BANDUNGMU.COM – Dalam seni suara, kita pasti pernah mendengar lantunan “pupujian” bertajuk “Anak Adam” di mesjid-mesjid atau di tajug pada masyarakat agraris, sebagai berikut: “Anak Adam urang di dunya ngumbara/umur urang di dunya moal lila//anak adam umur urang teh ngurangan/saban poe saban peuting dikurangan.”
Kalimat “pupujian” atau “nadhoman” tersebut memiliki semangat profetik, yakni betapa tidak hidup itu akan berakhir dan menyadarkan para pemuji dan pendengarnya untuk menunaikan shalat ketika adzan telah dikumandangkan.
Hal itu juga mengindikasikan urang Sunda memiliki semangat egalitarianisme dalam berinteraksi dengan masyarakat lewat cara mengajak Sunda Islam anu Eusleum secara lemah-lembut.
Mengapa “pupujian” dilakukan setelah selesai “ngong” adzan? Sebab, inti hidup yang mesti direfleksikan Muslim Sunda adalah membuat hidupnya lebih berarti dengan beribadah dan mengabdi demi tegaknya nilai-nilai kemanusiaan melalui syair-syair yang mengingatkan kepada kematian.
Dengan mengingat kematian, maka diharapkan Ki Sunda dapat menghidupkan kembali sakralitas Tuhan dalam kehidupan dengan tidak melanggar tata-darigama yang sesuai dengan ajaran Agama Islam yang bernilai universal dan bisa ditawar hingga terbeli oleh budaya lokal.
Yang terpenting, saat ini adalah memelihara agar aktivitas “pupujian” jangan dipinggirkan dengan alasan tidak berdasarkan pada sunah Nabi. Sebab, di dalam syair-syair pupujian tersebut kita akan menemukan bahwa kedamaian menyebarkan ajaran Islam tidak harus dilakukan secara keras.
Bahkan, di daerah Garut, ada “pupujian” yang menggedor hati, jiwa, rasa, dan jasad untuk terus beramal saleh.
Tonton Video di bawah ini, ok.