UMBandung
Sosbud

Asal-usul Nama Jalan Braga, Dahulu Disebut Jalan Pedati dan Terkenal di Kalangan Turis

×

Asal-usul Nama Jalan Braga, Dahulu Disebut Jalan Pedati dan Terkenal di Kalangan Turis

Sebarkan artikel ini
Foto: bandung.go.id.

BANDUNGMU.COM, Bandung — Jalan Braga adalah nama sebuah jalan utama di Kota Bandung. Setiap wisatawan yang jalan-jalan ke Kota Kembang, pasti akan mampir ke jalan bersejarah ini.

Bagaimana asal-usul keberadaan Jalan Braga yang masyhur di kalangan turis ini? Berikut ulasannya yang dikutip dari Wikipedia.

Nama jalan ini cukup dikenal sejak masa Hindia Belanda. Sampai saat ini nama jalan tersebut tetap dipertahankan sebagai salah satu maskot dan objek wisata kota Bandung yang dahulu dikenal sebagai Parijs van Java.

Di sisi kanan kiri Jalan Braga terdapat komplek toko yang memiliki arsitektur dan tata kota yang tetap mempertahankan ciri arsitektur kuno pada masa Hindia Belanda.

Tata letak pertokoan tersebut mengikuti model yang ada di Eropa sesuai dengan perkembangan kota Bandung pada masa itu (1920-1940an) sebagai kota mode yang cukup termasyhur seperti halnya kota Paris pada saat itu.

Baca Juga:  Sebanyak 24 Seniman dan Budayawan Dapat Anugerah Budaya dari Pemkot Bandung

Di antara pertokoan tersebut yang masih mempertahankan ciri arsitektur lama adalah pertokoan Sarinah, Apotek Kimia Farma, dan Gedung Merdeka (Gedung Asia Afrika yang dulunya adalah gedung Societeit Concordia).

Model tata letak jalan dan gedung gedung pertokoan dan perkantoran yang berada di Jalan Braga juga terlihat pada model jalan-jalan lain di sekitar Jalan Braga.

Misalnya seperti Jalan Suniaraja (dulu dikenal sebagai Jalan Parapatan Pompa) dan Jalan Pos Besar (Postweg) (sekarang Jalan Asia-Afrika) yang dibangun oleh Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels pada 1811 di depan Gedung Merdeka.

Sejarah

Awalnya Jalan Braga adalah sebuah jalan kecil di depan permukiman yang cukup sunyi sehingga dinamakan Jalan Culik karena cukup rawan.

Baca Juga:  Sejarah dan Perjuangan Pangeran Kornel

Selain itu, Jalan Braga juga ketika itu dikenal dengan sebutan Jalan Pedati (Pedatiweg) pada 1900-an.

Jalan Braga menjadi ramai karena banyak usahawan terutama berkebangsaan Belanda mendirikan toko-toko, bar, dan tempat hiburan di kawasan itu seperti toko Onderling Belang.

Kemudian pada dasawarsa 1920-1930-an muncul toko-toko dan butik pakaian yang mengambil model di kota Paris, Perancis, yang saat itu merupakan kiblat model pakaian di dunia.

Jalan Braga pada malam hari (bandung.go.id)

Dibangunnya gedung Societeit Concordia yang digunakan untuk pertemuan para warga Bandung, khususnya kalangan tuan-tuan hartawan, Hotel Savoy Homann, gedung perkantoran, dan lain-lain di beberapa blok di sekitar jalan ini juga meningkatkan kemasyhuran dan keramaian jalan ini.

Namun sisi buruknya adalah munculnya hiburan-hiburan malam dan kawasan lampu merah (kawasan remang-remang) di kawasan ini yang membuat Jalan Braga sangat dikenal turis.

Baca Juga:  KH Ahmad Dahlan: Sang Pencerah Sekaligus Pembelok Arah Sejarah

Dari sinilah istilah kota Bandung sebagai kota kembang mulai dikenal. Oleh karena itu, perhimpunan masyarakat Bandung saat itu membuat selebaran dan pengumuman bertuliskan:

“Para Tuan-tuan Turis sebaiknya tidak mengunjungi Bandung apabila tidak membawa istri atau meninggalkan istri di rumah.”

Pada beberapa daerah dan kota-kota yang berdiri serta berkembang pada masa Hindia Belanda juga dikenal nama jalan-jalan yang dikenal seperti halnya Jalan Braga di Bandung.

Misalnya Jalan Kayoetangan di kota Malang yang juga cukup termasyhur di kalangan para turis terutama dari negeri Belanda.

Ada juga Jalan Malioboro di Yogyakarta dan beberapa ruas jalan di Ibu Kota Jakarta.

Namun sayangnya nama asli jalan ini tidak dipertahankan atau diubah dari nama sebelumnya yang dianggap populer seperti halnya Jalan Kayoetangan di kota Malang diganti menjadi Jalan Basuki Rahmat.***

PMB UM Bandung