UMBandung
Sosbud

Kenapa Orang Indonesia Suka Berbagi Makanan Lebaran?

×

Kenapa Orang Indonesia Suka Berbagi Makanan Lebaran?

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi kuliner khas Lebaran (Shutterstock/Ika Rahma H).

BANDUNGMU.COM – Indonesia terkenal memiliki beragam tradisi dan budaya berbeda di setiap daerahnya, salah satunya berbagi makanan atau bingkisan.

Tradisi berbagi makanan atau bingkisan menjelang hari raya bisa ditemukan di hampir setiap wilayah di Indonesia. Tak terkecuali saat Lebaran tiba.

Menurut Travelling Chef Wira Hardiansyah, tradisi ini tak hanya dilakukan antar masyarakat sesama Muslim saja saat Lebaran, sesama Kong Hu Cu saja saat Imlek, atau sesama Kristen saja saat Natal.

“Uniknya di Nusantara, apabila dalam pemukiman tersebut terdiri dari berbagai kepercayaan dan suku, masing-masing rumah akan memasak hidangan khas dari daerahnya,” kata Wira pada Kompas.com, Kamis (7/5/2021).

Mereka akan membuat makanan sesuai dengan adat dan budaya masing-masing.

Setelahnya, baru mereka akan saling bertukar makanan sehingga masing-masing rumah akan memiliki hidangan yang beragam.

Baca Juga:  Kumham Goes to Campus UIN Bandung, Wamenkumham Harapkan Masyarakat Sadar Hukum

Tradisi munjung di Jawa Barat

Tradisi berbagi makanan salah satunya bisa ditemukan di Jawa Barat. Di sana ada tradisi bernama Munjung yang berasal dari kata ‘kunjung’.

Biasanya, Munjung dilakukan mendekati Lebaran di mana adik atau anak mengunjungi kakak atau orang tua. Mereka membawa rantang sebagai wadah nasi dan lauk untuk ‘dipunjung’.

Selain Munjung, ada pula tradisi bernama Nganteuran atau tukar rantang. Tradisi ini biasa dilakukan turun temurun.

“Di dalam rantang, ada nasi, bakakak (ayam panggang) udud (rokok), gula, kopi, dan ragam buah-buahan. Hantaran tersebut juga biasanya dibalas oleh lauk-pauk juga dengan selipan amplop berisi uang,” jelas Wira.

Tradisi ngejot di Bali

Kemudian di Bali ada tradisi Ngejot, yakni memberi makanan dan minuman kepada tetangga yang sudah membudaya bagi umat Islam di Bali menjelang hari raya Idul Fitri.

Baca Juga:  Halal Fest Itu Pasar Rakyat Ala UIN Bandung

Tradisi Ngejot ini telah dilakukan sejak zaman dahulu bagi umat Islam oleh para leluhurnya. Ngejot dilakukan sebagai ungkapan rasa terima kasih kepada sesama saudara dalam memupuk kebersamaan yang dikenal dengan nama ‘menyambraya’.

“(Tradisi Ngejot) jadi simbol kerukunan antarumat beragama sehingga tetap mesra dan harmonis, serta pembelajaran kepada anak-anak di usia dini untuk selalu meningkatkan pemahaman tentang kerukunan umat beragama sebagai bentuk penerapan dari Bhinneka Tunggal Ika,” tutur Wira.

Tradisi ater-ater di Jawa

Sementara di masyarakat Jawa, tradisi berbagi ini bisa dirunut hingga masa Jawa Kuno. Sejak abad ke-IX telah dikenal istilah ‘ater-ater’ yang terbukti dengan penyebutannya dalam kakawin Ramayana, Sutasoma. Istilah ini kemudian seringkali dikombinasikan dengan kata ‘panganan (pasugatan, bojana)’ dan menjadi ‘ater-ater panganan’.

Baca Juga:  Benjang, Seni Gulat Khas Sunda dari Ujungberung

Istilah tersebut merujuk pada aktivitas mengantarkan atau membawa makanan dari seseorang atau suatu keluarga ke orang atau keluarga lainnya pada waktu khusus dengan maksud tertentu.

“Di lingkungan masyarakat Jawa, ‘ater-ater panganan’ telah dilakukan sejak lama, lintas generasi, sehingga cukup alasan untuk menyatakannya sebagai telah mentradisi,” pungkas Wira.

Jika dulu masyarakat cenderung membagikan bingkisan dalam bentuk makanan yang siap saji atau siap makan, kini terjadi pergeseran bentuk bingkisan.

Diperkirakan karena alasan kepraktisan, masyarakat kini lebih banyak mengirimkan bingkisan berupa bungkusan camilan seperti kue kering, camilan kemasan, dan biskuit.

Sumber: Kompas.com

PMB UM Bandung