BANDUNGMU.COM — Di Indonesia sangat mudah menemukan orang memakai sarung. Terutama laki-laki ketika akan melaksanakan shalat berjamaah di masjid. Mereka memakai sarung, peci, dan koko sebagai pakaian lengkap pria ketika shalat.
Sarung merupakan sepotong kain lebar yang dijahit pada kedua ujungnya sehingga berbentuk seperti pipa atau tabung. Ini adalah arti dasar dari sarung yang berlaku di Indonesia atau tempat-tempat sekawasan.
Dalam pengertian busana internasional, sarung (sarong) berarti sepotong kain lebar yang pemakaiannya dibebatkan pada pinggang untuk menutup bagian bawah tubuh (pinggang ke bawah).
Kain sarung dibuat dari bermacam-macam bahan: katun, poliester, atau sutera. Penggunaan sarung sangat luas, untuk santai di rumah hingga pada penggunaan resmi seperti ibadah atau upacara perkawinan. Pada umumnya penggunaan kain sarung pada acara resmi terkait sebagai pelengkap baju daerah tertentu.
Sepanjang banyak tempat di Asia Tenggara, terutama di Indonesia dan Malaysia, teknik pewarnaan kuno yang dikenal sebagai batik digunakan untuk menghasilkan warna dan pola yang khas pada kain dari tiap sarung. Potongan kain dengan bentuk seperti ini sering kali dipakai baik lelaki maupun wanita di Asia, Semenanjung Arab, dan tanduk Afrika.
Mengutip Wikipedia, sarung adalah pakaian dari komunitas pelaut di Semenanjung Malaysia, Sumatra, dan Jawa. Menurut Gittinger, sarung lalu diperkenalkan di pulau Madura dan sepanjang pantai utara Jawa. Di Malaysia, masyarakat biasanya memanggil sarung dengan nama kain pelikat.
Sarung juga dikenal dengan nama izaar, wazaar atau ma’awis. Penggunaan sarung telah meluas. Tidak hanya di Sumatera, Jawa, dan Semenanjung Malaya, tetapi mencapai Asia Selatan, Asia Tenggara, Afrika, Arab, hingga Amerika dan Eropa.
Sarung di masa perjuangan
Pada zaman penjajahan Belanda, sarung identik dengan perjuangan melawan budaya Barat yang dibawa para penjajah. Kaum santri merupakan masyarakat yang paling konsisten menggunakan sarung, sedangkan kaum nasionalis abangan hampir meninggalkan sarung.
Sikap konsisten penggunaan sarung juga dijalankan oleh salah seorang pejuang yaitu KH Abdul Wahab Hasbullah, seorang tokoh penting di Nahdhatul Ulama (NU).
Suatu ketika, KH Abdul Wahab Hasbullah pernah diundang Presiden Soekarno. Protokol kepresidenan memintanya untuk berpakaian lengkap dengan jas dan dasi.
Namun, saat menghadiri upacara kenegaraan, ia datang menggunakan jas tetapi bawahannya sarung. Padahal biasanya orang mengenakan jas dilengkapi dengan celana panjang.
Sebagai seorang pejuang yang sudah berkali-kali terjun langsung bertempur melawan penjajah Belanda dan Jepang, KH Abdul Wahab tetap konsisten menggunakan sarung sebagai simbol perlawanannya terhadap budaya Barat. Ia ingin menunjukkan harkat dan martabat bangsanya di hadapan para penjajah.
Motif sarung
Sarung untuk pakaian daerah dapat pula dibuat dari bahan tenun ikat, songket, serta tapis. Setiap jenis bahan sarung tersebut berasal dari daerah yang berbeda di Indonesia.
Sarung dari NTT, NTB, Sulawesi, dan Bali menggunakan bahan yang terbuat dari tenun, sedangkan songket, sangat identik dengan ciri khas adat Minangkabau dan Palembang. Sementara tapis adalah kain khas yang berasal dari Lampung.
Sarung yang terbuat dari tenun menggunakan motif yang sederhana, cenderung lebih bermain warna, dibanding motif yang “ramai”. Sedangkan tapis dan songket, sekilas akan terlihat sama.
Motif tapis memiliki unsur alam seperti flora dan fauna, sedangkan motif songket, terlihat lebih meriah dengan motif yang mengisi seluruh isi bahan. Persamaan keduanya adalah terbuat dari benang emas dan perak.
Motif kain sarung yang umum adalah garis-garis yang saling melintang (kotak-kotak). Nilai filosofisnya adalah setiap melangkah baik ke kanan, kiri, atas ataupun bawah, akan ada konsekuensinya. Hal ini juga serupa pada gradasi bermotif papan catur seperti sarung bali. Saat kita berada di titik putih, melangkah ke manapun, perbedaan menghadang.
Sarung di berbagai negara
Sarung di Yaman dikenal dengan nama futah, izaar, wazaar atau ma’awis. Di Oman, sarung dikenal dengan nama wizaar. Orang Arab Saudi mengenalnya dengan nama izaar.
Tekstil merupakan industri pelopor pada era Islam. Pada era itu, standar tekstil masyarakat Muslim di Semenajung Arab sangat tinggi. Industri tekstil pada era Islam memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap Barat
Sarung telah menjadi pakaian tradisonal masyarakat Yaman. Hingga kini, tradisi itu masih tetap melekat kuat. Sarung Yaman menjadi salah satu oleh-oleh khas tradisional dari Yaman.
Orang-orang yang berkunjung ke Yaman biasanya menjadikan sarung sebagai buah tangan. Sarung Yaman terdiri dari beberapa variasi, di antaranya model assafi, al-kada, dan annaqshah.
Sebenarnya di dunia Arab, sarung bukanlah pakaian yang diidentikkan untuk melakukan ibadah seperti sholat. Bahkan di Mesir sarung dianggap tidak pantas dipakai ke masjid maupun untuk keperluan menghadiri acara-acara formal dan penting lainnya. Di Mesir, sarung berfungsi sebagai baju tidur yang hanya dipakai saat di kamar tidur.***
___
Sumber: Wikipedia
Editor: FA