BANDUNGMU.COM, Bandung — Pada 14 Maret 2023 Persib Bandung, tim kebanggan masyarakat Jawa Barat, genap berusia 90 tahun.
Sebuah usia yang sangat matang dan Persib mengisinya dengan berbagai torehan prestasi membanggakan.
Momen fusi dua perkumpulan sepakbola pribumi yaitu National Voetball Bond (NVB) dan Persatuan Sepakraga Indonesia Bandoeng (PSIB) pada 14 Maret 1933 ditetapkan founding father Persib sebagai hari jadi yang selalu diperingati hingga saat ini.
Sebenarnya, geliat sepakbola Bandung sudah dirasakan sejak akhir abad ke-19.
Dipelopori orang-orang Belanda dan Eropa, pada awal abad ke-20, klub-klub sepakbola mulai berdiri dan bertanding di Bandung, seperti Bandoeng Voetbal Club (1900), UNI dan SIDOLIG (1903) dan diikuti klub-klub lainnya.
Di antara orang-orang Belanda dan Eropa, terdapat nama Bupati RAA Wiranatakusumah yang punya peran di balik pendirian klub-klub sepakbola tertua di Bandung tersebut, terutama BVC dan UNI.
Berdasarkan sejumlah sumber literasi, pada 1923 berdiri sebuah perkumpulan sepakbola (bond) bernama Bandoeng Inlandsche Voetbal Bond (BIVB) yang diketuai Mr Sjamsoedin.
Sejarawan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung Andi Suwirta mengungkapkan bahwa pengurus Persib bisa saja menetapkan tahun 1923 ketika BIVB berdiri sebagai hari jadi Persib.
Menurutnya Andi, BIVB merupakan cikal bakal lahirnya nama Persib pada 1933.
“Hal ini sangat memungkinkan karena BIVB yang turut mendirikan PSSI pada 19 April 1930 saat ini sering disebut sebagai Persib,” tutur Andi seperti bandungmu.com kutip dari persib.co.id.
Namun, berdasarkan analisanya, ada beberapa pertimbangan pengurus Persib di masa lalu menetapkan 14 Maret 1933 sebagai hari jadi.
Salah satunya adalah semangat keindonesiaan sebagai pengaruh Sumpah Pemuda (1928) di balik komitmen pendirian Persib.
“Pada saat fusi, nama yang disepakati sudah berbahasa Indonesia. Kalau BIVB ‘kan masih menggunakan bahasa Belanda, meskipun pendirinya orang Indonesia. Selain itu, yang lebih penting juga adalah semangat keindonesiaan sudah sangat kuat pada 1933 sebagai pengaruh Sumpah Pemuda lima tahun sebelumnya,” jelas Andi dalam Focus Group Discussion (FGD) yang diadakan Persib.
Sejak saat itu, dipengaruhi situasi politik ketika itu, rivalitas Persib dan bond (perserikatan) Hindia Belanda, Bandoeng Voetbal Bond (BVB) meruncing.
Kedua bond itu bersaing meraih prestasi di kompetisi masing-masing.
Di level kota, perkumpulan-perkumpulan anggota Persib dan BVB bersaing menunjukkan eksistensi masing-masing.
Kurang dari tiga bulan setelah berdiri, Persib yang untuk pertama kalinya tampil di turnamen antar kota (steden tournoi) PSSI, menjadi runner-up di bawah Voetbalbond Indonesia Jacatra (VIJ).
Pada tahun yang sama, BVB hanya menempati peringkat ketiga Kampioenswedstrijd (putaran final) turnamen antar kota anggota NIVB (PSSI Hindia Belanda).
Setelah berjuang keras, Persib yang dimotori Jasin, Arifin, Kucid, Edang, Ibrahim Iskandar, Saban, Sugondo, dan Adang untuk pertama kalinya menjadi kampiun kompetisi nasional setelah menjungkalkan juara bertahan dalam dua musim sebelumnya yakni Persis Solo dengan skor 2-1 pada partai penentuan juara.
Sayang, pada musim kompetisi 1937/1938, Persib bukan hanya gagal mempertahankan gelarnya, melainkan tidak mampu lolos ke putaran final karena kalah bersaing dengan VIJ di tingkat distrik.
Hingga kompetisi dihentikan akibat pendudukan Jepang pada 1942, prestasi terbaik Persib hanya menempati peringkat ketiga pada 1939 dan 1941.
Pada masa pendudukan Jepang, seluruh organisasi dibubarkan yang kemudian diikuti Perang Kemerdekaan.
Aktivitas Persib dihidupkan sekitar tahun 1949 dengan adanya pertandingan persahabatan dengan Persija.
Sebelas pemain Persib dalam pertandingan ini adalah Nandang, Muharam, Jacob Taihitu, Oman, Anda, Saleh, Soeharto, Soendawa, Soedarmo, Willy, dan Enda. Laga ini berakhir 2-1 untuk kemenangan Persib.
Pada penghujung 1950, Persib menjadi satu-satunya perserikatan yang ada di Bandung setelah VBBO resmi membubarkan diri menyusul bubarnya PSSI kolonial Belanda.
Sebelumnya, Persib sempat menjuarai kompetisi “tidak resmi” PSSI setelah mengalahkan Persibaja 2-0 di partai puncak pada 04 September 1950.
Namun, ketika PSSI kembali menggulirkan kompetisi nasional pada tahun 1951, Persib harus berjuang ekstra keras meraih yang terbaik.
Setelah menjadi runner-up pada Kejurnas 1957/1959, Persib akhirnya bisa kembali merasakan gelar juara pada musim 1959/1961.
Persib memastikan gelar juara usai mengalahkan Persija Jakarta 3-1 pada laga pamungkas putaran final (7 Besar) di Stadion Diponegoro Semarang tanggal 01 Juli 1961.
Tiga gol kemenangan Persib disumbangkan Wowo Sunaryo menit 12 dan 20 dan Hengki Timisela menit 23.
Satu gol Persija dicetak Sucipto untuk memperkecil kekalahan menjadi 3-1. Berkat kemenangan itu, Persib menggusur PSM Makassar dari puncak klasemen.
Selanjutnya, masa keemasan Persib kembali datang pada dekade 1980-an hingga 1990-an dengan bintang-bintang terkenal.
Sebut saja antara lain Robby Darwis, Adeng Hudaya, Adjat Sudrajat, Bambang Sukowiyono, Sobur, Iwan Sunarya, Djadjang Nurdjaman, Yusuf Bachtiar, Sutiono Lamso, Asep Sumantri, Yadi Mulyadi, dan Yudi Guntara.
Pada masa itu, setelah sempat bermain di Kompetisi Divisi I, Persib menjuarai Kompetisi Perserikatan 1986, 1989/1990, 1993/1994, dan Liga Indonesia 1994/1995.
Kebangkitan Persib sudah ditandai ketika dua kali menjadi runner-up pada 1983 dan 1985.
Pada 1986, Persib juga meraih trofi juara untuk pertama kalinya di turnamen internasional bertajuk Piala Hassanal Bolkiah usai mengalahkan Tim Nasional Malaysia 1-0 lewat gol Yusuf Bachtiar.
Setelah menjuarai Liga Indonesia 1994/1995, Persib juga untuk pertama kalinya berkompetisi di Asia dengan tampil di Piala Champions.
Pada pertandingan pertamanya, Persib menundukkan Bangkok Bank 2-0 di Stadion Chulalongkorn Bangkok tangga 16 September 1995.
Di kompetisi Asia pertamanya ini, Persib berhasil menembus babak perempat final setelah dihentikan raksasa Asia seperti Ilhwa Chunma (Korea Selatan), Verdy Kawasaki (Jepang), dan Thai Farmers Bank (Thailand) di Stadion Siliwangi Bandung.
Setelah itu, prestasi Persib cenderung melorot. Bahkan, pada 2003, ketika untuk pertama kali membuka keran pemain asing dengan perekrutan empat pemain asal Polandia, Mariusz Mucharski, Pavel Bocian, Maciej Dolega, dan Piotr Orliński, Persib nyaris terdegradasi jika tidak bisa menyelamatkan diri di babak play-off.
Pada 2009, wajah Persib yang semula hanyalah perserikatan amatir menjadi klub profesional, ketika PT Liga Indonesia (PT LI) mewajibkan klub peserta Liga Super Indonesia (LSI) berbadan hukum dan dilarang menerima dana hibah dari APBD.
Sebagai mandataris Persib di era transisi, Wali Kota Bandung Dada Rosada mengumpulkan seluruh pemangku kepentingan untuk membentuk sebuah badan hukum yang belakang dinamai PT Persib Bandung Bermartabat.
Ketika itu, H Umuh Muchtar dipercaya menjadi Direktur Utama PT PBB (2009-2012) yang kemudian dilanjutkan Glenn T Sugita (2012-sekarang).
Sebagai sebuah klub profesional, Persib terus berupaya membangun prestasi. Bukan hanya tim senior, melainkan kelompok usia, bahkan sepakbola wanita.
Prestasi terbaik yang diraih Persib setelah 2009 adalah juara LSI 2014, Piala Presiden 2015, LSI U-21 2009/2010, Liga 1 U-19 2018, Elite Pro Academy Liga 1 2018 dan 2022, serta Liga 1 Putri 2019.
Di luar prestasi tim, PT Persib Bandung Bermartabat (PT PBB) juga membangun infrastruktur lain yang menopang kinerja klub.
Dimulai dari pembangunan Graha Persib, penataan Mes Persib, hingga pembangunan training ground.***
___
Sumber: persib.co.id
Editor: FA