BANDUNGMU.COM, Malang — Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir berharap pergantian tahun baru Masehi dirayakan dengan mengambil jarak dari suatu yang bersifat euforia dan fatamorgana.
Haedar menegaskan bahwa pergantian tahun seyogyanya dirayakan dengan cara bermuhasabah, termasuk menjauhkan diri dari kesenangan yang sifatnya fatamorgana seperti materi, kekayaan, kekuasaan, dan jabatan.
Kepada umat Islam, Haedar berpesan supaya tahun baru dijadikan ajang untuk bermuhasabah dalam aktualisasi menyebarkan kerahmatan Islam bagi seluruh alam. Peran-peran yang diambil umat Islam harus dirasakan secara substansial.
“Bahkan mungkin juga kesenangan politik yang kehilangan makna, substansi, sesuatu yang bersifat mendasar dan mendalam yang disinari oleh jiwa ajaran Islam kita,” kata Haedar di Kota Malang seperti dikutip dari muhammadiyah.or.id pada Senin (01/01/2023).
Bahkan dalam beragama oleh Haedar diminta supaya umat Islam melakukan muhasabah. Sebab bisa terjadi beragama yang dilakukan oleh umat Islam belum secara substansi, hanya pada kulit luar dan melaksanakan rukun syariat. “Salat lima waktu, ditambah salat sunnah dalam berbagai jenis, tetapi salatnya hanya salat syariat semata,” ungkap Haedar.
Ibadah salat yang rutin ditunaikan oleh umat Islam jangan hanya menjadi rutinitas mengejar setoran dan menggugurkan kewajiban. Namun, nihil pantulan kebaikan dari setiap salat yang dilakukan itu. “Kita perlu muhasabah agar salat kita tidak hanya mengejar setoran, tetapi khusyuk dan tahtinah,” tutur Haedar.
Selain perintah menjalankan ibadah salat, Haedar juga mengingatkan perintah lain yang sering terlupakan oleh umat Islam, yakni memperkuat ekonomi dan politik.
Hemat Haedar, antara salat dan urusan muamalah duniawiah tersebut harus seimbang. Urusan muamalah tersebut, lanjut Haedar, khususnya dalam politik, tidak semata urusan dukung mendukung salah satu paslon.
Namun, lebih dari itu, aktualisasi muamalah umat Islam harus disertai pemaknaan dan memiliki nilai substantif. Haedar juga mengajak kepada seluruh komponen persyarikatan untuk menyerukan nilai-nilai kebaikan dan kemajuan.
Pasalnya, nilai kebaikan dan kemajuan ini sifatnya universal dan bisa diterima di semua kalangan. “Agar itu menjadi nilai yang hidup secara kolektif, bersama-sama, sekaligus juga menjadi sistem kehidupan,” katanya.***