UMBandung
Edukasi

Hakikat dan Makna Guru Besar Menurut Haedar Nashir

×

Hakikat dan Makna Guru Besar Menurut Haedar Nashir

Sebarkan artikel ini
Foto: muhammadiyah.or.id.

BANDUNGMU.COM, Yogyakarta — Ketua Umum Pimpinan Pusat (Ketum PP) Muhammadiyah Haedar Nashir menyebutkan bahwa guru besar adalah sosok ulul albab. Oleh karena itu, guru besar pun diharuskan memiliki cerminan sebagai ulul albab.

Hal tersebut disampaikan Haedar Nashir dalam acara pengukuhan dua guru besar baru Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) yang diselenggarakan di ruang sidang Gedung AR Fakhruddin B lantai 5 UMY pada Sabtu (19/08/2023).

Melalui sambutan yang dilakukan secara daring, Haedar juga berpesan kepada dua guru besar baru UMY untuk meningkatkan komitmennya sebagai ulul albab.

“Menjadi guru besar sudah seharusnya memiliki cerminan sosok ulul albab. Ulul albab adalah fase ketika seorang ilmuwan memadukan peran keilmuannya dengan peran kemanusiaan. Sosok ini akan mencerahkan dan mencerdaskan kehidupan bangsa,” ujar Haedar.

Guru besar UMY bidang Ilmu Sosiologi ini juga menambahkan bahwa guru besar harus meningkatkan komitmen untuk menjadi ulul albab, ilmuwan, dan cendekiawan yang pergerakan dunia keilmuannya tidak terbatas hanya untuk peran-peran formal. Namun, melampaui apa yang semestinya.

Baca Juga:  Inilah 12 Ungkapan Bahasa Indonesia dari Kata "Budi"

“Dan menjadi sosok ulul albab akan menciptakan kemajuan bagi tempat dimana ia bernaung dengan mengedepankan nilai-nilai kebenaran,” imbuh Haedar lagi.

Pesan dan ucapan selamat ini disampaikan oleh Haedar Nashir pada Rapat Senat Terbuka Orasi Ilmiah Guru Besar Ali Muhammad dan Ulung Pribadi.

Keduanya masing-masing dikukuhkan sebagai Guru Besar bidang Ilmu Politik Internasional dan Guru Besar bidang Ilmu Administrasi Negara.

Dalam orasi ilmiahnya yang berjudul “Islam dan Hubungan Internasional: Memikirkan Kembali Teori Politik Internasional Perspektif Islam”, Ali Muhammad menekankan supaya sejarah diplomasi Islam juga penting untuk didalami.

“Sejarah diplomasi Eropa merupakan salah satu mata kuliah yang menjadi dasar pembelajaran politik internasional. Namun, sejarah diplomasi Islam sama pentingnya untuk dipelajari dan didalami. Hal ini penting guna perkembangan teori politik Islam yang berkesinambungan,” tegas Ali.

Baca Juga:  Hak dan Perlindungan Anak Dalam Pandangan Islam

Guru Besar di bidang Ilmu Politik Internasional ini juga menambahkan bahwa sejarah diplomasi Islam sudah mengakar dalam peradaban Islam. Hal ini dapat dilacak dengan sejarah-sejarah tentang penyebaran Islam di dunia.

Umat Islam sudah terlibat dalam politik diplomasi yang beragam baik politik Islam maupun politik lainnya. Diplomasi dalam perspektif Islam mencakup berbagai macam aspek hubungan sosial, ekonomi, dan budaya.

Sementara itu, Ulung Pribadi mengusung tema orasi “Perkembangan Paradigma Ilmu Pemerintah: Dari Strong Government Hingga Ethical Governance dan Dampaknya Pada Kebijakan Pemerintah”.

Guru Besar di bidang Ilmu Administrasi Negara ini dalam orasinya menyampaikan bahwa paradigma pengelolaan organisasi pemerintahan dapat dilakukan dengan prinsip “running government like a business.”

Baca Juga:  Apakah Kecerdasan Buatan Bisa Menggantikan Peran Guru?

“Mengelola organisasi pemerintahan pada saat ini dapat dilakukan dengan prinsip running government like a business. Mekanisme ini menganggap pemerintah sebagai wasit yang netral bagi penjualan barang dan jasa oleh swasta. Sementara itu, di lain sisi warga negara dianggap sebagai konsumen atau pelanggan,” tuturnya.

Sementara itu, Rektor UMY Gunawan Budiyanto dalam sambutannya juga menyampaikan bahwa isu yang diusung dua Guru Besar pada kesempatan kali ini saling berhubungan.

“Tema yang disampaikan oleh kedua Guru Besar ini memiliki konektivitas yang secara tidak langsung berkaitan satu sama lainnya. Dan dengan dikukuhkannya kedua Guru Besar baru ini, harapannya dapat selalu menerapkan keilmuannya dengan penuh tanggung jawab,” tandas Gunawan.***

Seedbacklink