PMB Uhamka
Sosbud

Menguak Peran Penting Saudagar Batik dalam Perkembangan Muhammadiyah di Garut

×

Menguak Peran Penting Saudagar Batik dalam Perkembangan Muhammadiyah di Garut

Sebarkan artikel ini
Lokasi Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah yang saat ini bernama Madrasah Diniyah Takmiliyah Awwaliyah dan Madrasah Al-Hidayah kini menjadi SD Muhammadiyah 1 (Sumber: Dokumentasi Peneliti [2020] melalui tautan https://ejournal.undip.ac.id/index.php/jscl/article/view/33610).

BANDUNGMU.COM — Perkembangan Muhammadiyah di Jawa Barat telah menjadi topik diskusi yang menarik. Meski catatan sejarah menunjukkan bahwa Muhammadiyah sudah ada di Garut sejak tahun 1923, perkembangan ini sering dianggap tertinggal.

Namun, penelitian Iu Rusliana dkk dengan judul “Para Saudagar Batik dan Pengembangan Muhammadiyah Cabang Garut, 1919-1940” mengungkapkan peran penting para pedagang batik di Garut, terutama HM Djamhari, yang menjadi katalis dalam perkembangan Muhammadiyah sejak 1919.

Studi tentang peran generasi awal pedagang batik di Garut ini membuka mata kita pada hubungan sejarah yang sebelumnya tak terpikirkan. Penelitian Iu Rusliana ini bertujuan untuk mengungkap peran pedagang batik dalam pendirian dan perkembangan Muhammadiyah di Garut selama periode 1919 hingga 1940.

Metode sejarah yang digunakan dalam penelitian ini sangat menekankan penggunaan sumber-sumber primer dan sekunder, termasuk arsip-arsip berharga, publikasi, dan wawancara dengan saksi mata. Hasilnya mengungkapkan bahwa pedagang batik memainkan peran kunci dalam pendirian Muhammadiyah di Garut dan menjadikannya pusat pendirian Muhammadiyah di Jawa Barat.

Mereka tidak hanya mendirikan lembaga-lembaga amal pendidikan tetapi juga mengembangkan cabang-cabang Muhammadiyah di wilayah Priangan seperti Tasikmalaya, Kuningan, Bandung, dan Sukabumi, serta di seluruh Jawa Barat. Pada masa itu, pedagang batik adalah kelompok elite yang menikmati posisi sosial tinggi. Hal ini memungkinkan mereka menjalin hubungan baik dengan berbagai pihak, baik dalam bisnis, politik, maupun dakwah.

Baca Juga:  Xenophobia dan Manusia Digital

Peran sosial pedagang batik ini menjadi kunci dalam menjembatani komunikasi dengan kelompok priyayi, pemimpin agama, dan tokoh politik pada masa itu. Dalam hal ini, pedagang batik di Garut berperan sebagai penghubung efektif dalam mengembangkan Muhammadiyah dan mempromosikan nilai-nilai Islam di masyarakat.

Dengan pengungkapan ini, kita dapat lebih memahami sejarah yang terkadang terlupakan dari perkembangan Muhammadiyah di Garut yang didorong oleh semangat dan kontribusi berharga dari pedagang batik yang terhormat ini. Sejarah perkembangan Muhammadiyah di Garut pada medio 1922-1940 tidak bisa dipisahkan dari peran besar kalangan pengusaha, khususnya para saudagar batik. Peran yang dimainkan oleh para saudagar ini dalam memajukan Muhammadiyah di Garut sangat signifikan.

Iu Rusliana melakukan wawancara eksklusif dengan tokoh Muhammadiyah Garut, Endang Hadi. Berdasarkan penuturannya, saudagar batik di Pasar Baru Garut adalah inisiator dan penggerak utama dalam perintisan Muhammadiyah di Garut. Mereka tidak hanya berperan sebagai penggerak, tetapi juga sebagai penyokong finansial yang signifikan bagi perkembangan Muhammadiyah di wilayah Priangan Timur ini.

Baca Juga:  Jadi Santri KH Saleh Darat Yang Progresif, Ini Kiprah KH Ahmad Dahlan dan RA Kartini

Pada awal 1922, Muhammadiyah Garut mulai beroperasi secara de facto, dan Madrasah Al-Hidayah berkembang menjadi amal usaha pertama yang diberi nama Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah. Setahun kemudian, tepatnya pada 30 Maret 1923, Surat Keputusan (SK) dari Pimpinan Muhammadiyah ditandatangani oleh KH Ibrahim (Pimpinan Muhammadiyah setelah KH Ahmad Dahlan).

Walaupun SK ini diterbitkan pada 1923, Muhammadiyah di Garut sudah diakui secara de facto sejak tahun sebelumnya. Tidak hanya memberikan dukungan finansial, saudagar batik juga aktif dalam gerakan infak dan sedekah yang memiliki dampak besar pada perkembangan amal usaha Muhammadiyah pada periode awal ini.

Para saudagar batik ini membuat semangat gerakan Muhammadiyah sangat tinggi. Bahkan, mereka mengirim utusan dalam Konferensi Bagian Tabligh di Yogyakarta pada 1927.

Peran saudagar batik di Garut tidak hanya berdampak lokal, tetapi juga regional. Muhammadiyah di Jawa Barat mulai berdiri di berbagai daerah dan berkembang berkat dukungan mereka. Mereka mengutus dan membiayai mubalig dan kiai Muhammadiyah ke berbagai daerah, termasuk Bandung dan Kuningan.

Baca Juga:  Asal Nama Jalan ABC, Berawal dari 3 Etnis Utama di Kota Bandung

Sekolah dan madrasah yang menjadi amal usaha Muhammadiyah pada masa itu juga dibangun dengan dukungan ekonomi dari kalangan saudagar batik. Pada periode 1922 hingga 1940 ini, amal usaha Muhammadiyah di Garut mengalami perkembangan pesat.

Pendirian Madrasah Muhammadiyah, sekolah (Institute Muhammadiyah) di Jalan Ciledug, renovasi dan perluasan Masjid Lio pada 1932, dan pendirian Standaarschool Muhammadiyah di Sukaregang adalah beberapa contoh prestasi yang dicapai berkat dukungan finansial dan semangat juang para saudagar batik seperti HM Djamhari, Wangsa Ari, dan HM Amir.

Dengan peran sentral saudagar batik dalam perkembangan Muhammadiyah di Garut, mereka telah membantu membangun fondasi kuat untuk Persyarikatan, yang pada akhirnya juga memberikan kontribusi besar dalam perkembangan pendidikan dan dakwah Muhammadiyah di Jawa Barat.

Referensi:

I. Rusliana, S.R. Selamet, and Y Daryadi, “Para Saudagar Batik dan Pengembangan Muhammadiyah Cabang Garut, 1919-1940,” Jurnal Sejarah Citra Lekha, volume 6, no. 2, pp. 110-118, Jan. 2022. https://doi.org/10.14710/jscl.v6i2.33610.

PMB Uhamka