatan yang sangat perlu diperhatikan bagi perguruan tinggi di Indonesia, baik negeri maupun swasta. Sejauh ini pendidikan tinggi di Indonesia bukan sesuatu hal yang sulit bagi kalangan masyarakat tertentu untuk meraihnya karena ruangnya terbuka lebar.

Hanya dalam penyelenggaraan pendidikan banyak hal yang menjadi perhatian serius untuk diselesaikan dengan pendekatan regulasi yang benar-benar mengarah pada penguatan keilmuan yang ahli dalam bidangnya.

Juga pendekatan kompetensi yang terampil sesuai profesinya dengan standardisasi kecakapan yang teruji dan terbukti dalam tingkat yang dibutuhkan.

Mutu pendidikan akan dilihat oleh masyarakat saat di akhir studi selesai dengan output dan outcome pada profil lulusan. Sementara itu, untuk input dan prosesnya jarang dilihat secara seksama. Padahal hal tersebut penting diketahui untuk melihat gambaran sementara akan seperti apa sosok profil lulusan nanti.

Bagi masyarakat Indonesia sebagai kelompok warga dan masyarakat yang didominasi pendidikan under standard, ada konsekuensi yang lambat pada gerak laju dinamika kebangsaan dan kemasyarakatan. Ruang-ruang yang tidak terjangkau oleh masyarakat pribumi pada akhirnya masuk pihak lain yang tidak memiliki tanggung jawab nasionalisme kebangsaan.

Menjadi harga mati soal penyediaan para pakar dan ahli di berbagai bidang. Tidak bisa ditawar-tawar lagi tentang pentingnya menghadirkan profil mutu lulusan perguruan tinggi dengan kompetensi yang terampil. Input dan proses hingga output dan outcome sejatinya jangan dicederai oleh kepentingan politik pragmatis sesaat yang merusak sistem pendidikan nasional Indonesia.

Politisasi tidak disadari telah meruntuhkan marwah pendidikan sebagai kunci peradaban dunia. Oleh karena itu, siapa pun presiden mendatang benar-benar harus menempatkan pendidikan di atas segalanya.

Hal tersebut telah diberikan dalam keteladanan sosok manusia unggul yang paling berpengaruh di dunia hingga kini: Nabi Muhammad SAW. Saat itu nabi menerima wahyu pertama dari Sang Khalik yang menerangkan bahwa pendidikan sebagai simbol dan sumber segala kehidupan.

Baca Juga:  Unisa Bandung Terima Mahasiswa Palestina untuk Pertama Kalinya

Ada hal yang menarik dibahas oleh para penyelenggara pendidikan dari tingkat pra sekolah hingga perguruan tinggi. Muncul fenomena seolah-olah sesuatu yang aneh, padahal sebetulnya hal wajar dan rasional hal tersebut terjadi.

Populasi manusia meningkat, kesadaran masyarakat untuk pendidikan pun meningkat. Program akselerasi penyediaan pendidikan pun meningkat dan beraneka ragam. Namun, dalam fakta dan realitas banyak penyelenggara pendidikan mengeluh dan curhat membicarakan hal yang terjadi sangat memilukan dan menyesakkan dada.

Sejak covid-19, ada terjadi pergeseran sikap masyarakat untuk studi lanjut ke jenjang perguruan tinggi yang berkurang. Alasannya daya beli juga berkurang karena banyak PHK dan UMK – UMKM banyak yang gulung tikar sehingga belajar dirasa tidak efektif dan efisien.

Fenomena turunnya minat studi lanjut tersebut terus terjadi saat covid-19 menghilang. Efek covid-19 nyata terus berlanjut kepada dunia pendidikan. Bahkan banyak perguruan tinggi, baik universitas maupun institut, apalagi sekolah tinggi, politeknik, dan akademi dengan jumlah mahasiswa di bawah 1.000 orang.

Mereka mengalami depresi berat dengan beban operasional yang terus meningkat setiap tahunnya. Sementara di sisi lain jumlah mahasiswa baru terus berkurang.

Begitu pun sekelas perguruan tinggi universitas, jumlah total mahasiswanya yang di atas 2.000 terjadi turbulensi operasional. Tren penurunan jumlah peminat untuk kuliah terus menurun setiap tahun di berbagai perguruan tinggi, apalagi sebagian kampus swasta yang kondisinya lebih memprihatinkan.

Fenomena dan dinamika di atas jangan dipandang sebagai hal yang biasa-biasa saja seolah-olah tamu yang datang dan akan kembali lagi seperti biasanya. Justru hal tersebut harus dipandang sebagai tanda ada pergeseran besar dan cepat yang akan mendisrupsi segala aspek kehidupan. Tidak perlu juga terus mencari kambing hitam gara-gara si ini dan si itu.

Yang jelas dan kasatmata para pemangku kebijakan harus paham betul bahwa model dan pola penyelenggaraan pendidikan, khususnya perguruan tinggi, yang menjadi objeknya orang-orang dewasa.

Menghadapi mereka tentu dibutuhkan cara-cara yang di luar kebiasaan mainstream. Harus ada metode yang mengarah pada kreativitas dan inovasi dengan gaya dan tradisi out of the box.

Hal itu penting dilakukan untuk memberikan kekagetan pada suasana biasa sehingga semua instrumen dan stakeholders akan cepat menangkapnya. Apabila hanya berjalan sesuai standar dan selalu romantisme masa lalu saat jaya, lebih-lebih mengikuti apa adanya dengan zona aman, lama-lama akan mengalami kematian yang tidak disadari.

Baca Juga:  LRB PWM DIY Dampingi SD Muhammadiyah 1 Wonopeti Menuju SPAB

Sikap demikian bagi pengelola pendidikan tinggi mengindikasikan dan menggambarkan keahlian dan kompetensi kepemimpinan yang sudah usang. Tidak berlaku di era hari ini yang segala sesuatunya serba cepat.

Curhatan tren menurunnya jumlah mahasiswa bagi pengelola perguruan tinggi swasta saat ini, misalnya, kemudian menyalahkan orang lain, itu adalah salah besar. Saat ini bukan lagi saatnya seperti itu karena waktu akan terus berlalu melewati masa-masa. Ia tidak peduli apa yang terjadi.

Justru pimpinan dan pemangku kebijakan harus evaluasi diri apakah masih mampu atau sudah saatnya regenerasi kepemimpinan dalam hal pengelolaan institusi pendidikan agar lebih agresif dan progresif. Segudang beban menghadapi dampak dari disrupsi tidak dapat dihadapi dengan menyalahkan orang lain dan terus manuver untuk tetap bertahan memimpin. Apalagi jika tidak memenuhi target capaian yang direncanakan.

Segeralah undur diri dan memberikannya kepada orang yang benar-benar sanggup menyelesaikan banyak hal dan mampu memajukan dengan membuat fakta integritas. Bukan orang yang mau jabatan. Bila perlu ada perjanjian tertulis pemimpin lembaga pendidikan yang menyatakan bahwa jika pada waktu yang cepat dan ditentukan masanya harus bisa menunjukkan akselerasi peningkatan unit-unit kerja tertentu dan ada perubahan yang cepat, tepat, dan akurat.

Komitmen diri tersebut dapat dilakukan dalam kondisi apa adanya, bukan karena segalanya tersedia. Yang dimaksud lebih tepat dikatakan kepemimpinan out of the box sehingga dari karakter kepemimpinan tersebut akan mentransformasi tradisi akademik yang mewarnai proses lebih kreatif dan inovatif.

Negara ini besar sehingga dapat dijadikan modal yang besar pula. Human capital Indonesia begitu menggiurkan bagi negara-negara yang berkepentingan. Apalagi kita sebagai anak bangsa harus lebih memiliki spirit yang berbeda. Segala daya dan kekuatan energi yang dimiliki harus mampu mendorong untuk menciptakan berbagai kemajuan dalam dunia pendidikan.

Sejatinya kita jangan pernah lelah untuk terus konsisten mengawal dan membangun pendidikan yang memajukan. Yakni dengan kualitas produk mutu lulusan yang tidak sekedar lulus berijazah tetapi menciptakan marketable di pasar global.

Baca Juga:  Rektor UIN Bandung Minta Pimpinan Tindak Lanjuti Rekomendasi AMI

Lulusan kampus yang punya kapabilitas, kapan waktunya saat dibutuhkan mereka senantiasa siap memberikan kontribusi dan solusi. Di mana pun lokasi tempatnya, baik jauh atau dekat jarak tempuhnya, selalu bersedia tanpa banyak mengeluh dengan alasan ini dan itu.

Begitulah mentalitas dan karakteristik mutu lulusan yang akan bertahan menghadapi berbagai tantangan zaman. Meski waktu dalam lini masa berubah setiap saat, hal itu tidak jadi soal bagi mereka karena karakter dan sifatnya akan cepat beradaptasi sesuai kebutuhan.

Penting bagi penyelenggara dan pengelola pendidikan usia remaja dan dewasa untuk mengedepankan model dan strategi pendidikan yang senantiasa memupuk sifat-sifat dan karakter yang tidak mengenal putus asa.

Mereka diberikan kasih sayang. Bukan dimanja saat belajar. Mereka harus ditempa dengan cara penuh perjuangan yang mengesankan. Sikap dan mentalitas mutu lulusan generasi milenial hari ini terkenal dengan generasi stroberi. Sikap dan perilaku mereka lebih cenderung ingin mencapai sesuatu dengan cara cepat dan instan.

Hal itu wajar adanya karena zaman memang menuntutnya. Saat ini instrumen kehidupan banyak mempercepat pola dan model hidup manusia. Namun, pada saat-saat tertentu generasi milenial harus mengetahui dan memahami arti dari sebuah perjuangan hidup.

Oleh karena itu, model pendidikan yang dikembangkan tidak lagi banyak menyelesaikan banyak hal di atas meja dan kursi. Apalagi berputar di dalam ruangan-ruangan yang terbatas ukuran dengan penuh kenyamanan.

Persentase volume skema pembelajaran banyak belajar di luar ruangan harus diformulasikan lebih baik. Rumusan-rumusannya harus tepat dan akurat sehingga mengukur indikator ketercapaiannya pun relatif lebih mudah untuk dapat diketahui dengan cepat.

Bahkan, keterlibatan pembelajar akan terlihat manakala by doing dalam kehidupan nyata. Mereka belajar teori tanpa jeda untuk menguji dan membuktikan validitas teori yang dipelajari dalam ruangan.

Pendidikan berorientasi pada mutu lulusan out of the box akan menjadi pilihan para generasi muda saat ini yang berpikir kritis. Stimulasi belajar di luar kampus akan memancing tradisi akademik yang dinamis.

Sebaliknya, apabila pendidikan terlalu normatif tekstual akan mulai banyak ditinggalkan peminat apalagi dengan gaya tradisional yang dianggap usang tidak sesuai zaman. Wallahualam.

*Dosen UM Bandung dan Wakil Ketua PWM Jabar

PMB UM Bandung